Kenapa Nilai Rupiah Melorot Dari Dollar Amerika?
.
Oleh: Salamuddin Daeng
PILARBANGSANEWS. COM. JAKARTA,– Ada beberapa faktor yang menyebabkan nilai RUPIAH jatuh terhadap DOLAR Amerika Serikat.
Faktor ekonomi yang menjadi pemicu secara internal:
1. Neraca transaksi berjalan yang mengalami defisit yang besar.Sepanjang tahun 2017, harga transaksi berjalan mencapai (-) Rp.242,09 triliun. Defisit ini adalah karena defisit yang besar. Defisit transaksi berjalan menjadi penyakit permanen Indonesia.
2. Posisi utang luar negeri pemerintah dan swasta yang meningkat pesat. Utang pemerintah meningkat Rp. 1.205,9 (2014 -2017) pada posisi kurs 14000 / USD.Perningkatan hutang yang sangat nyata ini tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi.Malah agak kontraproduktif.
3. Posisi utang luar negeri pemerintah dan pribumi sampai dengan akhir 2017 mencapai RP.4,931,5 triliun (kurs 14000 / USD).Pemerintah dan swasta mengandalkan uang baru sebagai sandaran dalam pembayaran bunga dan kewajiban lainnya.
4. Utang pemerintah yang bersumber dari dalam dan luar negeri yang semakin membesar.Berdasarkan data kementrian keuangan dalam APBN tahun 2018 Utang Pemerintah Luar Biasa mencapai Rp 4,227,3 Triliun (kurs 13500 / USD) atau sebesar Rp.4.381,9 triliun (kurs 14000 / USD).Pemerintah menjadikan kewajiban sebagai sandaran utama untuk menopang APBN.
5. Bunga rata rata pemerintah yang cukup besar mencapai Rp. 191,2 triliun (tahun 2016), sebesar Rp.221,2 (tahun 2017) dan sebesar Rp.238,6 (tahun 2018). Selanjutnya utang jatuh tempo 2018 mencapai Rp. 400 triliun. Dengan demikian maka total kewajiban terkait pemerintah pada tahun 2018 adalah sebesar Rp. 650 – Rp. 700 triliun (tergantung perkembangan kurs).Nilai kewajiban yang besar ini akan sulit dibayar oleh pemerintah.
Bagi para pemilik uang isian ekonomi Indonesia di atas dalam keadaan tidak sehat atau “demam tinggi” jadi disenteri lebih baik pegang dolar.
Selanjutnya, beberapa faktor politik yang menjadi pemicu internal:
1. Politik Anggaran Pemerintah yang bersandar pada uang dalam dolar Amerika Serikat, sudah ada kesan kuat bahwa pemerintah menikmati pelemahan rupiah. Sebagai ilustrasi, jika target pemerintah negara sebesar USD 35 miliar, maka pada kurs Rp. 13000 / USD kemudian nought penerimaan kewajiban sebesar Rp. 455 triliun. Kalau kurs Rp. 14000 nilai penerimaan pinjaman menjadi Rp. 490 triliun, jika kurs sebesar RP. 14500 / USD maka nilai penerimaan hutang 507 trilin. Dan seterusnya.
2. Demikian juga dengan penerimaan dari sektor migas.Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa setiap kenaikan satu dolar harga minyak akan meningkatkan APBN netto 1 (satu) triliun rupiah. Bayangkan jika bersamaan dengan peningkatan kurs, tentu nilainya akan lebih besar.
3. Adanya motif meningkatkan penerimaan pajak yang akan diperoleh dari eksportir komoditas.Jika nilai tukar rupiah melemah maka penerimaan eksportir meningkat. Dengan demikian maka pajak yang akan diperoleh dari, juga termasuk uang dari bea keluar.
4. Motif yang sama dan dicetak ke para importir yang juga diharapkan membayar pajak lebih besar. Karena pada jumlah impor yang sama, nilai impor lebih besar. Maka pajak yang akan dibayar untuk pemerintah juga lebih besar termasuk pajak bea keluar. Jadi depresiasi semacam ini akan untungkan pemerintah.
5. Adanya motif para pemain valuta asing di dalam oligarki pemerintahan yang memanfaatkan pelemahan untuk kegiatan pribadi dan kelompok. Apa yang terjadi di masyarakat tidak pernah tau berapa nilai kurs yang diinginkan pemerintah sendiri? Ini adalah rahasia pemerintah dan bank Indonesia. Apakah mereka bebas dari motif pribadi mencari untung untuk dirinya atau untuk memperkaya koleganya?
Jadi kuat indikasi bahwa pelemahan rupiah adalah disebabkan oleh politik ekonomi internal Indonesia. ***