Pendidikan

Polres Solok Kota Usut Masalah Iuran Di SMK 2 Solok Yang Resahkan Orang Tua/Wali Murid

SOLOK KOTA, PILARBANGSANEWS. COM,-– Polres Solok Kota kini mengusut kasus dugaan pungutan liar yang dilakukan oleh pihak SMK 2 Solok. Pungutan yang berdalih hasil kesepakatan dari komite sekolah (nama lain dari BP3) cukup meresahkan orangtua/walimurid karena dipungut dengan cara cara ada tekanan kepada siswa.

Tekanan itu antara lain siswa tidak dibenarkan untuk mengikuti ujian atau jika tak dibayar/dilunasi ijasah siswa tidak dapat diambil oleh siswa yang bersangkutan.

Karena laporan banyak yang masuk Polres melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap dugaan pungutan sekolah di SMKN 2 Kota Solok, pada hari Jumat 5 September 2018 Pukul 11.30 WIB. Dari OTT itu berhasil disita barang bukti sejumlah uang dengan Rp.219.338.523,-.

Dalam konferensi pers yang digelar di Polres Solok Kota Rabu 5 September 2018, Kapolres Solok Kota AKBP Dony Setiawan SIK.,M.H. menjelaskan bahwa OTT dilaksanakan mendasari banyaknya keluhan dari orang tua siswa yang merasa keberatan atas iuran pendidikan yang ditetapkan kepada siswa yang mampu sebesar Rp. 1.920.000,- /tahun atau Rp. 160.000,- /bulan dan siswa yang tidak mampu sebesar Rp. 1.200.000,- /tahun atau Rp. 100.000,- /bulan.

Iuran pendidikan ini ternyata bersifat wajib dan dijadikan sebagai syarat untuk mengambil Surat Keterangan Lulus/SKL (ijazah sementara) bagi siswa kelas XII. Jika iuran tersebut tidak dilunasi makan siswa tidak dapat mengikuti Ujian Nasional dan tidak bisa mendapatkan Surat Keterangan Lulus.

Dony menjelaskan bahwa OTT dilaksanakan saat ada dua orang siswa yang membayar langsung kepada guru secara tunai dan ada juga yang menyerahkan bukti transfer pembayaran pungutan ke rekening komite sekolah.

Setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan bahwa total pungutan pendidikan yang telah diterima oleh pihak sekolah adalah sebesar Rp.911.342.279,-. Dari total pungutan ini, yang sudah digunakan oleh pihak sekolah adalah sebesar Rp. 692.003.756,- dan yang belum digunakan adalah sebesar Rp.219.338.523,- (disita).

Pungutan tersebut berasal dari total 890 orang siswa kelas X, XI dan XII yang dibagi menjadi kategori mampu sebanyak 660 orang dan yang tidak mampu tapi tetap dikenakan pungutan meski dikurangi jumlahnya yaitu sebanyak 217 orang, pungkas Dony.

Dony menguraikan modus yang digunakan pihak sekolah dalam menetapkan pungutan pendidikan tersebut adalah dengan cara :

1. Ditetapkan dalam rapat komite seolah-olah sudah disepakati oleh orang tua/wali murid. Padahal komplain dari orang tua pada saat rapat diabaikan, tidak semua orang tua murid hadir dan komunikasi dalam rapat cenderung satu arah serta tidak ditemukan keterangan atau bukti yang menunjukkan kesukarelaan dari orang tua murid bahkan saat dilakukan pemeriksaan, orang tua murid semuanya merasa keberatan.

2. Komite sekolah dimanfaatkan untuk meyakinkan orang tua murid terkait program sekolah yang membutuhkan sumbangan, sedangkan pengelolaan keuangan sepenuhnya dikendalikan oleh Kepala Sekolah, tanpa melibatkan komite sekolah.

3. Seolah-olah untuk mendukung program sekolah padahal digunakan juga untuk pribadi, misalnya ada penambahan honor untuk Kepala Sekolah sebanyak Rp.1.250.000,-/bulan, Wakil Kepsek Rp.900.000,-/bulan dan guru-guru lainnya.

4. Berlindung pada Peraturan Gubernur Sumbar Nomor 31 Tahun 2018 Tanggal 5 Juni 2018 Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan, yang memperbolehkan komite sekolah untuk menggalang dana dalam bentuk sumbangan dari peserta didik atau orang tua/wali peserta didik, tetapi mengabaikan batasan-batasan bahwa sumbangan sifatnya sukarela dan tidak mengikat atau tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik.

Dony menguraikan bahwa dalam Permendikbud RI Nomor 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah sudah sangat jelas diatur perbedaan antara bantuan pendidikan, sumbangan pendidikan dan pungutan pendidikan. Iuran pendidikan atau apapun istilahnya akan masuk dalam kategori pungutan pendidikan bila bersifat wajib dan mengikat serta jumlah dan waktunya ditentukan.

Sifat “wajib” terlihat dari ditetapkannya pungutan pendidikan ini bagi seluruh siswa kelas X, XI dan XII. Siswa atau orang tua tidak diperbolehkan membayar secara sukarela, bahkan bagi orang tua yang tidak membayar maka akan dipanggil oleh pihak sekolah lalu diminta untuk membuat Surat Pengakuan Hutang.

Kemudian kategori “mengikat” terlihat dari dikaitkannya pungutan ini dengan persyaratan akademis dimana siswa kelas XII yang belum membayar iuran baik sebagian maupun secara keseluruhan (12 bulan) tidak dapat mendapatkan nomor ujian akhir dan Surat Keterangan Lulus (SKL) sebagai pengganti ijazah.

Lalu kategori “jumlah” dan “waktu” ditentukan, juga terlihat jelas bahwa pungutan ditetapkan pada rapat komite tanggal 5 s/d 7 Februari 2018 dan diberlakukan mundur selama 12 bulan (Juli 2017 s/d Juni 2018), dan paling lambat dibayar setiap tanggal 10 tiap-tap bulannya. Bagi siswa yang mampu dikenakan sebesar Rp.160.000.- / bulan atau Rp. 1.920.000,- /tahun sedangkan yang tidak mampu dikenakan pungutan sebesar Rp.100.000,- / bulan atau Rp. 1.200.000,-/tahun.

Dari OTT yang telah dilaksanakan, Polres Solok Kota telah menyita 2 lembar surat keterangan lulus, uang tunai pembayaran pungutan sebesar Rp.1.200.000,- , 1 lembar bukti tranfer pungutan pendidikan sebesar Rp.1.920.000,- , uang hasil pungutan yang belum digunakan sebesar Rp.58.000.000,- dan buku rekening atas nama komite sekolah dengan isi sebanyak Rp.159.938.523,-.

Dari hasil pemeriksaan, bendahara komite, guru, honor dan komite sekolah menyatakan bahwa penetapan pungutan pendidikan tersebut merupakan kebijakan kepala sekolah dan penggunaannya juga harus atas perintah kepala sekolah, sehingga penyidik mentetapkan kepala sekolah SMKN 2 Kota Solok Abdul Hadi sebagai tersangka.

Wakil Walikota Solok, Reinier S.T.,M.M. Dt Intan Batuah yang juga ikut dalam konferensi pers di Polres Solok Kota menyatakan tidak mengetahui adanya pungutan pendidikan ini. Pemkot sebagai pembina komite sekolah menghimbau agar pihak sekolah dan komite sekolah yang selama ini salah dalam prosedur penggalangan dana kepada siswa atau orang tua siswa agar mengembalikan uang yang sudah diterima kepada orang tua siswa, memperbaiki mekanismenya agar bantuan yang diberikan kepada pihak sekolah sifatnya benar-benar sumbangan.

“Aturan memperbolehkan adanya sumbangan dari murid atau orang tua murid, tapi harus diberikan atas dasar sukarela dan tidak mengikat, tidak ditentukan jumlahnya, bebas mau memberi sumbangan berapa banyak, boleh menyumbang boleh juga tidak serta tidak ada konsekuensi baik bagi siswa yang menyumbang maupun yang tidak menyumbang”, ujar Wakil Walikota Solok. (vda)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *