ANALISIS POTENSI KECURANGAN PILPRES 2019 (Oleh : Anton Permana)
Dari sekian hiruk pikuk kampanye dan perang opini disosial media yg semakin panas. Penulis mencoba membahas secara khusus SATU dari sekian banyak analisis potensi kecurangan yang sangat berkemungkinan terjadi pada Pilpres 17 april nanti
Sebenarnya ada sekitar 21 strategi analisis potensi kecurangan yang bisa terjadi di Pilpres nanti. Namun penulis pada kesempatan ini sebagai pemanasan cukup fokus membahas SATU potensi kecurangan saja.
Kenapa analisis potensi kecurangan ini sangat penting ?Alasannya adalah, sudah rahasia umum baik dari konfirmasi rahasia kedua kubu ini sama-sama sudah tahu bahwa pasangan Prabowo-Sandi diatas kertas dan real dimasyarakat sudah jauh unggul diatas petahana. Bahkan info A1 (baik dari tim internal 01 sendiri) menyatakan bahwa saat ini (awal januari) elektabilitas pasangan 02 sdh unggul dua digit dari petahana. Namun semua sengaja ditutupi oleh kedua kubu dgn alasan politik tertentu.
Untuk itulah penulis sengaja membuat tulisan analisis ini, SEANDAINYA nanti petahana sebagai penguasa otoritarian yg terkenal ‘gemar’ menghalalkan segala cara, menggunakan protokol kecurangan dibawah ini pada Pilpres mendatang.
Adapun analisis potensi kecurangan itu adalah dgn tahapan sbb :
1. Mengkoptasi total semua saluran TV dan media survey pada hari ‘H’ dgn tujuan memenangkan Petahana secara sepihak melalui Quick Count. Bayangkan semua lembaga survey dan media TV menyiarkan sepihak memenangkan petahana tanpa peduli berapapun hasil real dilapangan. Adapun TV One (yg sengaja dibiarkan sementara berbeda) pada saat ini dijinakkan melalui tekanan politik atau hukum atau uang !. Adapun lembaga survey yg netral (bandel) akan dijegal melalui verifikasi (izin KPU) serta tak boleh siar di TV.
2. Setelah media TV, Hasil Quick Count di koordinir sedemikian rupa, hasil rekayasa ini akan di viralkan, di boomingkan total foot ball keseluruh nusantara plus dgn tanggapan-tanggapan dari para tokoh intelektual, aparat, lembaga asing, untuk melakukan pembenaran dan secara paralel menekan, menyudutkan, siapa saja melalui power kekuasaan yg mencoba membuat opini berbeda. Pokoknya hanya ada satu pintu berita seragam yang beredar dimasyarakat untuk membentuk opini kemenangan petahana seolah olah benar adanya. Kalau perlu juga plus selebrasi dan ucapan selamat gegap gempita untuk memukul mental tim dan pendukung 02 biar down dan tiarap. Ingat, dlm pertempuran mental juang adalah kunci dari sebuah peperangan. Mental juang down selesai sudah semuanya
3. Mengintervensi, mengintimidasi, dan mengkondisikan jajaran KPPS, PPK, KPUD, sampai KPU pusat untuk selaras dgn berita quick count. Petahana harus menang !
Kalau perlu menyiapkan kotak suara dan kertas suara bayangan, untuk kemudian diganti (ditukar) melalui operasi inteligent, untuk kemudian apabila ada hitung ulang (kalau perlu disetting hitung ulang) hasilnya sdh terkondisilan petahana menang (ingat 7 kontainer kertas suara).
4. Membuat C1 ganda (bayangan) untuk persiapan gugatan ke MK. Dimana C1 tersebut disadur dari C1 asli Panwas/KPPS (orang petahana) yg kemudian disulap dgn angka kemenangan petahana. Toh apabila ada gugatan di MK nanti, yang menentukan mana C1 yang benar adalah wewenang MK. Simple kan ??
5. Secara sistematis 4 hal diatas sdh diatur jauh sebelum pilpres dgn strategi mengkondisikan perangkat penyelenggara pemilu mulai dari KPU, Panwaslu, dari pusat kedaerah. Seperti ; Media yg jelas tangan kanan petahana. Lembaga survey yang sdh dibeli, ditambah dgn peran aparat kepolisian yang jelas juga berada dibawah kendali penguasa sebagai pihak penekan dan penjaga (bumper politik) permainan ini
5 hal diatas jangan dijawab tidak mungkin. Karena dlm perspektif ilmu inteligent, hal yang tidak mungkin itu adalah pintu masuk paling ideal dlm melakukan skenario operasi inteligent.
Hasil analisis diatas tentu harus ada dasar argumentasinya. Dimana dasar argumentasinya adalah sebagai berikut :
1. Kekalahan Ahok di Pilkada DKI, gelora kebangkitan rakyat melalui gerakan 212 telah menjadi mimpi buruk bagi para cukong dan invisible hand yang berada dibelakang petahana. Sebagai mainan boneka yg ideal hasil ciptaan mereka bertahun-tahun, tentu kelompok ini tak akan rela jagoannya kalah. Apalagi sdh trlyunan rupiah dana sdh habis dan ditanamkan di Indonesia untuk menguasai Indonesia. Apapun pasti akan mereka lakukan untuk mempertahankan cengkraman kekuasaan melalui petahana sekarang ini
2. Secara kasat mata, 4 tahun ini kita sdh menyaksikan sendiri sebuah ketidak adilan telah dipertontonkan oleh aparat kepada rakyat khususnya pada kelompok yang tidak sejalan dgn kepentingan petahana. Ibarat strategi ‘stick and carrot’ yaitu siapa yang ikut akan dikasih wortel (kue kekuasaan) bagi yang melawan akan digebukin sampai babal belur.
Bagi yg pro penguasa akan dilindungi apapun kesalahannya, bagi yang kontra penguasa akan di cari cari kesalahannya bahkan sampai dikriminalisasi
3. Tidak saja aparat. Para penyelenggara pemilu dan pilprespun mulai dari pusat dan daerah juga sdh terkondiisikan dan ‘membebek’ pada kemauan penguasa.
Bahkan untuk menyelenggarakan debat capres pun mereka tak kuasa melawan kehendak penguasa untuk ditiadakan.
4. Isu DPT siluman 31 juta, suara orang gila 14 juta, adalah bentuk strategi persiapan dini sebagai deposit kecurangan dalam bentuk deposit suara yang ‘dipaksakan’ sepihak untuk masuk DPT. Agar ada suara hantu yang pada saatnya nanti bisa disulap jadi dasar suara seolah sebenarnya, pas pada masa pencoblosan nanti.
5. E-KTP yang tercecer, isu 7 kontainer kertas suara yang dikatakan hoax tapi sampai sekarang tetap misteri karena tak pernah dibuka transparan apa isi kontainernya, kotak suara kardus, semua tidak lebih bahagian dari rangkaian sistematis persiapan sulap menyulap hasil pilpres nantinya. Apakah melalui mobilisasi pemilih siluman dgn e-ktp yang beredar ilegal itu, atau infiltrasi penukaran kotak suara dgn kertas suara yg sudah tercoblos, atau bisa saja berupa sabotase terhadap kertas suara yg rentan terbakar atau rusak oleh air biar pilpres kacau dan diulang
6. Dari sekarang lihatlah bagaimana para pelacur intelektual lembaga survey itu membangun opini kebohongan seolah petahana unggul dari pasangan 02. Padahal, didunia nyata setiap petahana turun kebawah selalu sepi dan adapun masyatakat yg datang tidak lebih dari dukungan mobilisasi dari aparat dan birokrat setempat. Belum lagi teror pose dua jari yang secara terang terangan dengan berani masyarakat pertontonkan. Ditambah didunia maya, petahana jadi bulan bulanan setiap detik dan menit oleh jutaan netizen. Para buzzer bayaran petahana pun dibuat tak berkutik dan kalang kabut
Artinya, secara de fakto sebenarnya petahana itu sudah kalah. Namun mereka masih sangat PeDe karena memegang kendali penuh kekuasaan serta telah menyiapkan berbagai strategi pemenangan baik yang halal maupun yang haram
Untuk itulah perlu kewaspadaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Walaupun analisis ini sangat sederhana dan perlu kajian yang lebih mendalam, namun setidakya tulisan analisis bisa menjadi ‘early warning system’ bagi kita semua
Seperti apa kata shun zu, ‘ tidak perlu seberapa banyak ikan yang didapat, tapi yang terpenting siapa yang paling menentukan jumlah hitungan dalam timbangan’
Kita jangan terjebak ephoria dan strategi pengalihan (digital distraction) isue-isue sampah, sehingga melupakan kita akan hal-hal yang paling substantif dalam politik kekuasaan
Tidak peduli seberapa besar demo dan reuni 212, tidak peduli seberapa gencar penguasaan opini didunia maya, tidak peduli siapa yang akan menguasai depat capres, yang penting kendali kekuasaan, aparat, penyelenggara, media, dana, ada ditangan mereka…
Sekarang tinggal bagaimana menyiapkan strategi seandainya kalau analisis diatas benar terjadi, bagaimana rakyat bersama TNI bersatu mematahkan skenario ini… Wallahualam
(Bersambung)
*Penulis adalah alumni PPRA LVIII Lemhannas RI tahun 2018.