Hilangnya “Sanguluang Datuak”.
Datuk adalah gelar untuk orang yang menjadi pucuk pimpinan suku ( Kaum) di Minang Kabau Sumatra Barat yang diterima secara turun temurun.
Sebagai pucuk pimpinan suku seorang Datuk mempunyai kewenanangan yang amat tinggi dalam memimpin anak cucu kemenakan yang ada dalam sukunya.
Setiap hari dan setiap waktu sang Datuk selalu memantau dinamika kehidupan yang berjalan dalam kehidupan sehari hari di dalam sukunya.
Apapun permasalahan yang ada didalam suku yang dipimpinnya menjadi tanggung jawabnya, namun Datuk juga seorang manusia biasa yang dalam kehidupan sehari harinya menjadi pemimpin dalam rumah tangganya di suku istri dan anaknya, yang juga harus berusaha memenuhi perekonomian keluarganya.
Sebagai pucuk pimpinan suku, harta pusaka dan yang berupa tanah,bangunan dan benda benda berharga lainnya harus dia jaga dan dimamfaatkan untuk kepentingan anak cucu kemenakannya.
Namun dalam suku itu sendiri juga ditetapkan dan ditentukan hak untuk seorang Datuk yang bisa di mamfaatkan oleh seorang Datuk sebagai penopang ekonomi untuk diri dan keluarganya dalam kehidupan sehari harinya.
Hak yang telah ditentukan, disepakati dan ditetapkan tadi di dalam suku yang dipimpin seorang Datuk di Minang Kabau Sumatra Barat disebut dengan isitilah ” Sanguluang ” atau sama halnya kalau di pulau Jawa dikenal dengan isitlah ” Tanah Bengkok “.
Namun kini apa yang terjadi ” Sanguluang ” yang tadinya sudah ditetapkan sebagai hak Datuk untuk menopang perekonomian dirinya dan keluarganya yang bisa dimamfaatkan secara turun temurun oleh Datuk yang memimpin sukunya sudah banyak yang terjual.
Kini banyak Datuk tak lagi punya Sanguluang yang bisa dimamfaatkannya dalam menopang ekonomi diri dan rumah tangganya.
Dampak dari semua itu sekarang, tatanan kehidupan sehari hari dalam suku suku di Minang Kabau mulai tak terkontrol, timbul hal hal kecil yang mulai memudar tentang peran Datuk sebagai pucuk pimpinan pada sukunya.
Datuk yang tadinya fokus membimbing dan membina sukunya kini tak fokus lagi lantaran sang Datuk juga harus berusaha mencari sumber ekonomi dalam membiayai ekonominya dan ekonomi rumah tangganya di tempat lain yang diusahakannya sendiri, sehingga perhatian terhadap suku mulai berkurang.
Miris memang tatanan kehidupan yang tadinya terjalin erat sedikit demi sedikit mulai memudar, peran datuk dalam membenahi anak cucu kemenakannya pun mulai melemah, kewibawaan pada Datuk mulai memudar lantaran ulah oknum seorang Datuk yang diam diam telah menjual Sanguluang di sukunya sendiri, yang seharus bisa dimamfaatkan oleh Datuk sesudahnya.
Walau Sanguluang bukanlah penentu fokus tidaknya seorang Datuk membina kaumnya tapi ketentuan, kesepakatan dan ketetapkan adat yang tadinya sudah digariskan dalam sebuah suku telah dirusak oleh oknum Datuk itu sendiri yang diam diam telah menjual Sanguluang sukunya sendiri.
Memang hal ini tidak terjadi pada semua suku di Minang Kabau,tapi ada terjadi pada beberapa suku yang ada, bahkan juga ada kekaguman kekaguman pada para Datuk dalam keberhasilan ekonominya, berbuat dan peduli membesarkan nama sukunya.
Oleh: Rijal Af
Penulis adalah wartawan/kepala Biro Pilarbangsanews.com di Dharmasraya.