Pembangunan PTLPB/Geotermal Di Gunung Talang Jangan Buru Buru Harus Lakukan KLHS
Pilarbangsanews.com. Padang,-“Pembangunan Pembangkit Listrik Panas Bumi/Geothermal di Gunung Talang Bukit Kili, Kabupaten Solok, Sumbar, jangan buru buru sebab sebelum rencananya dimatangkan hendaknya lebih dahulu dilakukan KLHS ( Kajian Lingkungan Hidup Strategis),” demikian dialog Akademis yg diinisiasi oleh Pascasarjana Universitas Andalas yang berjudul Pro Kontra Rencana Pembangunan Geothermal di Gunung Talang Bukit Kili, di Gedung Pasca Sarjana Unand Padang Sabtu (16/9).
Dalam Dialog Akademis ini hadir sebagai narasumber Kepala Dinas ESDM Sumbar, Ketua Asosiasi Geothermal Indonesia, Direktur Walhi Sumatera Barat dan Perwakilan dari Masyarakat Kabupaten Solok.
Dalam presentasi Walhi Sumatera Barat yang merupakan hasil studi potensi resiko rencana pembangunan geothermal di Gunung Talang Bukit Kili disampaikan bahwa rencana pembangunan ini berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat mengingat wilayah ini merupakan zona merah letusan gunung api dan gempa bumi.
Prof. Ardinis Arbain saat menyampaikan tanggapannya juga mengatakan bahwa Geothermal bukanlah energi yang benar2 bersih. Banyak hasil riset dari geothermal di Itali dan Selandia Baru ditemukan bahwa Geothermal memghasilkan gas buang Karbondioksida dan Metan dalam jumlah besar.
Disamping juga menghasilkan zat kimia berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan mayarakat disekitarnya berupa Mercury, Boron dan Arsenik.
Prof Ardinis Arbain menyarankan sebelum proyek ini dilanjutkan sebaiknya dilakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis ( KLHS) untuk wilayah ini.
“Geothermal adalah proyek besar yang berada dikawasan lindung, dekat dengan pemukiman masyarakat dan memiliki dampak yang sulit diprediksi,” tandasnya.
Hal senada disampaikan, Prof Syafrudin Karimi seorang Ekonom dari Fakultas Ekonomi Universitas Andalas mengatakan bahwa perlu dilakukan kajian Valuasi Ekonomi Lingkungannya. Kita harus pastikan apakah nilai ekonomi ekosistem yang saat ini dirasakan oleh masyarakat saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ekonomi yang dihasilkan oleh geothermal nantinya.
Menurut Syafaruddin, kita bisa belajar dari pembangunan bendungan Dam Koto Panjang sebagai pembangkit listrik, butuh lebih 20 tahun bagi masyarakat korbannya untuk pulih dan saat inipun belum benar-benar pulih.
Di akhir Dialog Akademis ini tidak ada kesimpulan yang disepakati namun kita harus menyadari karena pembangunan ini berdampak luas, Walhi Sumatera Barat berharap pemerintah dapat memperhatikan pendapat masyarakat dan para ahli ini serta menghentikan semua proses dilapangan saat ini. Pemerintah perlu melakukan kajian lingkungan hidup strategis dan kajian Valuasi Nilai Ekosistem sebelum proyek ini dilanjutkan.
Ditempat terpisah Indra perwakilan dari masyarakat yang menolak rencana pembangunan ini menyatakan terima kasih tak terhingga kepada Universitas Andalas yang telah mengadakan pertemuan ini. Catatan yang disampaikan oleh para profesor dalam pertemuan tersebut membuktikan bahwa kekhawatiran mereka selama ini tidak mengada-ada.(DPM)