Ini Pengalaman Mantan Teroris: Pembakaran Mapolres Dharmasraya Rupakan Terget Baru

PILARBANGSANEWS. COM.YOGYAKARTA,— Jangan sampai ada diantara umat  men-judge bahwa teroris identikkan dengan ciri fisik yaitu jenggot, celana cingkrang yang kini banyak dikenakan oleh kelompok salafi.

“Sebagai umat Islam kita harus bisa menerima perbedaan khilafah. Islam dibangun dengan kasih sayang dan persaudaraan. Umat Islam Indonesia pro NKRI, kolompok salafiah pun cukup banyak yang pro NKRI.

Demikian diskusi yang mengemuka saat  berlangsung kuliah umum dengan tema “Memahami Penyebaran Radikalisme dan Kekerasan atas nama Agama” yang diselenggarakan oleh Jamaah Shalahuddin UGM dan dihadiri oleh lk 80 orang, Sabtu  (18/11) di Masjid Kampus UGM Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta 

Moderator dalam kegiatan tersebut yaitu Rahmat Hidayat, PhD (Fakultas Psikologi UGM). Sementara narasumber Ali Fauzi Manzi (mantan pejuang Moro/Direktur Lingkar Perdamaian Indonesia).

Menurut Ali Fauzi, adanya teror di Indonesia disebabkan  faktor ekstremisme global.

Saat ini teror lebih beragam, penembakan polisi, perampokan bank dan terbaru yaitu pembakaran markas polisi di Dharmasraya.

Untuk menghindar diri dari usaha pelacakan pihak  berwajib, para teroris  sekarang lebih banyak menerapkan  strategi lonewolf (Serigala Tunggal).

“Sumber pendanaan yaitu melalui cyber fai, membobol bank Malaysia melalui cyber yang dilakukan oleh mahasiswa yang direkrut oleh kelompok teroris,” kata ahli merakit bom dari 1 kg sampai 1 kontainer itu.

Menurut adik kandung M Rozi ini  dulu sasaran teror adalah simbol Barat, saat ini lebih bersifat lokal, dengan sasaran utama polisi.

Ali Fauzi yang pernah  instruktur Jamaah Islamiyah dulu sering berinteraksi dengan Abdullah Umar dari NII, mengatakan, sekarang ini terorisme secara kuantitas lebih banyak namun secara kualitas menurun.

Menurut dia, banyak petinggi di negara ini yang  tidak percaya bahwa ada orang Indonesia bisa membuat bom yang begitu dahsyat, hal tersebut karena statemen dari public figure yaitu KSAD Ryamizard Ryacudu, selain itu Amien Rais, tim MUI Alm. ZA Maulani, pernah mengatakan bahwa tidak mungkin orang Indonesia punya kemampuan membuat bom yang begitu dahsyat.

Kemudian  ada lagi yang bilang orang bergabung dengan teroris karena faktor kemiskinan, itu pernyataan yang keliru, mungkin ada tapi hanya ada 1-2 di Poso, Ambon, orang bergabung dengan teroris karena keluarga dan kawan.

Yayasan Lingkar Perdamaian ada beberapa orang sebagian berasal dari Yogyakarta, mereka sudah nasionalis, mau hormat bendera, termasuk Umar Patek.

“Saya mulai berubah saat Saya sakit, ada 4 tulang iga patah karena disiksa di Mindanau Philipina, kemudian Saya dideportasi ke Indonesia, di sini Saya dibantu oleh Pak Tito Karnavian (sebelun jadi Kapolri), Pak Idham Aziz (sekarang Kapolda Metro), Rycko Amelza Dahniel (sekarang Gubenur Akpol).

Kemudian saya dikuliahkan, 8 bulan mulai sadar, Saya bertemu dengan akademisi-akademisi yang tidak sepaham dengan Saya, awalnya Saya marah, tidak setuju dengan pemikiran-pemikiran mereka, yang mencontohkan negara-negara kafir malah lebih bersih dan kemudian pemikiran Saya mulai berubah.

Sementara itu Nara sumber lainnya  Muhammad Najib Azka (Direktur Pusat Studi Perdamaian dan Keamanan UGM)  mengatakan, kehadiran kita disini hadir dalam rangka mencari kiat dan upaya bagaimana  mengembalikan Islam yang rahmatan Lil a’lamin.

Pendapat yang disampaikan oleh Ustad Ali Fauzi tadi merupakan hal sangat penting karena disampaikan langsung oleh praktisi teror yang kemudian sadar, penting dalam upaya deradikalisasi.

“Saya dulu juga masih ingat bahwa memang ada pemikiran bahwa teror-teror bom dilakukan oleh orang-orang non Islam atau Amerika untuk mendiskreditkan Islam. Namun dugaan itu tidak benar,” katanya.

“Penanganan teroris ada beberapa yaitu pendekatan represif , pendekatan hukum, pendekatan humanistik seperti dialami oleh Ali Fauzi, pendekatan kontra narasi (membangun narasi-narasi Islam rahmatan lil alamin), 

Intelijen Aparat Kita Lemah

Dalam sesi tanya jawab, Ali Fauzi sutuju dan  sepakat bahwa  intelijen aparat kita lemah. Wilayah Indonesia yang begitu luas ditambah dengan lemahnya intelijen aparat ini dapat  dimanfaatkan oleh teroris.

Selain itu kamuflase para teroris di masyarakat membuat polisi susah untuk mendeteksi. Kamuflase yang dimaksud aadalah adanya anggapan bahwa orang berjenggot dan celana cingkrang itu calon teroris. Ini salah besar dan dapat dimanfaatkan oleh teroris. Mereka tidak memakai pakaian gamis dan cingkrang.

Metode rekruitmen teroris yaitu melalui penyampaian bahwa umat Islam ditindas, penjajahan Uni Soviet terhadap afghanistan, ditunjukkan audio visual penindasan muslim di Palestina, bagi yang tidak punya filter yang bagus akan mudah terpengaruh.

Terorisme seperti penyakit, kampus harus mensosialisasikan bagaimana pemikiran-pemikiran teroris, untuk mencegah radikalisme. (Rel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *