.

PERBANDINGAN TIMELINE ANTARA TSUNAMI PALU DAN TSUNAMI SELAT SUNDA

Tsunami Palu pada 28 September 2018 dan Tsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018 adalah sama-sama tsunami destruktif yang menelan korban jiwa sangat banyak, merusak bangunan rumah, dan indrastruktur, kerugian materiil yang sangat besar.

Jika tsunami Palu terjadi karena longsoran akibat gempa tektonik M=7.5, sedangkan Tsunami Selat Sunda terjadi akibat longsoran aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau/aktivitas vulkanik (GAK).

Tsunami akibat longsoran merupakan peristiwa alam langka dan jarang terjadi tetapi justru malah terjadi 2 kali di Indonesia dalam rentang waktu 3 bulan baru-baru ini.

Ada perbedaan durasi waktu sejak dimulai hingga diakhiri timeline kedua peristiwa tsunami tersebut. Jika durasi timeline Peringatan Dini Tsunami Palu lamanya hanya 34 menit maka dalam kasus tsunami Selat Sunda timeline memakan waktu 57 jam lebih 40 menit dan tidak ada pengakhiran WARNING tsunami.

Jika timeline PD Tsunami Palu diawali dengan terjadinya gempa tektonik dengan magnitudo M=7.5, maka dalam kasus tsunami Selat Sunda timeline diawali dengan peringatan dini gelombang tinggi oleh BMKG sehari sebelumnya.

Jika peringatan dini Tsunami Palu dapat disebarluaskan berdasarkan proposal yang dikeluarkan oleh DSS tsunami akibat gempa tektonik maka dalam kasus tsunami Selat Sunda BMKG tidak dapat menyebarluaskan peringatan dini tsunami karena penyebabnya bukan gempa tektonik namun akibat gempa vulkanik/letusan Gunung Anak Krakatau, BMKG belum mengopersikan teknologi peringatan dini tsunami akibat longsor sehingga belum ada SOP terkait peringatan dini tsunami akibat longsor maupun akibat erupsi gunung api

Namun demikian baik dalam kasus Tsunami Palu maupun Tsunami Selat Sunda, BMKG dapat memonitor dengan baik waktu tiba tsunami pada peralatan tide gauge. Dalam kasus Tsunami Palu BMKG dapat mencatat waktu tiba tsunami menggunakan tide gauge di Mamuju. Sementara pada tsunami Selat Sunda BMKG dapat mencatat tsunami menggunakan 4 tide gauge yang ada di Pantai Jampu, Pelabuhan Ciwandan, Kota Agung dan Pelabuhan Panjang.

Dalam kasus Tsunami Palu, BMKG mengakhiri warning pada pukul 18.36 WITA karena pada waktu itu tsunami sudah melewati perairan Mamuju. Catatan ini menunjukkan bahwa tsunami sudah terjadi di Teluk Palu, sehingga pangakhiran tsunami lokal ini dapat segera dilakukan dan menjadi penting agar korban tsunami segera mendapat pertolongan.

Dalam Tsunami Selat Sunda BMKG tidak dapat memberikan pengakhiran warning karena BMKG memang tidak pernah mengeluarkan warning tsunami. Selain itu BMKG juga belum memiliki SOP peringatan dini tsunami akibat longsor apalagi sop tsunami akibat erupsi gunung api.

Jika dalam kasus Tsunami Palu press rilis dan press coference di lakukan setelah peringatan dini tsunami diakhiri untuk menjelaskan parameter gempa dan tsunami Palu, tetapi pada Tsunami Selat Sunda BMKG mengeluarkan press rilis pukul 22.30 dan press conference pada pukul 01.30 WIB 23 Desember 2018 untuk menyatakan bahwa Tsunami Selat Sunda tidak disebabkan oleh gempa tektonik.

Selanjutnya pada pukul 16.40 WIB BMKG dapat memastikan bahwa pusat getaran yang berada di Gunung Anak Krakatau pada pukul 20.56 memiliki magnitudo M=3,4. Hasil analisis menggunakan low pass filter menunjukkan bahwa aktivitas seismik ini termasuk tipikal catatan longsoran akibat aktivitas vulkanisme. Informasi ini menjadi kunci penting bahwa telah terjadi proses longsoran Gunung Anak Krakatau yang teridentifikasi berbasis monitoring seismik.***

Jakarta, 31 Desember 2018
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG

RAHMAT TRIYONO, S.T., Dipl. Seis, M.Sc.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *