Erman Tolantang

Hukum Harus Tebang Pilih, Kalau Tidak Habis Semua (Episode 11)

HIKAYAT
DODON TEA dan UMAR GALIE

Oleh: Ermanto Tolantang (Komunitas Sansai Film, Padang, Indonesia)

Episode 1 s.d 10 klik disini;

“Minta Batalkan Uji Baca AlQur’an” (HIKAYAT DODON Tea dan UMAR Galie- Episode 10)

Episode (11)

Hukum Tebang Pilih

Dodon Tea dan Umar Galie Membicarakan Penegakan Hukum yang Tebang Pilih
Pagi itu, tanpa menunggu lama dan tanpa diminta oleh Dodon Tea dan Umar Galie, si empunya lepau dengan sigap meletakkan dua gelas kopi khas seduhan Emak Iyai itu. Hal itu karena Emak Iyai sudah amat paham dengan perasaan kedua lelaki berkarib itu.

“Umar Galie, perasaan Emak sudah tidak tahan lagi atas keadaan hukum yang diterapkan di kampung kita ini,” ujar Emak Iyai memulai pembicaraan.

“Emak, aku Dodon sudah hadir di lepau ini. Kenapa Emak hanya beriya dengan karibku Umar Galie saja? Butakah mata Emak sehingga tak lagi melihat daku si Dodon yang sedang duduk di pojok lepau ini?” ujar Dodon Tea memotong pembicaraan Emak Iyai.

“Baiklah Dodon Tea. Beri maaflah kekhilafan Emak tadi. Dodon Tea dan Umar Galie, menurut Emak, penegakan hukum di kampung kita sudah seumpama tebang pilih; sudah tidak adil,” jelas Emak Iyai.

Umar Galie menggangguk-angguk seumpama seekor balam yang sedang memikat lawannya sejenak setelah mendengarkan curahan perasaan Emak Iyai. Hal ini berbeda dengan reaksi Dodon Tea. Mukanya mulai memerah. Nafasnya menaik. Urat lehernya mulai menegang. Dadanya tampak betul naik turun.

“Aku, si Dodon, tidak setuju dengan pendapat Emak. Ucapan Emak itu menunjukkan ketidakpuasan atas penegakkan hukum di kampung kita ini,” suara Dodon Tea mulai meninggi sambil melabrak meja. Akibatnya, kedua piring tadah yang berisi air kopi yang baru saja dituangkan itu bergeser tiga sentimeter. Emak Iyai agak ketakutan. Umar Galie senyum-senyum kecil melihat tingkah Dodon Tea.

“Penegakan hukum yang bersifat tebang pilih itu pastilah tidak baik untuk rakyat kampung kita ini, Dodon Tea,” jelas Umar Galie. Emak Iyai mulai agak tenang karena merasa dapat pembelaan dari Umar Galie.

“Umar Galie, bagiku penegakkan hukum itu memang harus tebang pilih. Kalau tidak habis semua, berdesak-desakan penjara. Aku sudah melakukannya ketika membersihkan kebun karetku dulu. Setiap tebanganku, aku harus memilih-milih semak belukar dan pohon kayu yang akan ditebang. Jika tidak tebang pilih, habislah semuanya termasuk pohon karetku. Jadi, memang harus seperti itu penegakkan hukum itu, Umar Galie dan Emak,” tangkis Dodon Tea.

“Ah, aku yang jadi bingung atau kau yang semakin tea, Dodon. Tidak nyambung pembicaraan kita tentang hukum di negeri ini. Sudah. Sudahlah,” jawab Umar Galie mengalah. Emak Iyai menjadi semakin bingung memahami penjelasan Dodon Tea tersebut.

Bersambung ke espisode 12

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *