Hari Ini Kita Saling Berma’afan, Besok Puasa
HIKAYAT
DODON TEA dan UMAR GALIE
Oleh Ermanto Tolantang (Komunitas Sansai Film, Padang, Indonesia
Episode 1 s.d episode 24 klik disini;
UMAR Galie Bongkar Rahasia Kotak Suara Dari Kardus (Bag: 24)
Episode (25)
Saling Memaafkan
Pagi ini, semua peminum pagi sudah hadir di lepau Emak Iyai. Kehadiran ini adalah suatu kelaziman untuk waktu bermaafan di kampung demokrasi karena pagi ini adalah pagi terakhir sebelum menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan. Buya Bahar sudah menyandarkan tubuhnya di pojok lepau. Umar Galie duduk di sebelah Buya Bahar. Agak berhadapan yang dibatasi meja lepau, Dodon Tea duduk dengan posisi yang lebih santai dari biasanya. Tentu pula, Udin Kardus alias Udin Kaleru sudah duduk tepat di samping Dodon Tea.
“Baiklah sobat karib semuanya. Tentunya juga termasuk Emak Iyai,” suara Buya Bahar seumpama hendak memulai perundingan. “Inilah hari ‘tungga babeliang’. Seumpama si bungsu yang tidak beradik lagi. Semuanya maklumlah tentang itu,” suara Buya Bahar membuka heningnya pagi.
“Buya, maaf ya Buya. Apa maksud perkataan Buya ini. Tidak mengerti Dodon tentang maksud perkataan tersebut. Mohonlah Buya berjelas-jelas saja,” pinta Dodon Tea sedikit menyanggah penjelasan Buya Bahar.
“Benar sekali Buya. Udin sendiri menjadi bingung. Kok ada pula si bungsu yang tidak beradik lagi. Kalau namanya si bungsu pastilah tidak beradik lagi. Makanya Buya harus berjelas-jelas saja,” sanggah Udin Kaleru pula.
“Oh iya. Buya minta maaf. Perkataan Buya itu memang berupa perumpamaan yang tidak mungkin bisa dipahami oleh Dodon dan Udin. Buya tadi lupa bahwa di lepau ini sudah hadir Dodon dan Udin,” jawab Buya Bahar membela diri.
“Dodon dan Udin, maksud Buya itu, pagi ini adalah hari terakhir kita bisa minum pagi. Tidak ada lagi tambahannya. Besok kita sudah berpuasa. Jangan pula besok pagi kalian datang ke lepau ini. Emak Iyai pasti tidak membuka lepau ini, kecuali menjelang berbuka,” jelas Umar Galie.
“Oho begitu maksudnya. Jelaskanlah sejak tadi,” ujar Dodon Tea memaklumi. Udin Kaleru pun menggangguk pertanda mulai paham.
“Sebelum kita bermaafan, ini lembaran imsyakiyah Ramadan mohon dibagikan, Umar!” pinta Buya Bahar sembari memberikan lembaran imsyakiyah ke tangan Umar Galie.
“Buya, sebaiknys imsyakiyah ini tidak usah diberikan kepada Dodon dan Udin,” ujar Umar Galie. Dodon dan Udin menjadi heran.
“Kenapa begitu ya Umar Galie?” tanya Emak Iyai kaget.
“Umar takut saja, Emak dan Buya,” jawab Umar Galie.
“Takut bagaimana maksudmu Umar? Emak menjadi semakin bingung kembali tentang perkataanmu Umar!” tanya Emak Iyai
“Maksud Umar begini, Emak dan Buya. Kalau imsakiyah ini diberikan kepada Dodon dan Udin, Umar takut nanti jumlah hari puasa dan waktu berbuka ditambah oleh Dodon dan Udin. Kalau itu terjadi sengsaralah kita warga kampung demokrasi ini,” jelas Umar Galie. Rupa wajah Dodon Tea dan Udin Kaleru langsung berubah menjadi merah padam.
“Umar, tidak baik begitu! Besok kita sudah mulai berpuasa. Mari kita tidak lagi sindir-menyindir. Tidak lagi singgung-menyinggung. Mari kita bersihkan hati kita. Buya minta kepada semua yang hadir di lepau Emak Iyai ini, mari kita tundukkan dan kita taklukkan hati dan ego kita agar menjadi bersih dari noda apapun,” pituah Buya Bahar sehingga warga tertunduk dalam diam. “Untuk itu, mari kita sekarang bermaafan dalam batin dan kemudian ditunjukkan dalam jabat tangan. ‘Putih kapas dapat dilihat dan putih hati berkeadaan’,” ajak Buya Bahar lagi memulai untuk bermaafan.
Semuanya mengikuti ajakan Buya Bahar. Umar Galie, Dodon Tea, dan Udin Kardus berpelukan dan berpelukan erat. Lama sekali tiga berkarib ini berpelukan. Tak lama kemudian terdengar isak tangis dari pelukan mereka bertiga. Suasana lepau menjadi syahdu. Semua warga dalam hening dan ikut haru sembari mengeluarkan isak-isak kecil. Semakin haru pagi ini di lepau Emak Iyai. Seakan mereka menyadari bahwa orang yang paling berharga dalam hidup ini adalah kawan berkarib terdekat selain keluarga.
(Jika pembaca ingin menyaksikan keharuan suasana pagi ini, segeralah datang ke lepau Emak Iyai. Bagi pembaca yang belum tahu alamat lepau Emak Iyai langsung saja japri penulis).