Bupati Hendrajoni Cerita Tentang Gulai Pakih “Tak Buanca” (Bag 29)
Yang belum baca Bag 1 s.d bag 28 klik link di bawah ini;
Pernah Juara Baca Puisi Bupati Hendrajoni; Hobi Main Bolakaki dan Voli Pindai Menari (Bag 28)
Sambungan dari Bag 28
Batang Kapeh, pilarbangsanews.com — Pagi ini hari Senin (14/10/2019) kembali Bupati Hendrajoni datang berkunjung ke Lepau Mak Gambuang, memenuhi permintaan Utiah Kapeh cs mendengarkan kisah masa kecilnya.
Tadi sebelum mobil pak bupati tiba di Lepau Mak Gambuang, Mantan Walikota Padang 2 kali periode Dr H Fauzi Bahar M Si Datuk Nan Sati, telah lebih dahulu singgah di Lepau Mak Gambuang. Mantan walikota Padang yang bergelar Dt Nan Sati ini singgah ingin meluruskan pemberitaan atas dirinya. Sebelumnya diceritakan bahwa Fauzi Bahar (FB) akan mencalonkan Gubernur Sumbar, ternyata salah info. Yang benarnya adalah ketua IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) cabang Sumbar ini mencalonkan diri jadi balon wakil gubernur di Provinsi Kepri (kepulauan Riau).
Kata Bupati Pesisir Selatan, tadi mobilnya sempat berpapasan dengan mobil mantan walikota Padang itu. “Jadi mobil yang ngebut sobok samo kito ditingkungan itu mobil pak Fauzi Bahar tu Lex, ” kata bupati ke Alex, sopir mobil dinas bupati yang selalu setia membawa bupati kemana pergi.
ooOoo
Atas kesepakatan bersama antara Bupati dan Utiah Kapeh cs, mengingat panjangnya kisah yang akan diceritakan maka Bupati langsung dipersilahkan untuk memulai ceritanya.
“Silahkan mulai pak, ” kata Tam Arang dengan gaya meniru bagaikan seorang mahasiswa ber simulasi mempraktekkan mata kuliah seminar.
“Okey lah saya langsung saja mulai yo Tam, tapi sebelum mulai diminum kopi Mak Gambuang ko saraguak lu dih. Dibasua angkungan sakatek, bulih nyo lancar bacarito mangana maso saisuak,” kata Bupati sembari meraih gelas kopi persis berada dihadapannya.
“Ow…., hangek mah kopi ko baru,” kata Bupati menaruh kembali gelas kopi itu diatas piring kecil tadah gelasnya. Kemudian kopi didalam gelas itu dituangkan ke dalam piring tadah, agar supaya cepat dinginnya. Kebiasan bapak bapak pecandu minum kopi di Lepau Kopi, untuk mendingin kopinya, sebelum kopi itu diminum dituangkan lebih dahulu ke dalam piring tadah gelas. Setelah proses mendinginkan kopi ini dilakukan Bupati. Lalu kemudian baru Bupati nyeruput kopinya. “Yo padiah rasonyo kopi Mak Gambuang ko, ” kata Hendrajoni setelah kopi yang dia dinginkan tadi minumnya seteguk.
Den mulai carito pagi ko, setelah tamat SD. Menurut Bupati setelah dia menamatkan SD, dia melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Lengayang.
“Badan lah batambah tinggi juo. Tapi tugas membersihkan pekarangan rumah dan mencari kayu tetap saya yang di eS-Ka oleh ibuk, ” kata Hendrajoni, karena 3 orang dari anak laki laki ibuknya, yang tinggal dirumah hanya dirinya seorang, dua orang uda nya pergi merantau ke Jakarta.
Uda yang tertua dari Bupati bernama Ujang, merantau ke Jakarta berprofesi sebagai penggalas kaki lima di daerah Grogol Jakarta sedangkan uda nya yang no 2 waktu itu juga sudah merantau menjadi seorang guru di Jakarta.
Sedari kecil Bupati sering dibawa oleh ibuknya mencari pakih (sayur paku), mencari nangka muda. “Kalau urusan macari pakih, dulu den paling ligat, sabanta sajo lah dapek mengumpulkan Pakih agak sagulai, ” katanya bangga dengan pekerjaan masa kecilnya.
Bupati mengatakan, pada masa masa tahun 1969,1970 sampai tahun 1977 kehidupan ekonomi sangat lah sulit. Pegawai negeri, seperti guru gajinya tak cukup menutupi biayai hidup keluarga, meskipun telah dibantu dengan hasil panen pertanian ayahnya.
“Makan jo gulai pakih tak buanca, lah menjadi gaya hidup keluarga kami waktu itu,” kata bupati.
”Gulai Pakih tak buanca itu apa maksudnya, pak bupati, ” Mas Tartok bertanya.
” Gulai Pakih Tak Buanca itu adalah gule Pakis tok, tanpa dicampur ikan basah atau ikan kering. Digulai dengan lado kutu, wow sero. Kini kok taingat gule Pakis tak buanca itu, tabik salero dek nyo, ” kata Bupati dimana sekarang dia sudah jarang makan dengan gulai Pakis lado kutu (cabe rawit) itu.
“Dulu samaso ibuk masih hidup, saya kalau pulang kampung, ya saya cari Pakis itu sendiri dan minta pada ibuk, supaya digulai pakai lado kutu. Tapi dikasih lauk tukai (ikan kering). Sampai ka ubun ubun rasa enaknya kalau makan dengan Gulai Pakis yang saya sebutkan itu, ” kata Bupati mengenang kembali masa kecil dan masa mudanya.
“Jarak antara SMP 1 Lengayang itu dengan rumah ibuk bapak berapa KM, ” tanya Mas Tartok.
“Ada sekitar 6 KM. Kalau sekolah saya naik sepeda. Tapi sebelum Apa sanggup membelikan sepeda untuk saya, saya jalan kaki ke sekolah. Kalau jalan kaki harusnya pagi pagi sudah berangkat, kalau lewat dari pukul 6:30 agar jangan terlambat harus berlari ke sekolah. Tapi ada juga manfaat berjalan kaki dan berlari ke sekolah. Ternyata membantu saat masuk polisi, ” kata Bupati.
“Maksud bapak?”
“Iya masuk polisi itu kan ada tes olahraga dan jasmaninya. Salah satunya tes lari. Saya sudah terbiasa berlari ke sekolah di waktu Apa belum mampu belikan sepeda. Begitu maksudnya Mas Tartok, ” kata Bupati…
“Tiga tahun lamanya belajar di SMP. Setelah tamat saya nyambung ke SPG di Sungai Penuh Kerinci. Ibuk menyuruh saya nyambung di SPG itu biar nanti bisa jadi guru dan kalau sudah tua bisa dapat uang pensiun, ada jaminannya, begitu,” kata Bupati.
“Jadi bapak sempat sekolah di SPG? ” tanya Mas Tartok…..
Baca sambungannya klik dibawah ini;
Semasa SMA Bupati Hendrajoni Pernah Hidup “Nomaden” di Jakarta (bag; 30)
Baca juga:
Tak Mencalon di Sumbar, Tapi Balon Wagub Kepri, Fauzi Bahar; Tolong Ambo Jo Do’a