Dua Pilihan Sulit Dalam Ketakutan Wabah Covid-19
Oleh: Khadafi Azwar *)
Wabah Corona atau Covid-19, saat ini sedang menghantam dunia, bahkan telah membuat kepanikan luar biasa para peghuni bumi Allah SWT ini.
Dalam kepanikan, sebagian orang masih mampu menenangkan orang lain, meskipun dirinya sendiri berada dalam kegalauan dan ketertakutan, sama seperti yang dialami orang lain, hanya saja ia lebih tenang menghadapi rasa takut itu, sehingga bisa melakukan aktifitas bermanfaat.
Wabah ini bukan hanya menghantam kesehatan manusia, tapi juga menghantam sendi-sendi perekonomian dunia, khususnya pada tataran UMKM dan masyarakat ekonomi menengah ke bawah, sehingga banyak yang merasa ini bukan lagi ujian, melainkan hukuman Allah SWT.
Kondisi ini semakin diperparah dengan bertebaran berita hoax, hujatan dan ujaran kebencian pada pengambil kebijakan, dari orang-orang yang tidak lagi memiliki rasa kemanusiaan.
Covid-19 diketahui memiliki penularan cukup cepat, melalui percikan ludah, yang di dalamnya mengandung lendir dimana evidemi ini berkembang, yang tanpa sengaja terpercik dari mulut seorang penderita, menempel di tangan lalu tanpa disadari kita memasukkan dalam rongga hidung, mulut atau telinga.
Untuk menghindari hal tersebut, kita sudah disarankan pengambil kebijakan untuk tidak meninggalkan rumah, agar mata rantai penyebaran bisa diputus, dan evidemi corona atau covid-19 cepat teratasi.
Baca juga ;
Nasib Amerika Serikat Tragis, Penderita Corona Telah Capai 85.840
Nah, disini timbul permasalahan baru, tetap tinggal di rumah dengan konsekwensi mati usaha, atau abaikan anjuran pemerintah tetap berusaha dengan ancaman kematian diri sendiri. Ini merupakan pilihan sulit, namun harus harus ada pilihan, dalam bayang-bayang ketetakutan.
Pilihan teramat sulit ini mungkin tidak berlaku bagi jurnalis, karena pilihan terpahit harus dijalani. Demi memberi informasi benar dan akurat pada seluruh lapisan masyarakat, tentang perkembangan hantaman virus covid-19, jurnalis harus tetap keluar rumah dalam ancaman luar biasa penyebaran virus ini.
Dua pilihan sulit tersebut berkaitan dengan percepatan putusnya mata rantai penularan, kebijakan pemerintah untuk “merumahkan” warganya sudah cukup baik, namun masyarakat tetap ingin memenuhi kebutuhan hidup, dalam ancaman kematian.
Sekarang terpulang kembali kepada diri masing-masing, ikut saran pemerintah tidak keluar rumah dan memutus mata rantai penyebaran, dengan konsekwensi rontok atau matinya usaha. Atau tetap keluar rumah dalam ancaman kematian diri sendiri. Allah hu alam bis sawab.
Salam tangguh untuk jurnalis yang tetap setia bekerja untuk kebutuhan informasi masyarakat banyak.
*) Penulis Ketua IWO (Ikatan Wartawan Online) Sumbar dan pelaku usaha. Isi tanggung jawab penulis.