Cerpen; SAKARATUL MAUT SEORANG PEJUDI ( by Yulia)
PilarbangsaNews.com
Barkun adalah seorang pemuda kampung yang gemar berjudi. Tiap hari hanya itu yang dikerjakannya. Asma, istrinya, sering kali merasa kesal dengan tingkah lakunya yang lebih suka berjudi dibanding menafkahi anak istri.
Suatu hari, Barkun kalah telak saat main judi dan terutang dengan lawannya. Untuk melunasi utang taruhannya, Barkun terpaksa merelakan sepeda motor yang dikredit Asma saat dirinya masih lajang dan bekerja di luar negri.
Barkun pulang dari lapak judi jalan kaki. Berkali-kali dia menendang objek yang ada di depannya. Batu, kaleng bekas, botol bekas air mineral, bahkan ayam tetangga yang menghalangi langkahnya pun ditendang tanpa ampun.
Sesampainya di rumah, pria yang dulunya tampan ini langsung membaringkan tubuh kumalnya di kasur yang mulai tipis.
“Bang, kenapa pulang jalan kaki? Mana motor kita?” tanya Asma.
“Abang kalau taruhan, Dek. Tapi tenang saja, besok motor itu pasti kembali.”
“Dengan cara apa, Bang? Berjudi lagi?”
“Iyalah! Apalagi memangnya?” jawab Barkun sengit.
“Sudahlah Bang, berhentilah main judi! Tidak ada gunanya sama sekali. Kaya nggak, miskin pasti!” Asma berkata dengan nada suara tinggi.
“Kamu ini bukannya berdoa malah ngoceh saja! Sudah sana keluar, buatkan aku kopi!” teriak Barkun sebal.
Asma melangkah keluar sambil menghentakkan kaki. Dia tidak bisa menolak karena sangat mencintai suaminya.
Dulu saat pertama kali bertemu Barkun, dia sangat tergoda oleh ketampanan pemuda kampung itu. Semakin melambung lagi saat Barkun mengajak nikah. Padahal dia tidak tahu kalau Barkun hanya memanfaatkan saja. Gadis desa yang baru pulang dari luar negri, tentu punya banyak tabungan.
“Asmaaa!!! Mana kopinya! Lama sekali!” teriak Barkun dari dalam kamar.
“Sebentar Bang, kopi habis jadi tadi aku beli dulu di warung.” Asma berteriak tak mau kalah.
Tak lama secangkir kopi dan sepiring pisang goreng sudah hadir di hadapan Barkun.
“Hei, uang dari mana untuk membeli semua ini?” tanya Barkun.
“Adek ada tabungan sedikit, Bang.”
“Kalau gitu Abang pinjam dulu untuk menebus motor.” ucap Barkun sambil tersenyum manis.
“Jangan Bang, itu uang terakhir yang Adek punya.”
“Sudahlah, kalau tidak mau meminjamkan! Abang mau pinjam uang dengan si Lola, janda kaya di seberang sungai itu. Tapi … tau sendiri kan, Lola itu ganjen dan dia juga memang naksir dengan Abang dari dulu,” jawab Barkun santai. Matanya berkilat culas.
“Ya sudah, kalau memang Abang mau pinjam. Tapi ingat ya Bang, motor harus kembali.”
“Tenang saja, pasti motor itu bisa kembali.”
Asma pergi ke dapur untuk mengambil uang tabungannya.
Pasti pada bertanya kan, ngambil uang kok di dapur?
Ya iyalah, soalnya Asma menyembunyikan uang dalam wadah bumbu dapur.
Baiklah, kita kembali ke cerita.
Asma menyerahkan dua gulung uang seratus ribuan pada Barkun dengan wajah masam. Beda sekali dengan wajah Barkun yang sumringah saat menerima gulungan itu.
“Adek ini, sudah cantik, baik, banyak uang pula.” Barkun merayu istrinya.
Wajah Asma yang tadinya kecut langsung bersemu merah. Dasar perempuan, baru digombali sedikit saja sudah klepek-klepek.
Barkun beranjak dari rumah menuju lapak judi tempat dia meninggalkan motornya dengan semangat. Kali ini aku harus menang, ucapnya dalam hati.
Saat dia sampai teman-temannya sesama gamblers menyambutnya dengan suka cita. Dasar Barkun, bukannya menebus motor, uang yang diberikan istrinya tadi malah dipakai lagi untuk berjudi. Dia kalah telak. Uang habis motor tak tertebus. Habislah dia!
Barkun melangkah pulang dalam keadaan mabuk berat. Dia frustasi karena kekalahannya. Sambil melangkah sempoyongan pria yang dulunya tampan dan terawat ini menyanyikan lagu Judi milik Rhoma Irama.
Yang beriman bisa jadi murtad
Apalagi yang awam
Yang menang bisa menjadi jahat
Apalagi yang kalah
Yang kaya bisa jadi melarat
Apalagi yang miskin
Yang senang bisa jadi sengsara
Apalagi yang susah
Uang judi najis tiada berkah
Lalu dia tertawa terbahak-bahak. Tanpa disadari, dari arah berlawanan sebuah mobil meluncur ke arahnya dengan kecepatan tinggi. Barkun tidak sempat menghindar karena langkahnya yang berat. Tak ayal tubuh kurusnya terpental sejauh tiga meter. Barkun terkapar lemah dengan darah segar mengalir dari lubang hidung dan pelipisnya.
Tak butuh waktu lama, warga mulai berkerumun di sekeliling Barkun. Beberapa warga berusaha menolongnya. Mereka menyetop mobil yang lewat untuk membawa tubuh tak berdaya itu ke rumah sakit terdekat. Seorang warga yang mengenali Barkun, langsung berlari hendak mengabari istrinya.
Keadaan Barkun sangat memprihatikan. Tubuhnya kejang, matanya tertutup.
“As … As … As.” Itu terus yang diucapkannya.
“Dia memanggil istrinya tu! Nama istrinya kan Asma,” kata salah satu warga.
“Jemput saja istrinya, kasian dari tadi cuma nama istrinya yang dipanggil.”
Suara Barkun kembali terdengar, “As … As … As …”
Tak lama, warga yang tadi mengabari istrinya tiba di IGD. Wajah Asma pucat pasi, airmata menganak sungai mengalir di pipi mulusnya.
“As … As … As.” Suara Barkun kembali terdengar.
Air mata Asma bertambah deras. Dia tak menyangka suami yang selama ini sering bertindak kasar ternyata memanggil-manggil namanya saat sedang sekarat. Asma mendekati ranjang tempat Barkun berbaring, berharap ada keajaiban dengan kehadirannya. Dia memang kesal dengan tingkah Barkun, tapi dia tetap berharap yang terbaik bagi suaminya.
“Bang, ini Asma,” ucap Asma sambil menggenggam tangan suaminya.
“As … As … As …” ujar Barkun lagi.
“Iya, ini Asma, Bang.”
Barkun menggelengkan kepala. Darah seger kembali keluar dari pelipisnya.
Ada apa ini? Berkali-kali dia bilang As, tapi saat Asma datang dia masih tetap memanggil As … As … As.
Salah seorang warga, teman main judi Barkun mendekati ranjang dan mengeluarkan sesuatu dari sakunya.
“As yang ini, Kun?” ujarnya sambil memegang kartu remi As hati. Mata Barkun yang tadinya tertutup langsung membuka lebar.
“Asss ….” Suara Barkun terdengar semangat lalu dia mengembuskan napas untuk yang terakhir kali.
Demikianlah, akhirnya Barkun si penjudi meninggal karena diperlihatkan kartu As oleh kawannya.
Ingatlah para pembaca yang budiman … biasanya akan mencul kebiasaan yang lakukan, bila seseorang itu sedang menghadapi sakratul maut.
Cerpen by : Yulia
Metro, 16 April 2019
Foto diatas adalah foto penulis cerpen ini
Baca juga ;