Catatan Perjalanan Umroh

Tawaf Qudum dan Sa’i Kami Tunaikan pada Malam Hari (27)

Jika belum baca episode 26 klik link dibawah ini

Makkah Royal Clock Tower, “Jam Gadang” Tertinggi di Dunia ( Bag 26 )

Sakitar pukul  10:00 waktu Mekah atau pukul 02:00 WIB, rombongan jemaah telah berada dijalanan dari Majestic Hotel Masjidil Haram, berjarak sekitar 400 M paling jauh. Tak jauh disebrang jalan Majestic hotel ada terminal bus Ajyad.

Kami berombongan melintas jalan  di kawasan Ajyad itu. Sekitar 5 menit lamanya jalan  kaki kini kami telah sampai dipelataran Masjidil Haram Al Mukarramah.

Besepadan dengan areal Masjidil Haram, ada wc umum sekaligus tempat mengambil wudhuk. Papi Doli pingin buang air katanya. Kami menunggu dipelataran, setelah papi doli keluar rombongan memasuki Masjidil Haram untuk menunaikan sholat Isya berjemaah serta sholat sunnah lainnya.

Namun sebelum kami sholat, salah seorang diantara rombongan, yakni salah seorang dari kaum ibu-ibu bertanya ; bapak Datuak mana? Enggak kelihatan beliau. Pak datuak yang dimaksud Pak Amirudin Dt Rajo Intan.

“O ya tadi bapak itu kelihatan ke WC. Tapi setelah saya keluar saya tak melihat beliau lagi, saya pikir tadi mungkin beliau sudah lebih duluan keluar, ” kata Papi Doli.

Beberapa orang jemaah laki laki, termasuk saya kembali keluar masjid menuju WC yang dimaksud. Mutar mutar kami mencari, pak Amir balum juga  kelihatan dan ditemukan.

Sekitar 10 menit kemudian baru nampak muncul pak Amir bersama Ustadz Yopi.

“Dimana beliau ketemu Ustadz, ” tanya saya

“Disana wan, ” jawabnya sambil menujuk ke suatu arah di sekitar WC. Ustadz Yopi manggil saya Uwan ( om-mamak) , ibunya masih saudara dengan  saya.

Kami kembali ke dalam Masjidil Haram, untuk memulai sholat Isya berjemaah, yang di imami oleh mutawif kami ustadz Syamsuddin  Usai menunaikan sholat berjemaah  masing-masing  melanjutkan dengan sholat sunnah.

“Bapak ibu, jika sudah siap ayo kita mulai tawaf. Samua rombongan kini bergerak menuju pelataran Ka’bah, ” kata Ustadz Syamsuddin mengajak kami untuk menunaikan tawaf

Sesampai dipelataran Ka’bah, kami harus turun tangga pintu 1 (king Abdul Aziz)  untuk menunaikan Thawaf  qudum.

Thawaf  qudum dilakukan ketika jemaah  baru tiba di kota Mekkah serta baru memasuki Masjidil Haram.  Pelaksanaan thawaf qudum dilakukan oleh seorang muslim sebagai bentuk penghormatan kepada Masjidil Haram. Hukum pelaksanaan thawaf qudum adalah sunnah.

Kami memulai tawaf dari jenjang pintu 1 (king Abdul Aziz) sakitar 20 meter melangkah kaki mengelilingi Ka’bah   berlawanan arah Jarum jam, sampai pada kode lampu hijau.

Lampu hijau ini merupakan tanda bahwa ketika kita telah tepat dibawah lampu tersebut, berarti kita tepat berada di rukun Hajar Aswad. Di tahun2 yang sebelumnya hanya berupa garis hijau dilantai yang sejurus dengan hajar aswad. Nah.

Nabi SAW melakukan Thawaf di Baitullah di atas unta, setiap datang ke Rukun Aswad (sudut Ka’bah yang terdapat Hajar Aswad), beliau memberi isyarat dengan sesuatu yang dipegangnya dan bertakbir “. (HR.Bukhari. dg Fathul bari: 3/476)

Mendekat ke sudut Hajar Aswat sungguh sangat sulit bagi kita mendapat kesempatan. Apalagi kesempatan untuk mengusapnya.

Sebagai gantinya kita telah mengecupnya, kita bisa bertakbir dan memberikan isyarat dengan mengarahkan/mengangkat tangan kita ke arah Hajar Aswad kemudian mengecupnya. Memang.. alangkah baiknya dan bersyukurnya jika kita mampu mencium Hajar Aswad, namun itu tak perlu dipaksakan.

Dikutip dari blog Lazuardi Mekkah, Hajar Aswad adalah “batu hitam” yang terletak di sudut sebelah Tenggara Ka’bah, yaitu sudut darimana Tawaf dimulai. Hajar Aswad merupakan jenis batu ‘RUBY’ yang diturunkan Allah dari surga melalui malaikat Jibril.

Hajar Aswad terdiri dari delapan keping yang terkumpul dan diikat dengan lingkaran perak. Batu hitam itu sudah licin karena terus menerus di kecup, dicium dan diusap-usap oleh jutaan bahkan milyaran manusia sejak Nabi Adam, yaitu jamaah yang datang ke Baitullah, baik untuk haji maupun untuk tujuan Umrah.

Nenek moyang Rasulullah, termasuk kakeknya Abdul Muthalib adalah para ahli waris dan pengurus Ka’bah. Atau secara spesifik  penanggung jawab air zamzam yang selalu menjadi primadona dan incaran para jemaah haji dan para penziarah.

Satu riwayat Sahih lainnya menyatakan:
 Rukun (HajarAswad) dan makam (Batu/Makam Ibrahim) berasal dari batu-batu ruby syurga yang kalau tidak karena sentuhan dosa-dosa manusia akan dapat menyinari antara timur dan barat. Setiap orang sakit yang memegangnya akan sembuh dari sakitnya”

Hadist Sahih riwayat Imam Bathaqie dan Ibnu ‘Abas RA, bahwa Rasul SAW bersabda:
“Allah akan membangkitkan Al-Hajar (Hajar Aswad) pada hari kiamat. Ia dapat melihat dan dapat berkata. Ia akan menjadi saksi terhadap orang yang pernah memegangnya dengan ikhlas dan benar”.

Hadis Siti Aisyah RA mengatakan bahwa Rasul SAW bersabda:
“Nikmatilah (peganglah) Hajar Aswad ini sebelum diangkat (dari bumi). Ia berasal dari syurga dan setiap sesuatu yang keluar dari syurga akan kembali ke syurga sebelum kiamat”.

Berdasarkan bunyi Hadist itulah antara lain maka setiap jamaah haji baik yang mengerti maupun tidak mengerti akan senantiasa menjadikan Hajar Aswad sebagai ‘target’ berburu. Saya harus menciumnya. 

Mencium Hajar Aswad!!!.
Tapi apa bisa? Dua juta jemaah, datang dimusim haji secara bersamaan dan antri untuk keperluan dan target yang sama. Begitu padatnya, maka anda harus rela dan ikhlas untuk hanya bisa memberii ‘kecupan’ jarak jauh sembari melafaskan basmalah dan takbir: Bismillah Wallahu Akbar.

Hadis tersebut mengatakan bahwa disunatkan membaca do’a ketika hendak istilam (mengusap) atau melambainya pada permulaan thawaf atau pada setiap putaran, sebagai mana, diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA. Artinya:
“Bahwa Nabi Muhammad SAW datang ke Ka’bah lalu diusapnya Hajar Aswad sambil membaca Bismillah Wallahu Akbar”.

Usai melaksana tawaf qudum ini kami lngsung menelaksanakan sa’i

Saya bersama mama papi doli

Apa itu Sa’i?

Sa’i adalah salah satu syarat rukun haji, di mana para jamaah haji akan berjalan dari bukit shafa ke bukit marwah, begitu pun sebaliknya.

Sai dilakukan setelah melaksanakan thawaf selama tujuh putaran. Sai biasanya dilakukan tidak jauh dari tempat thawaf, karena itu para jama’ah dapat langsung melakukan Sai apabila thawaf sudah selesai.

Lalu apa saja syarat melaksanakan Sa’i?

Seiring berjalannya waktu sekarang ini telah ada penanda yang sudah memudahkan para jama’ah. Biasanya jama’ah dapat berjalan seperti biasa sebelum muncul tanda hijau.

Papi doli, mamanya dan saya

Namun apabila mendekati atau sekitar enam hasta, jama’ah harus mempercepat langkah bahkan berlari kecil sampai tanda tersebut berakhir. Anda harus paham hal tersebut untuk mendapatkan Sai yang sempurna.

Hal yang dilakukan setelah selesai melakukan tujuh kali perjalanan dan berhenti di Bukit Marwah tentu saja menaiki bukit dan menghadap kearah Bukit Shafa, lalu berdoa dengan posisi tersebut. Sai dianggap telah selesai dengan ditandai menggunting rambut sekurangnya 7 helai.

Om Porzil , Denti (istri om Porzil), Mama Papi doli dan saya

Prosesi kedua proses ibadah itu berakhir pada pukul  00;20 waktu Mekkah.

Bersambung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *