Khotib dan Imam Sholat Jum’at Syeikh Sudais yang Semasa Kecil Sering dikutuk Ibunya (28)
Sebaiknya baca dulu episode sebelumnya (27), klik link di bawah ini;
Tawaf Qudum dan Sa’i Kami Tunaikan pada Malam Hari (27)
Usai melaksanakan tawaf Qudum dan sa’i, kaki terasa penat. Pinggang sakit, tapi untung saya masih bisa melaksanakan sa’i berlari-lari kecil disaat melewati areal yang telah ditentukan.
Di hotel kami istirahat dan tidur hanya beberapa jam. Kemudian bangun lagi untuk menunaikan subuh ke Masjidil Haram.
Untuk mendapatkan syaf dipelataran Ka’bah kita harus cepat-cepat bangun. Saya dan papi doli waktu agak terlambat, pintu turun pelataran Ka’bah telah ditutup. Sehingga kami hanya dapat sholat di dalam masjid saja.
Sholat di Masjidil Haram pahalanya 100.000 kali lipat dibanding sholat di Masjid Istiqlal Jakarta, atau Masjid megah di kota kecil Painan.
Kesempatan itu mestinya dimanfaatkan sabaik baiknya oleh jema’ah yang melaksanakan haji atau Umroh.
Subuh itu hari Jum’at tanggal 6/12/2019, kaki dan pinggang masih terasa sakit. Saya ajak papi doli kembali ke hotel usai melaksanakan sholat subuh.
Dihotel lantai M, lantai tempat jemaah makan, sudah terhidang menu sarapan pagi. Sebelum ke kamar saya sarapan dulu bersama papi doli. Mama papi doli entah dimana, dia mungkin dalam perjalanan pulang ke hotel dari masjid bersama teman teman sesama jemaah wanita.
Kebiasaan Di Tanah Air kalau pergi jum’at itu setelah pengurus menyampaikan pengumuman terkait rencana pembangunan dan posisi keuangan masjid. Itu biasa pukul 12:05 WIB.
Di Mekkah kebiasaan di tanah air itu kebawa-bawa, akibat tempat sholat di lantai masjid penuh. Kami tidak dapat menunaikan sholat dipelataran Ka’bah.
Ini baru umrah apalagi saat haji. Jutaan manusia berkumpul di satu titik, sangat luar biasa ramainya.
Pada jum’at tanggal 6/12/2019 itu yang menjadi khotib adalah Syeikh Sudais. Saya belum tahu kalau yang menjadi khotib itu adalah imam Masjidil Haram yang sangat terkenal.
Diakun Facebooknya Ustadz Yopi menulis bahwa dia sangat beruntung bisa mendengar langsung suara khas dari Syeikh Abdurrahman bin Abdul Aziz As-Sudais.
“Kepada Ustadz Yopi saya bertanya apa kelebihan suara Syeikh Sudais itu, Tad, ” tanya saya ke Yopi.
“Suara beliau itu lain wan serak-serak dikit, tapi merdu sampai ke telinga,” kata ustadz Yopi.
Ustadz Yopi mengaku bisa merekam suara Syeikh Sudais dangan alat perekam yang ada di handphonenya.
Saya juga tadi sempat merekam khotbahnya Syeikh Sudais dengan gadget saya.
Siapa Syeikh Sudais?
Lahir di Riyadh, 10 Februari 1960, dikenal sebagai ulama berpandangan moderat dan dekat dengan istana.
Penampilan sederhana. Lahir dan dibesarkan dari Bani Anza. Pada usia yang sangat belia, 12 tahun Sudais kecil telah berhasil menghafal 30 juz Al Quran
Pendidikan formalnya dimulai di Al-Muntaha bin Harits, kemudian kuliah di Fakultas Syariah Universitas Imam Muhammad bin Saud Riyadh, Arab Saudi.
Di tahun 1984, untuk pertama kalinya, Syeikh Sudais ditunjuk sebagai salah satu khotib di Masjidil Haram. Kala itu, ia tengah menjadi imam sholat Ashar pada 22 Syaban 1404 Hijriyah, bertepatan dengan 23 Mei 1984. Dan di tahun yang sama, ia meraih gelar Master Degree, dengan predikat Excellent. Setelah itu, Syeikh Sudais menjadi dosen di Fakultas Syariah Universitas Ummul Qura, Mekah. Di universitas tertua dan ternama ini pula, ia meraih gelar doktor.
BUAH KUTUKAN IBUNYA
Dikutip dari Madaninews.id, Lantunan ayat-ayat suci Al-Quran yang dikumandangkan begitu familiar. Bahkan favorit sebagian besar kaum muslim di dunia, termasuk umat Islam Indonesia.
Lantas, siapa yang menyangka tampilnya Syeikh Sudais sebagai Imam besar Masjidil Haram merupakan buah dari ‘kutukan’ ibunya. Dan memang, Allah senantiasa mengabulkan doa seorang ibu untuk anaknya. Seperti yang dilakukan ibu Sudais. kecil kala itu.
Begini ceritanya, kala itu Sudais kecil tengah asyik bermain tanah. Di saat yang sama, ibunya sibuk menyiapkan hidangan makanan untuk tetamu yang hendak berkunjung. Ketika jamuan telah tersaji, para tamu belum datang, tiba-tiba tangan mungil Sudais kecil menaburkan segenggam tanah ke atas makanan. Sontak, melihat kelakuan nakal sang anak, ibu pun marah besar. “idzhab ja’alakallahu imaaman lil haramain (pergi kamu, biar kamu jadi Imam di Haramain),” ujar sang ibu dengan nada marah.
Entah apakah ini doa atau kutukan seorang ibu. Yang pasti, intinya ibunya memang menginginkannya menjadi orang yang bermanfaat bagi umat. Dan dalam kesehariannya, sang ibunda kerap memanggil Syeikh Sudais kecil dengan sebutan “Ya Abdurrahman, ya hafidzal quran, ya imamal masjidil haram.” Rupanya lewat panggilan itulah doa yang kerap diucapkan ibu kepadanya.
Kini, Syeikh Sudais tak sekadar hafidz, tapi suaranya yang begitu indah kala melantunkan ayat-ayat Al-Quran begitu menyejukkan hati. Pada tahun 2012 Syeikh Sudais mengemban amanah dari Kerajaan Arab Saudi, sebagai Kepala Dua Tanah Suci, Makkah AlMukarramah dan Madinah Al-Munawarah. Sebuah jabatan khusus setingkat menteri di Arab Saudi.
Syeikh Sudais pernah menjadi imam sekaligus khatib di Masjid Istiqlal Jakarta. Setelah sebelumnya bertemu Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Negara. Usai sholat Jumat, kemudian dilanjutkan kunjungan ke Universitas Al-Azhar Indonesia.
Bahkan beberapa hari sebelumnya, Syeikh Sudais berkeliling ke beberapa tempat untuk memenuhi undangan. Salah satunya menjadi pembicara pada seminar internasional tentang Nilai Moderat Alquran dan Hadis serta Penerapannya pada Masa Modern di Kerajaan Arab Saudi dan Republik Indonesia pada 28 Oktober 2014 lalu, di Hotel Shangrilla Jakarta.
Di setiap kesempatan itu, Syeikh Sudais senantiasa menyampaikan salam dari Raja Abdullah bin Abdul Aziz untuk segenap kaum muslimin Indonesia. “Kami sampaikan terimakasih atas sambutan yang begitu hangat dalam menyambut kehadiran kami. Saya senantiasa doakan kalian di Masjidil Haram,” ujar Syekh Sudais.
bersambung…..