.

Masyarakat Setuju Vaksin, Tetapi Perubahan Perilaku Lebih Penting

Padang, PilarbangsaNews

Baru saja dilaksanakan webinar “Satukan Asa, Kuatkan Usaha, Tuntaskan Covid-19 (SAKATO)” dengan tema “Harapan dan Kesiapan Masyarakat untuk Vaksin Covid-19” diselenggarakan oleh Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Andalas pada hari Sabtu (24/10) mulai pukul 8.30 WIB.

Penyampaian materi pertama oleh Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc, PhD selaku ketua tim dan juru bicara komite penanganam Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

“Harusnya pendekatannya preventif dan promotif, caranya adalah perubahan perubahan perilaku. Seluruh dunia melihatnya dari kasus. Padahal dengan kita memantau setiap titik perubahan perilaku baik individu maupun institusi, ini bisa menjadi inovasi,” ujar Prof. Wiku.

Pak Wiku juga menyampaikan bahwa Indonesia harus bisa mengubah dari kedaruratan kesehatan masyarakat menjadi ketahanan kesehatan masyarakat.

“Infrastruktur harus handal di semua tempat. Kalau tidak, akan terserang. Jika kita tidak bisa memperbaiki ini, maka apabila diserang oleh penyakit lainnya kita tidak akan mampu untuk menahannya. Maka dari itu kita harus membuat perubahan perilaku, promotif preventif lebih penting dari kuratif,” kata Prof. Wiku.

Materi selanjutnya disampaikan oleh Prof. Dr. dr. Rizanda Machmud, M.Kes,FISPH,FISCM terkait herd immunity. “Ambang batas herd immunity 70%, masyarakat yang sudah divaksin itu imunnya akan terbentuk sehingga melindungi jumlah orang yang tidak divaksin atau tidak mendapatkan vaksin,” ujar Prof. Rizanda.

Prof. Rizanda juga menyampaikan kesalah pahaman masyarakat terhadap herd immunity. “Herd immunity dicapai dengan melindungi orang dari virus, bukan dengan membuat mereka terpapar virus. Jadi jangan salah paham lagi,” jelas Prof. Rizanda.

Sesi selanjutnya dr. Hardisman, MHID, PhD sebagai tim survey kesiapan masyarakat untuk vaksin Covid-19 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas menyebutkan terkait harapan dan kesiapan masyarakat untuk vaksin Covid-19.

“Tanggapan masyarakat sangat baik. Apabila masyarakat mendapatkan vaksin maka akan mendapatkan juga kekebalan tubuh,” ujar dr. Hardisman.

Pak Hardisman juga menyampaikan intensi berpartisipasi dan pembelian vaksin menggunakan biaya pribadi. “Hampir 90% masyarakat ternyata setuju vaksinasi. Padahal dugaan awal kami bahwa mayarakat bakal menolak. Berbeda kalau seandainya berbayar. Kalau dibebankan kepada dana pribadi masyarakat, kurang dari 60% bersedia untuk membayar vaksin,” kata dr. Hardisman.

Dr. Neni Nurainy, Apt pada sesi keempat menjelaskan proses kandungan dan keamanan dari vaksin Covid-19. “Pengembangan vaksin membutuhkan waktu yang cukup panjang. Hasil riset, pengembangan, clinical study 3 fase. Data-data inilah yang akan disampaikan ke BPOM agar dapat di-approve dan selanjutnya disebar luaskan,” ujar Dr. Neni.

Dr. Neni juga menyampaikan tantangan dalam pengembangan vaksin. “Biaya cukup tinggi, tidak ada garansi dipakai rutin. Tidak hanya dibebankan oleh company tapi harus dipikirkan oleh global fund,” kata Dr. Neni.

Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno juga ikut serta menyampaikan pandangan beliau bagaimana kesiapan dan masyarakat sumbar terkait vaksinasi Covid-19.

“Kami melihat bahwa sesuatu yang paling penting adalah sosialisasi. Karena banyak simpang siur informasi di tengah masyarakat. Itulah tugas pemerintah dan stakeholder meyakinkan masyarakat mengenai vaksin,” ujar Gubernur Sumbar.

“Vaksin sebagai jalan keluar pandemi, kita berharap betul untuk cepat hadir untuk menyelesaikan pandemi ini,” sambung Irwan Prayitno.

Sesi selanjutnya adalah penyampaian materi oleh dr. Achmad Yurianto selaku Staff Ahli Kementrian Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi mengenai roadmap, implementasi vaksin, tantangan dan persiapan vaksin.

“Masyarakat belum bisa menjadi subjek pengendalian Covid-19. Kita tidak memanajemen public health emergency sebelumnya. Upaya mencegah adalah yang paling penting. Primary prevention adalah mencegah paparan. Sedangkan vaksinasi adalah untuk mencegah sakit,” ujar dr. Yuri.

“Kebal bukan berarti tidak terpapar, dia tidak sakit tapi terpapar. Apabila dia kontak dengan orang lain maka orang lain akan terkena dampaknya,” tutup dr. Yuri.(Gian)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *