.

Jangan Dicari Lagi Mbak Penjual Jamu di Atas Ferry Bakauheni-Merak…

Oleh Gusfen Khairul (Wartawan)

Begitu bus NPM yang saya tumpangi sampai di Pelabuhan Bakauheni Lampung pada Selasa 6 September 2022, ingatan saya menerawang ketika masih bujangan dulu naik kapal penyeberangan atau ferry ini. Di dalam kapal, disela-sela badan bus dan truk, tiba-tiba sudah muncul saja beberapa orang Mbak yang berjualan jamu gendong. Bapak ibu mungkin pernah pula mendengar cerita tentang ini.

Sambil mencongkong atau tepatnya jongkok, biasanya dua hingga tiga lelaki mengelilingi satu orang Mbak penjual jamu yang biasanya berparas bersih dan terawat. Obrolan di tempat yang bercahaya sekadarnya itupun sudah bisa ditebak, yaitu seputar keperkasaan laki-laki, tentang kepuasan berhubungan intim, sampai pada cerita ini dan itu. Mbak penjual jamu ini pun kadang meladeni pula pembicaraan dengan menawarkan aneka jamu sehat lelaki, jamu kejantanan dengan segala khasiatnya. Lalu terdengarlah suara terbahak-bahak, kadang disertai cubitan dan senyum dikulum.

Mbak penjual jamu ini tidak sendirian. Paling tidak jumlahnya mungkin tiga hingga lima orang, mereka mencari pelanggan di sela-sela truk dan bus di lantai satu kapal ferry. Pelanggannya lebih banyak para sopir, knek dan bapak-bapak penumpang bus, yang memang iseng ingin bertemu Mbak penjual jamu ini.

Itulah ingatan saya ketika 20 tahun lalu ketika naik kapal ferry di Pelabuhan Panjang, kemudian beralih ke Pelabuhan Bakauheni di Lampung ini, menuju Pelabuhan Merak. Tepatnya menyeberangi Selat Sunda. Anda pun, saya yakin, mungkin punya pengalaman yang mirip-mirip atau lebih dari yang saya ceritakan ini. Tapi, sekali lagi, itu benar-benar cerita masa lalu…

Ngopi enak di lantai empat ferry KMP Sebuku

Pada hari Selasa 6 September 2022 sekitar pukul 16.30 WIB, ketika saya dan seorang wartawan Charles Zein naik ke kapal ferry KMP Sebuku bersama bus NPM yang saya tumpangi di Pelabuhan Bakauheni, saya cari-cari lagi Mbak penjual jamu itu. Ingat lagi kenangan 20 tahun lalu.

Saya sigi di balik truk atau di samping bus yang bersusun. Tidak ada. Kosong melompong manusia di lantai satu kapal KMP Sebuku itu, yang ada hanya bus dan truk bersusun rapi. Di lantai dua juga tersusun mobil sedan dan minibus. Sedangkan di lantai tiga terdapat ruang lapang ber-AC lengkap dengan kursi empuk dan ruang terbuka dengan kursi tertata rapi. Ada tempat penjualan minuman dan makanan ringan.

Pada kemana para Mbak penjual jamu yang dulu ada di lantai satu setiap kapal ferry yang menyeberang dari Bakauheni ke Pelabuhan Merak. Saya ingin mendengar tawa menggoda dan senyum dikulum dari Mbak itu. Ternyata, tidak ada lagi. Tidak ditemukan lagi Mbak penjual jamu gendong di atas kapal ferry yang melintasi Selat Sunda ini.

Saya naik ke lantai tiga KMP Sebuku ini. Banyak juga kursi dan meja yang terbuka dengan angin laut sepoi-sepoi. Ada toilet di lantai tiga ini. Lazimnya toilet yang dipakai untuk umum, mestinya setiap trip pelayaran harus dibersihkan, dikuras dan tersedia air siram yang cukup. Sehingga kesan toilet umum yang bau pesing dapat dihindari. Jumlah toiletnya kalau bisa ditambah beberapa kamar lagi, karena sering terlihat antri di depan toilet ini.

Di lantai empat KMP Sebuku milik ASDP pemandangan lebih hebat lagi. Di geladak ada bangku-bangku santai seperti di taman, ada meja ala cafe, lengkap dengan minuman panas dan dingin. Luar biasa, betul-betul seperti cafe terapung suasana di lantai empat itu, disanalah saya menyeruput segelas capuccino panas. Selain saya, di lantai empat itu memang lebih banyak seumuran anak saya. Mereka gadis dan bujang dengan lagak agak berlebih, berkacamata hitam, kaos dan jins, serta beragam aroma parfum. Wangi pastinya. Tampak mereka-mereka di lantai empat ferry KMP Sebuku ini asik berselfi-ria dengan telepon genggamnya.

Jadi, jika Anda naik kapal ferry di Bakauheni-Merak dan masih ingin bersua juga dengan Mbak penjual jamu gendong di lantai kapal, maka Anda pasti akan kecele. Mbak penjual jamu sudah tidak ada lagi. Kalau ada pikiran menyerempet ke arah itu, buanglah jauh-jauh. Tidak akan dapat Anda mencubit atau dicubit Mbak penjual jamu gendong itu lagi. Suasana di kapal ferry sudah jauh berubah. Kondisi setiap lantai kapal kini bersih, jauh dari kesan kumuh. Terasa lebih nyaman. Dan yang paling penting dicatat, suasana kekinian ada di tengah Selat Sunda itu, ya, seperti do lantai tiga dan cafe terapung di lantai empat KMP Sebuku tadi.

Sekadar pengetahuan, kapal ferry KMP Sebuku ini merupakan kapal jenis Ro Ro yang merupakan milik ASDP (Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan). Ada delapan kapal ferry dibawah ASDP yang berlalu lalang di Selat Sunda ini, salah satunya KMP Sebuku dengan kapasitas 5.000 GT. Perutnya mampu memuat 26 trailer, tonton 2 unit, truk/bus 37 buah dan 77 mobil kecil jenis sedan. Untuk orang dapat ditampung hampir 800 orang, ditempatkan di beberapa lantai yang ada.

Di geladak KMP Sebuku

Nama KMP Sebuku diambil dari nama pulau terbesar di Selat Sunda, tepatnya di perairan Lampung Selatan. Sekitar 2,5 dari ujung Pulau Sumatera. Sejauh ini, KMP Sebuku merupakan ferry terbesar yang dimiliki ASDP dan merupakan hasil produksi galangan kapal di dalam negeri.

Secara keseluruhan, pelayaran penyeberangan Bakauheni-Merak ini dilayani oleh 71 kapal ferry. Namun beroperasi bergantian, sehingga setiap harinya ada sekitar 35 kapal ferry yang bolak balik melayani angkutan orang, kendaraan dan barang di sepanjang Selat Sunda ini. Jadi cukup ramai juga, apalagi kalau sudah musim mudik lebaran, maka kesibukan lalu lintas kapal ferry luar biasa padatnya.

Rupanya, setelah era Mbak penjual jamu gendong berakhir di atas kapal ferry ini, secara spontan kini terbangun pula peluang uang masuk baru. Antara lain, ini yang saya simak ceritanya, adanya orang yang mencari ongkos murah untuk pulang ke Sumatera. Dari Jakarta, ia ke Pelabuhan Merak naik bis, angkutan umum lain atau diantar oleh saudaranya. Kemudian, di kapal ferry ia temui knek atau sopir bus, lalu bernegolah soal ongkos. Maka dapatlah ia ongkos murah hingga separuh harga untuk bisa sampai ke Medan, ke Padang atau ke Solok.

Bisnis lainnya yang terjadi di atas kapal ferry adalah jual beli mobil bekas. Di atas kapal ferry itu rupanya setiap trip selalu ada mobil bekas yang dibeli dari Jakarta untuk dibawa ke berbagai provinsi di Sumatera. Para pencari mobil kadang bertemu ruas dengan buku di atas kapal itu, maka terjadilah transaksi. Waktu saya di atas kapal ferry KMP Sebuku, ada penumpang bus ngobrol dengan makelar mobil. Cerita punya cerita, akhirnya terjadi transaksi mobil Honda CRV bekas warna putih. Pembelinya orang dari Solok, sehingga mobilnya yang berada di Pelabuhan Merak, langsung diantar ke Solok oleh sopir yang sekaligus makelar mobilnya itu.

Bersama Charles Zein

O ya, saya di atas kapal ferry KMP Sebuku kebetulan berkenalan pula dengan seorang lelaki bernama Ikhsan (41) saat kami sama-sama memesan cappucino panas. Dia sopir mobil pribadi yang membawa mobil untuk dijual di Padang dan Bukittinggi. Jadi pergi ke Jakarta naik bus. “Bang Gusfen kalau nanti pulang ke Padang kontak saya, mana tahu saya lagi mau pulang bawa mobil Pajero atau Fortuner. Kan ada kawan saya, dari pada saya sendirian. Lagi pula dapat bertambah belanja adik Abang ini,” kata Ikhsan berharap.

Sedang asik-asiknya kami bercerita dengan Ikhsan dan Charles Zein, tiba-tiba masuk pesan WhatsApp yang isinya berupa gambar video. Ooo… rupanya video lagu Minang berjudul Antaro Merak Bakauheni yang diciptakan dan dinyanyikan oleh Yan Guci. Lagu itu dikirimkan Uda Zulnadi yang juga Ketua SMSI Sumbar yang mengetahui saya sedang berlayar di Selat Sunda. “Ini video untuk penambah-nambah inspirasi menulis,” kata Uda Zulnadi.

Cukup enak lagunya, liriknya sebagai berikut;

Antaro Merak Bakauheni (Cipt Yan Guci)

Di ateh kapa nan sadang bajalan
Denai manangih mangatai diri
Karantau urang bukannyo denai bagadang hati
Di kampuang salamo ko oi dun sanak hati den ibo

Antaro Merak jo Bakauheni
Antaro saba jo gadang hati
Den tinggakan kampuang nan denai cinto
Dek harok ka batuka untuang jo parasaian

Ujuangnyo Lampuang di Martapura
Oi mandeh kanduang tolong jo doa
Denai di rantau bukannyo sanang
Manyambuang hiduik nan tabangkalai

Bialah kanji bacampua luo
Di makan urang di bawah talang
Bialah kini hati den ibo
Untuang kok isuak lai ka sanang

Antaro Merak jo Bakauheni
Antaro saba jo gadang hati
Den tinggakan kampuang nan denai cinto
Dek harok ka batuka untuang jo parasaian

Terjemahan lagu ini dalam bahasa Indonesia sebagai berikut;

Antara Merak Bakauheni (Cipt Yan Guci)

Di atas kapal yang sedang berlayar
Saya menangis mengatai diri
Kerantau orang bukannya saya bersenang hati
Di kampung selama ini oii hati saya iba

Antara Merak dan Bakauheni
Antara sabar dan senang hati
Saya tinggalkan kampung yang saya cintai
Saya harap berganti nasib yang lebih baik

Ujungnya Lampung di Martapura
Oi ibu kandung tolong dengan doa
Saya di rantau bukannya senang
Melanjutkan hidup yang terbengkalai

Biarlah kanji bercampur gula
Di makan orang di bawah talang
Biarlah kini hati saya hiba
Mudah-mudahan nanti bisa senang

Antara Merak dan Bakauheni
Antara sabar dan senang hati
Saya tinggalkan kampung yang saya cintai
Dengan harapan berganti nasib jadi lebih baik

Lagu ini tentang anak muda Minang yang merantau ke Pulau Jawa. Dia tinggalkan kampung halaman dengan hati iba untuk berusaha mengubah nasib lebih baik di perantauan. Sebuah curhat dan ratap anak muda yang mengadu nasib yang didendangkan dalam pelayaran di Selat Sunda.

Kalau mau mendengar lagu ini secara lengkapnya, silahkan searching di YouTube dan nikmati sepuasnya. Musiknya apik dan syairnya sendu namun ada tekad kuat dari seorang anak muda Minang untuk berhasil di tanah rantau.

Tak terasa waktu berlalu hingga satu setengah jam. Tadinya, saya berada di Pulau Sumatera sudah merapat di Pelabuhan Merak yang berada di Pulau Jawa. Sebagai salah seorang penumpang bus merek NPM dari Padang menuju Jakarta, saya bergegas naik kembali ke bus. Dalam keremangan cahaya lampu jalan, bus kemudian melaju menuju ibukota Republik Indonesia. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *