.

“PAK BURHAN” (Oleh Wandra Ilyas)

.
Alumni sebuah SMA melakukan reuni di pinggir pantai, sekaligus mengundang guru-guru mereka untuk datang. Ada ungkapan yang memotivasi mereka, “Guru mungkin bukan orang hebat, tetapi semua orang hebat berawal dari jasa seorang guru”.
.
Pak Burhan adalah salah satu guru mereka yang ikut hadir dalam pertemuan itu. Bahkan sempat duduk satu meja dengan tiga orang alumni: Tedi pejabat di kantor pemerintahan, Dio pengusaha dan Taufan dokter spesialis. Mereka adalah orang-orang sukses yang mensponsori acara reuni tersebut.
.
“Bapak bangga melihat kalian telah sukses”, kata Pak Burhan kepada ketiga orang mantan siswanya itu.
“Alhamdulillah, berkat doa Bapak. Walaupun saya dulu tidak termasuk siswa peringkat kelas”, kata Dio.
“Tapi, kalian bertiga adalah anak-anak pintar dan aktif mengikuti kegiatan sekolah”, tambah Pak Burhan.
.
“Beda ya, Pak dengan Fauzul si juara matematika dan bahasa Inggris itu”, sela Tedi kemudian.
“Oh ya, Fauzul ? Dia tidak kelihatan, di mana dia sekarang ?”, tanya Pak Burhan tiba-tiba.
“Fauzul tidak ikut Pak, dia tinggal di Jakarta”, kata Tedi menjelaskan.
“Oh, di Jakarta. Dia tamat di perguruan tinggi mana ?”, tanya Pak Burhan lagi.
“Fauzul tamatan fakultas teknik di salah satu perguruan tinggi di Jakarta, Pak”, tambah Dio.

Baca juga:

Bertemu Setelah Dia Pergi (Oleh: Wandra Ilyas)


“Lalu, Fauzul sekarang kerjanya di mana ?”, tanya Pak Burhan ingin tahu, setelah mereka sama-sama terdiam beberapa saat.
“Kami dengar-dengar Fauzul bekerja pada sebuah kantor swasta. Tetapi, kami tidak tahu pasti di bagian apa”, jawab Taufan.
“Saya sudah berniat untuk mengajak Fauzul bergabung bekerja di perusahaan saya dalam waktu dekat ini, Pak”, kata Dio menjelaskan.
“Syukur Alhamdulillah, memang begitu hendaknya, kita sebagai kawan harus saling tolong menolong”, ucap Pak Burhan.
“Insya Allah Pak”, jawab Dio mengakhiri perbincangan mereka.

****
Pak Burhan kembali teringat ke beberapa tahun yang lalu, waktu mereka itu masih sama-sama di SMA, terutama kepada sosok Fauzul. Dia memang anak pintar. Nilai matematika dan bahasa Inggrisnya sangat memuaskan. Sayangnya mata pelajaran atau bidang studi yang lain dia abaikan, artinya kurang diminatinya. Sementara, pergaulan dengan teman-teman dan mengikuti kegiatan sekolah juga kurang.
.
Fauzul sering bolos pada jam-jam tertentu. Banyak guru-guru kurang senang pada prilaku Fauzul seperti itu. Wali kelas dan guru BK telah berusaha mengarahkan Fauzul termasuk Pak Burhan, setelah pemanggilan orang tuanya ke sekolah.
.
Usut punya usut, ternyata Fauzul waktu bolos itu pergi ke perpustakaan untuk membaca. Ada tempat khusus bagi Fauzul untuk membaca berlama-lama di sudut perpustakaan. Hal itu dijelaskan oleh petugas perpustakaan sekolah. Akhirnya, sekolah atau guru-guru sedikit memberikan toleransi kepada Fauzul terutama waktu rapat penentuan naik kelas.
****
Satu bulan setelah reuni, Dio betul-betul mewujudkan janjinya untuk mengajak Fauzul bergabung dengan perusahaannya, Fauzul pun menyetujui. Bagian personalia sudah diminta oleh Dio untuk memproses bahan atau lamaran yang diajukan Fauzul.
.
“Pak Dio, setelah kami lakukan analisis berkas dan wawancara, tim berkesimpulan Saudara Fauzul cocok di tempatkan pada bagian konsultan di perusahaan kita”, kata kepala bagian personalia kepada Dio.
.
Pikiran Dio sama dengan kesimpulan tim personalia untuk menempatkan Fauzul sebagai konsultan perencana, karena perusahaan Dio bergerak di bidang “real estate”, dan Fauzul bisa bergabung dengan tim yang sudah ada.
.
Tiga bulan setelah bergabung, Fauzul langsung dikukuhkan menjadi karyawan tetap di perusahaan Dio. Alhamdulillah gaji yang diterimanya tiga kali dari gaji di tempat sebelumnya. Tidak saja gaji, bahkan Fauzul merasa cocok dengan pekerjaan yang sekarang dan amat disenanginya.
.
Suatu kali Fauzul datang ke rumah Dio bersama istri dan dua orang anaknya yang masih kecil.
“Dio, sekali lagi saya mengucapkan terima kasih kepadamu telah berkenan mengajak saya bergabung di perusahanmu”, ucap Fauzul ketika mereka duduk di teras rumah.
“Iya, sama-sama, kamu juga telah bersedia bergabung di perusahaan saya. Tapi…tahukah kamu siapa yang ikut mendorong saya untuk mengajakmu bergabung ?”, ucap Dio ke Fauzul.
“Memangnya siapa Dio ?”.
“Pak Burhan guru kita”
“Pak Burhan ?”.
“Betul, Pak Burhan. Beliau hadir waktu reuni satu tahun yang lalu. Tepatnya waktu makan siang, kami sempat duduk satu meja dengan beliau. Saat itu saya menyampaikan niat untuk mengajak kamu bergabung di perusahaan saya. Pak Burhan langsung ikut memberikan dorongan.
“Lansung memberikan dorongan ?”, tanya Fauzul.
“Benar ! “, jawab Dio.
.
Fauzul terharu sekali mendengar informasi itu, terlihat matanya berkaca-kaca. Ternyata, Pak Burhan masih memberikan dorongan kepada dirinya untuk lebih maju lagi. Padahal Fauzul sudah tidak pernah bertemu lagi dengan gurunya itu, semenjak tamat dari SMA dulu. Fauzul berkata dalam hatinya. “Pak Burhan memang guru sejati, yang bisa membuat murid percaya akan kemampuannya sendiri, dan bangga melihat perkembangan muridnya sekecil apa pun”.
****
Fauzul membaca di WA grup alumni SMA nya, ada informasi Pak Burhan masuk rumah sakit. Beliau di rawat di ruang ICU (intensive care unit). Fauzul terhenyak kaget. Sudah beberapa kali dia merencanakan untuk pulang dan menemui Pak Burhan gurunya itu. Tetapi, rencana itu belum pernah kesaampaian. Kali ini Fauzul tidak akan mau menunda lagi niatnya untuk pulang. Fauzul minta izin (cuti) kepada Dio selama tiga hari. Dia akan datang untuk melihat Pak Burhan gurunya itu.
.
Besoknya dengan pesawat pagi Fauzul berangkat pulang, Tora temannya satu SMP dulu dimintanya untuk menjemput ke Bandara. Dari Bandara mereka mampir dulu untuk makan di sebuah restoran yang dulunya sering mereka kunjungi.
.
Di rumah sakit, tepatnya di depan ruang ICU (intensive care unit), Fauzul dan Tora bertemu denga isteri Pak Burhan, anak laki-lakinya serta Pak Syamsir mantan Kepala Tata Usaha SMA mereka dulu. Fauzul dan Tora menyalami ke tiganya.
“Saya Fauzul Bu, Pak…dari Jakarta, murid Pak Burhan waktu SMA”.
“Oh, Fauzul !”, jawab Pak Syamsir cepat.
“Ternyata Bapak masih ingat dengan saya, dan saya juga masih ingat dengan Bapak, Kepala Tata Usaha di SMA dulu”, ucap Fauzul.
.
Kemudian Fauzul dan Tora diajak melihat Pak Burhan dari balik kaca ruang ICU. Terlihat Pak Burhan tergolek letih dengan alat ventilator atau bantu nafas terpasang pada mulut dan hidung Pak Burhan, juga infus pada tangan sebelah kiri.
.
Fauzul tidak bisa menahan haru dan sedihnya. Lalu mereka duduk pada kursi panjang yang ada di depan ICU tersebut.
“Waktu sekolah Pak Burhan sangat perhatian pada saya dan sering memberi saya nasihat. Bahkan waktu reuni tahun yang lalu, masih memberikan dorongan kepada teman saya Dio untuk menerima saya bekerja di perusahannya. Padahal saya sudah lama tidak bertemu Pak Burhan. Reuni tahun yang lalu itu saya juga tidak hadir”, jelas Fauzul.
“Banar, Pak Burhan sangat perhatian padamu Fauzul. Ada satu pertolongan Pak Burhan yang sangat luar biasa padamu, dan tidak semua orang tahu itu”, kata Pak Syamsir tiba-tiba.
Pertolongan, pertolangan apa itu, Pak ?”, tanya Dio.
.
Pak Syamsir menarik nafasnya beberapa saat lalu berucap.
“Waktu rapat naik kelas, tepatnya waktu kamu akan naik ke kelas III. Nilai kamu tidak memenuhi syarat untuk naik kelas. Walaupun nilai matematika dan bahasa Inggrismu sangat tinggi. Seluruh guru sepakat kamu tidak naik kelas. Hanya Pak Burhan satu-satunya guru yang menjamin dan memperjuangkan kamu untuk naik ke kelas III”.
.
Sampai di situ dada Fauzul turun naik dan nafasnya sesak. Ahkirnya Dia tidak mampu menahan tangisnya. Dengan air mata berlinang, Fauzul melepaskan pandangannya ke arah ruang ICU tempat Pak Burhan terbaring. Tiba-tiba dokter dan seorang perawat melewati mereka. Fauzul mengejarnya dan disusul oleh Pak Syamsir dan Tora.
“Pak izinkan saya menjenguk guru saya ke dalam “”, ucap Fauzul dengan suara serak. Dokter tidak menjawab, tapi menatapnya.
“Pak, mohon izinkan dia menjenguk gurunya. Dia dari Jakarta dan sudah lama tidak bertemu”, kata Pak Syamsir menguatkan.
“Iya, izinkan dia satu orang dan beri gaun luar”, ucap dokter kepada perawat. Lalu beranjak pergi.
“Iya, Pak”, jawap perawat sambil mengambil gaun luar warna hijau untuk dikenakan Fauzul.
.
Dengan air mata menggenang, Fauzul masuk ke ruang ICU tempat gurunya Pak Burhan terbaring. Bisa kita bayangkan bagaimana perasaan Fauzul waktu melihat gurunya itu. Ditariknya kursi yang ada di ruangan tersebut, lalu duduk di depan Pak Burhan.
“Pak… Fauzul Pak. Maafkan saya Pak”, ucapnya terbata-bata”.
“Baru sekarang saya dapat menemui Bapak. Bapak sangat baik pada saya dan saya belum bisa membalasnya..”, kata Fauzul sambil memegang tangan Pak Burhan.
.
Tiba-tiba mata Pak Burhan terbuka dan menatap ke arah Fauzul.
“Pak..!”, panggil Fauzul. Kemudian tertutup kembali. Fauzul melihat ada air mata jatuh meleleh di pipi gurunya. Fauzul menhapusnya dengan tisu yang ada di dekat itu.
.
Fauzul menangis sesenggutan. Dia betul-betul tidak bisa menahannya. Isteri, anak laki-laki Pak Burhan, Pak Syamsir dan Tora juga ikut menangis dari balik kaca ICU. Mereka sama-sama menghapus air matanya yang tumpah.
.
Fauzul langsung berdiri, membalikkan badannya dan menghadap ke dinding. Dia menutup mulutnya menahan tangis. Fauzul ingat ucapan Dio, termasuk informasi dari Pak Syamsir, bahwa Pak Burhanlah satu-satunya guru yang memperjuangkannya untuk naik ke kelas III..

Juga dia ingat kembali saat “cabut” meninggalkan kelas. Lalu, Pak Burhan menemukannya di sudut ruangan perpustakaan sekolah. Saat itu juga Pak Burhan menasihatinya dengan penuh rasa kebapakan.
.
“Fauzul…kalau boleh Bapak jujur…Bapak lihat kamu adalah anak pintar dan punya kemampuan. Bapak yakin, kamu akan menjadi anak yang sukses kelak. Syaratnya, belajarlah dengan baik dan tekun. Sekolah bukan hanya sekedar untuk menuntut ilmu pengetahuan, tetapi banyak hal lain yang berguna untuk kehidupan kita nanti. Percayalah, hasil suatu pekerjaan, akan ditentukan oleh…bagaimana cara kita melakukannya”.
.
Fauzul sedikit meraung saat pandangannya terarah kembali kepada gurunya yang masih terbaring kaku. Dia tidak bisa membendung air matanya yang terus turun membasahi pipinya. ****
.
Padang, 4 Februari 2023

Catatan; Foto diatas adalah foto Lisda Hendrajoni Anggota Fraksi Partai NasDem DPR-RI bersama konstituennya, tak ada hubungannya dengan isi cerita ini, hanya sebagai asesoris saja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *