Dana TPP Pejabat Eselon di Kabupaten Kuansing Dipotong?
Teluk Kuantan, PilarbangsaNews
Para PNS/ASN terutama yang sedang menjabat eselon setingkat Kasi dan Kabid di Kabupaten Kuansing, Provinsi Riau, mengeluh karena mereka diwajibkan menyetorkan sejumlah uang yang mereka terima dari dana TPP (Tunjangan Perbaikan Penghasilan).
Namun begitu ketika hal ini dikonfirmasikan kepada Bupati Kabupaten Kuansing, Suhardiman Amby, langsung dibantah. Bupati menyebutkan isu penyetoran itu sebagai berita hoax.
“Sekarang bukan zaman batu lagi. Semua sistem keuangan sudah digital,” kata Bupati kepada PilarbangsaNews, lewat pesan WhatsApp Senin (12/8/2024) malam.
Bupati menyebutkan sekarang bukan zaman batu lagi, karena setiap PNS/ASN menerima dana TPP itu melalui payroll sistem. “Dari rekening negara ke rekening pegawai. Mana bisa di pitong,” tambahnya.
“Dipotong mungkin tidak, tapi wajib menyetor mungkin, pak. Bapak tidak tahu ada penyetoran itu?” kejar wartawan PilarbangsaNews.
“Lapori saja ke APH. Kalau ada yang nyetor. Itu suap namanya,” ujar bupati menegaskan dan secara implisit bupati menyatakan tidak tahu ada penyetoran itu dan sekaligus menyanggah penyetoran itu bukan kebijakan dia.
“Laporkan saja pak. Saya dukung bukan zamannya lagi, cara seperti itu,” tegas bupati sembari mengajak aparatnya untuk melawan tindakan korupsi di Kabupaten Kuansing.
Sementara itu berdasarkan informasi, penyetoran yang dimaksud bukan hoax tetapi benar ada. Setiap pejabat yang memegang jabatan esselon setingkat Kasi dan Kabid diwajibkan menyetorkan dana TPPnya. Jumlah setoran bervariasi sesuai dengan jumlah dana TPP yang diterima.
Sumber PilarbangsaNews dikantor bupati Kuansing menyebutkan pejabat level Kasi rata rata menyetor berkisar Rp1,8 jt s/d Rp3 jt. Kalau sipejabat level kabid/esselon III rata2 mulai 3,5 jt s/d Rp6 jt pertriwulan TPP.
Dana TPP itu diterima PNS/ASN diberikan pemerintah pusat untuk mensejahterakan PNS/ASN. Namun di Kabupaten Kuansing justru dana itu menjadi tidak utuh dinikmati oleh PNS/ASN karena adanya praktek penyetoran tersebut.
Para pejabat yang diwajibkan menyetor tidak akan berani melaporkan ke APH, sebab resikonya sangat besar, antara lain si pejabat bisa di non jobkan kemudian bisa bisa dipindahkan tempat tugasnya ke tempat lain. (***)