Tuntutan Adili Jokowi Pasca Lengser Dimulai Oleh HRS dan Mayjen (Purn) Soenarko
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H
Advokat
Baru saja penulis mendapatkan rilis konpers dari rekan sejawat Advokat, Aziz Yanuar. Konpers diselenggarakan di Hotel Sofian, Tebet, Jakarta, hari ini (Senin, 30/9).
Menarik, momentumnya tepat diambil pada tanggal 30 September. Sebuah tanggal yang mengingatkan kita pada pemberontakan PKI.
Gugatan itu adalah GUGATAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM BERUPA RANGKAIAN KEBOHONGAN YANG DILAKUKAN JOKOWI selama periode 2012-2024, yang disampaikan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara 611/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst tanggal 30 September 2024.
Diantara list nama penggugat, ada nama Habib Rizieq Shihab (HRS) & Mayjen TNI (Purn) Soenarko. Dua sosok ini bisa mewakili representasi sipil dan militer.
Gugatan ini menandai babak awal tuntutan hukum kepada Jokowi pasca lengser. Meskipun nantinya proses panggilan sidang setelah Jokowi lengser, namun secara hukum gugatan ini tercatat pada saat Jokowi masih menjabat Presiden R.I.
Pesan dari gugatan ini jelas: proses menuntut Jokowi telah dimulai. Pasca lengser, adalah tindakan lanjutan untuk menuntut Jokowi.
Tuntutan ini baru tuntutan hukum yang bersifat perdata. Masih banyak elemen masyakarat yang mempersiapkan tuntutan secara pidana dan ketatanegaraan.
Walau masih tuntutan perdata, namun dampaknya juga sudah berimplikasi pada hak Jokowi sebagai mantan presiden yang dianulir oleh gugatan ini.
Karena, dalam tuntutannya, diantaranya menuntut menahan pembiayaan atau tidak memberikan rumah sebagai mantan Presiden kepada JOKOWI dan memerintahkan kepada negara untuk menahan atau tidak memberikan seluruh uang pensiun JOKOWI.
Adapun kebohongan yang menjadi materi muatan gugatan adalah:
1. Kebohongan soal komitmen untuk menjabat Gubernur DKI selama 1 periode penuh (5 tahun) dan tidak akan menjadi kutu loncat;
2. Kebohongan mengenai data 6.000 unit pesanan mobil ESEMKA;
3. Kebohongan untuk menolak dan tidak akan melakukan pinjaman luar negeri (asing);
4. Kebohongan akan melakukan swasembada pangan;
5. Kebohongan tidak akan menggunakan APBN untuk pembiayaan sejumlah infrastruktur seperti Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC); dan
6. Kebohongan mengenai data uang 11.000 triliun yang ada di kantong JOKOWI;
Materi gugatan berupa 6 (enam) daftar kebohongan Jokowi ini tidak bisa dibantah. Saksinya, adalah seluruh rakyat Indonesia.
Saat Jokowi masih menjabat Presiden, hakim bisa saja tidak netral karena dipengaruhi kekuasaan Jokowi.
Tapi setelah lengser 20 Oktober 2024, hakim juga punya kepentingan memperbaiki citra pengadilan, dengan memenuhi tuntutan rakyat untuk mengabulkan gugatan dan menghukum Jokowi. ***
Artikel ini sudah tayang dimedia demokrazy.id