GIRIANG GIRIANG PERAK ( Oleh; Makmur Hendrik) Bag 74
Makmur Hendrik (Dok: Pribadi)
Sambungan dari Bag 73
Hee…he. Siapa yang kalian cari?
Suara itu jelas dari atas atap. Seorang pesilat dari aliran Silat Luncua Muaralabuh melambung ke atas. Dia tegak dengan tangan siap di depan dada. Menjaga serangan yang mungkin dilancarkan dari tempat tersembunyi di atap itu.
Ada beberapa saat dia tegak dengan waspada. Teman temannya yang ada di bawah menanti dengan tenang. Namun tak ada terjadi suatu apa pun. Tetap senyap. Pesilat dari Muaralabuh itu tetap tegak dengan waspada.
Dia berjalan di bubung atap itu. Berjalan kegonjong bahagian kiri. Melihat ke sebelahnya. Tak ada apa apa. Dia memutar tegak. Berjalan lagi ke ujung kanan.
Memegang gonjong itu. Kemudian mengintip ke sebelahnya,
Tiba tiba sebuah bayangan hitam melesat ke arah lelaki yang sedang mencigokkan kepalanya itu. Dia terlambung ke belakang. Berjumpalitan di udara dan hinggap di atas bubungan enam depa dari tempatnya tadi. Teman temannya yang ada di bawah juga melihat bayangan hitam yang berkelebat itu.
Hampir serentak mereka menghayunkan tangan. Beberapa bilah pisau beracun berhamburan dari tangan mereka. Dan beberapa di antaranya menghantam tepat pada bayang bayang hitam yang melesat tersebut. Terdengar suara mencicit cicit dan bayang bayang hitam itu jatuh ke tanah enam buah.
Kelelawar….
Beberapa orang di tanah termangu tatkala mengetahui bahwa bayangan yang mereka hantam itu, yang mereka sangka orang yang tak dikenal itu, tak lain tak bukan hanyalah kelelawar yang bersarang di balik gonjong Balairung itu.
Dan lelaki yang berada di bubung Balairung itu menghapus peluh yang meleleh di wajahnya. Sungguh mati dia terkejut nian tadinya. Dia menyangka nyawanya telah melayang. Kini dia sangat bersyukur tatkala diketahuinya bahwa dia masih bernafas.
Sebelum serangan yang sebenarnya datang dia cepat cepat melompat turun ke tanah. Dan hampir saja dia jatuh terjengkang ketika menjejak tanah. Dia kehilangan konsentrasi. Untung saja seorang temannya yang tegak di dekat dia turun memegang tangannya. Dan dia selamat dari terjengkang.
Dan kembali suara gelak mencemeeh itu terdengar dari atas atap diiringi suara yang bernada anggap enteng.
Hoho… hoho…! Alangkah tingginya ilmu kalian. Bisa membunuh kelelawar yang sedang terbang. Ck … ck … ck….
Muka pendekar pendekar yang berada di halaman balairung itu jadi merah padam karena disindir itu. Dan tiba tiba, Datuk Nago, Guru Gadang Silat Buayo Lalok dari Painan itu, yang masih tersandar sandar dan terkantuk kantuk bersuara.
Hmm, sejak tadi hanya berani menyerang orang dari tempat tersuruk. Yang berkelakuan seperti itu hanyalah siamang. Hanya siamang yang takut pada manusia. Huaaahhh… ujarnya sambil menguap.
Dia nampaknya berhasil memancing berang orang yang masih saja bersembunyi itu. Karena segera terdengar jawaban.
Hei buncit dari Painan. Lebih baik waang pulang ke Painan. Daripada keempat bini waang di kampung saya mamah!
Datuk ini hanya tersenyum, dan kembali menjawab.
Keluarlah waang dari tempat persembunyian itu siamang. Kalau tidak, saya terpaksa turun tangan….
Ucapannya belum berhenti dengan sempurna tatkala tiba tiba tubuhnya bergerak.
Gerakkannya kelihatan perlahan saja, tapi tahu tahu tubuhnya lenyap dari balairung tersebut. Bukan main cepatnya gerakan guru silat dari Painan ini.
Tak selang beberapa hitungan setelah tubuhnya lenyap dari balairung, tiba tiba di bahagian belakang terdengar suara berderam.
Semua pendekar yang ada di depan berlompatan ke sana. Ketika mereka sampai ke bahagian belakang, serumpun bambu yang tumbuh sebesar betis orang dewasa rubuh dengan suara berderam.
Rumpun bambu yang rubuh itu berjumlah sekitar lima belas batang. Pada saat rumpun bambu itu rubuh, dari dalamnya sesosok bayangan melesat pula ke angkasa. Bayangan lainnya ikut melesat memburu yang pertama.
Tak berapa lama, tahu tahu Datuk Nago yang bertubuh tambun itu sudah berada kembali di balirung. Di tangannya dia mencekal tengkuk seorang lelaki berbaju merah. Lelaki itu nampaknya berusaha untuk melepaskan diri dengan mengirimkan beberapa buah hantaman dengan sikunya ke tubuh Datuk Nago.
Bersambung ke Bag 75