Energi

Diskusi Forum Wartawan Peduli Panas Bumi, Nara Sumbernya Profesor Harif Amali Rivai dan Doktor Amril Amir Dt Lelo Basa

Padang, PilarbangsaNews

Potensi geothermal (panas bumi) di Sumatera Barat belum termanfaatkan secara maksimal meskipun di provinsi dideteksi 18 titik panas bumi.
Benang merah ini terungkap dalam Focuss Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Forum Wartawan Peduli Panas Bumi di Pangeran Beach Hotel Padang, Kamis (30/11/2023).

Ketua Panitia Deri Oktazulmi dan Sekretaris Febrian Fachri sengaja menghadirkan tiga nara sumber. Sayang, nara sumber dari Pemprov Sumbar dalam hal ini Dinas Pertambangan Energi Sumber Daya Mineral tidak datang. Padahal agenda ini sangat penting guna mengetahui sejauh mana pemanfaatan panas bumi di Sumbar.

Akibatnya peserta yang terdiri dari wartawan, mahasiswa dan masyarakat adat dari LKAAM menjadi minim informasi soal potensi dan pemanfaatan panas bumi di Sumbar karena ketidakhadiran wakil dari pemerintah daerah Sumatera Barat.

Untung saja, dua nara sumber yang hadir yakni Prof. Dr. Harif Amali Rivai, SE, Msi, guru besar Unand dan Dr. Amril Amir Dt. Lelo Basa, M.Pd Ketua Harian LKAAM Sumbar yang juga guru besar UNP itu mampu menarik perhatian peserta, sehingga diskusi tetap berlangsung hangat.

Sebenarnya pemerintah pusat sudah mencanangkan program transisi ke energi terbarukan. Targetnya pada 2060 mendatang, Indonesia tak lagi menggunakan energi fosil, karena seluruhnya sudah digantikan dengan energi terbarukan.

Prof Harif Amali Rivai lebih menitik beratkan pembahasannya tentang untung rugi pemanfaatan panas bumi. “Yang jelas banyak untungnya dan sekalian ramah lingkungan,” ujar Harif Amali, Dekan Fekon Unand 2016-2020.

Hanya saja, proyek energi terbarukan pemanfaatan panas bumi ini memang memerlukan modal besar. Untuk itu dibutuhkan investor, namun sering dihadang masalah klasik berupa berbenturan dengan masyarakat.

Dr. Amril Amir Dt. Lelo Basa, Ketua Harian LKKAM Sumbar mengatakan munculnya persoalan dengan berbagai investor di Sumbar lantaran “datang tidak nampak muka pergi tidak nampak punggung”. Bila Ninik Mamak diajak bermusyawarah maka tidak ada yang tidak bisa diselesaikan.

Berdasarkan Perda nomor 6 tahun 2008 tentang tanah ulayat dan pemanfaatannya dimana tanah ulayat diartikan sebagai tanah bersama masyarakat hukum adat yang
bersangkutan. Hak penguasaan
atas tanah oleh masyarakat hukum
adat dikenal dengan hak ulayat,
yakni serangkaian wewenang dan
kewajiban suatu masyarakat
hukum adat, yang berhubungan
dengan tanah yang terletak dalam
lingkungan wilayahnya.

Dalam kesempatan itu Dr Amril Amir Dt. Lelo Basa juga menguraikan Minangkabau dalam Tambo Alam seperti disebutkan: Nan salilik Gunuang Marapi, saedaran Gunuang Pasaman, sajajaran Sago jo Singgalang, saputaran Talang jo Kurinci. Dari Sirangkak nan badangkuang, Siluluak punai mati, inggo buayo putiah daguak, sampai ka pintu Rajo Ilia, taruih ka Durian ditakuak rajo.

Dari Sipisau-pisau anyuik, sampai ka Sialang balantak basi, inggo aia babaliak mudiak,sailiran Batang Bangkaweh sampai ka ombak nan badabua.
Sailiran Batang Sikilang, inggo lauik
nan sadidiah, Sampai ka timua ranah Aia Bangih, taruih ka Rao jo Guguak Malintang.

Pasisia Banda Sapuluah, inggo taratak Aia Itam, sampai ka Tanjuang Simalidu, Pucuak Jambi Sambilan Lurah. (gk)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *