.

Harapan Ekonomi Tumbuh Ditahun Politik 2018 (oleh: Yosi Afianto S.Si

.

.

Jika belum baca Bag 1 dan 2 baca dulu, klik disini;

Harapan Ekonomi Tumbuh Ditahun Politik 2018. (Oleh Yosi Afianto, S.Si) Bag 2…

Sambungan Bagian 2…

v). Nilai kapitalisasi dari komponen PDB dari sisi Pengeluaran Investasi (PMTB) lebih dominan di sektor project infrastruktur dibanding sektor riil lainnya seperti Penghiliran (Hilirisasi) sektor tradable (pertanian, pertambangan dan industri pengolahan misal : mineral include batu bara dan kelapa sawit). Hilirisasi sektor pertanian, pertambangan dan industri pengolahan sudah semestinya diberikan porsi yang seimbang atau lebih besar dari pada project infrastruktur dalam komponen PDB dari sisi Pengeluaran Investasi (PMTB) karena Penghiliran merupakan investasi yang produktif dan suistanable serta menciptakan lapangan kerja dalam jumlah yang relatif besar sehingga kecil kemungkinan terjadinya Time Lag atas transmisi outputnya sebab Hilirisasi akan secara langsung menggenjot produktifitas PDB kita dari sisi suplly (Supply Side Revolution) dan akan mendorong kita untuk lebih berinovasi melalui riset, rekayasa dan difusi teknologi serta mendorong optimalisasi pengembangan pendidikan vokasional dimasa yang datang.

Menurut Michael E. Porter dalam bukunya Competitive Advantage : Creating and Sustaining Superior Performance (1998) dari Harvard University mengatakan bahwa “ keunggulan suatu bangsa itu karena diciptakan bukan karena kebetulan “, artinya dalam era disruptif saat ini suatu bangsa tidak bisa lagi hanya mengandalkan atau membanggakan kekayaan alamnya yang melimpah atau murahnya tenaga kerja manusia, pentingnya polese pengembangan produktifitas nasional suatu bangsa melalui kekuatan inovasi yang diarahkan untuk menghasilkan nilai tambah (value added) menjadi agenda penting dimasa yang akan datang. Maka Hilirisasi sebagai bentuk implementasi dari inovasi merupakan pilar bagi bangsa indonesia kedepan dalam meningkatkan daya saing (competitiveness) dan merupakan salah satu pilar dari 12 pilar daya saing Indonesia yang harus diurai sebagaimana rekomendasi WEF (World Economic Forum) pada tahun 2017 silam.

Berdasarkan data BPS, komponen PE dari sisi Pengeluaran Investasi (PMTB) 2017 tumbuh sebesar 6,15 % dimana mengalami peningkatan dibanding 2016 yang hanya tumbuh sebesar 4,48% dengan kontribusinya terhadap PDB adalah sebesar 32,16 % dan merupakan komponen penopang PE kedua terbesar (kontribusi terhadap PE sebesar 1,98 %) setelah komponen sisi Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi LNPRT (Lembaga Non Profit Rumah Tangga) yang capaiannya sebesar 56,13 % dengan pertumbuhannya malah lebih rendah dibanding Pengeluaran Investasi (PMTB) yakni hanya sebesar 4,95 % (kontribusi terhadap PE sebesar 2,69 %). Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan infrastruktur Presiden Jokowi sebagaimana yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 meliputi pembangunan jalan sepanjang 2.650 Km, jalur kereta 3.258 Km, 24 pelabuhan, 15 bandara baru, elektrifikasi 35.000 MW, kilang minyak baru dan pelayanan broadband yang telah ditetapkan melalui Perpres No 58 tahun 2017 dimana ada 247 PSN (Proyek Strategis Nasional) dengan nilai investasi yang sangat fantastis yakni sebesar Rp. 4.417 Triliun yang mencakup 15 sektor infrastruktur dan 2 program yakni program elektrifikasi dan program industri pesawat terbang. Adapun progress dari pembangunan infrastruktur tersebut hingga November 2017 meliputi 4 proyek infrastruktur selesai, 147 proyek dalam tahap kontruksi, 9 proyek dalam tahap transaksi dan 87 proyek sedang dalam tahap penyiapan demikian disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo pada acara Seminar Nasional di Hotel Grand Mercure Harmoni Tanggal 14 Desember 2017 silam.

Kedua, Dominansi kontribusi komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga dlm menopang Pertumbuhan Ekonomi secara nasional dimana pada 2017 kontribusinya sebesar 56,13 % dari total PDB (kontribusi terhadap PE sebesar 2,69 %). Dominansi kontribusi komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (include konsumsi LNPRT/Lembaga Non Publik Rumah Tangga) di tahun politik 2018 ini sepertinya belum bisa di patahkan sebab di tahun politik 2018 ini konsumsi LNPRT akan dipicu oleh 2 (dua) komponen spending belanja berikut ini (seperti pada tulisan artikel ini pada bagian 1) yakni : 1). Spending belanja pemerintah yang meliputi spending belanja penyelenggaraan pilkada 2018 dan spending belanja untuk mempersiapkan Pileg dan Pilpres 2019, 2). Spending belanja selain pemerintah yang meliputi spending belanja para partai politik untuk persiapan menuju Pileg 2019 dan spending belanja pelaku politik meliputi spending belanja para kandidat kepala daerah di Pilkada 2018 dan spending belanja para kandidat Caleg untuk persiapan Pileg 2019 serta spending belanja para kandidat Capres untuk persiapan Pilpres 2019.

Maka untuk menggeser adanya paradigma demand agregat berupa bonus demografi (pengeluaran konsumsi rumah tangga) sudah semestinyalah kita geser ke komponen yang berpotensi memiliki daya pompa yang lebih kuat sebab proyeksi dari kontribusi spending tahun politik 2018 ini terhadap PE diperkirakan tidak begitu signifikan seperti pada tahun-tahun politik sebelumnya dan dominansi ini bisa saja melemah jika saja faktor daya beli masyarakat pun mengalami penurunan signifikan. Dengan demikian strategislah kiranya jika kita berupaya meningkatkan porsi komponen PE dari sisi Pengeluaran Investasi (PMTB) tersebut hingga mencapai 50 % dari total PDB terutama sekali untuk pos Penghiliran sektor tradable (pertanian, pertambangan dan industri pengolahan misal : mineral include batu bara dan kelapa sawit), disamping itu selain mampu memompa PE itu sendiri, penggeseran ini akan membuat kita lebih berdaya saing di dalam negeri maupun dalam tataran persaingan global sebab kita memiliki value added dan value chain, tentu ini memerlukan transformasi kebijakan sehingga benar-benar bisa direalisasikan apalagi kita sudah memiliki 16 Paket Kebijakan Ekonomi.

Ketiga, Besarnya dana iddle (dana nganggur) seperti contoh misalnya di Provinsi Papua Tengah pada akhir Desember 2017 saja berjumlah Rp. 4 triliun (menurut Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo). Jika pada Kementerian/Lembaga atau Pemda Propinsi atau Pemda Kabupaten/Kota lainnya juga memiliki dana iddle yang signifikan maka wajar saja berpotensi disruptif force terhadap PE itu sendiri (khususnya pada komponen sisi Pengeluaran Konsumsi Pemerintah) sebab anggaran tersebut menjadi tidak produktif apalagi untuk memacu sektor riil.

Keempat, Dari sisi fiskal dimana potensi shortfallnya penerimaan pajak, tax ratio yang masih rendah, tidak ada laginya program tax amnesty dan revaluasi aset di tahun politik 2018.

Kelima, Adanya bayang bayang Inflasi pada triwulan II 2018 sehubungan dengan momentum lebaran iedul fitri baik untuk Inflasi Inti, Inflasi Volatile Food maupun Inflasi terhadap Administired Price.

Keenam, Adanya perdagangan e-commerce yang transaksinya belum terinventarisir dengan baik padahal potensi kontribusinya terhadap PE dimasa yang akan datang patut diperhitungkan.
Harapan kita tentunya ekonomi tumbuh di tahun politik 2018 ini yakni dengan meretas pointer-pointer disruptif force tersebut diatas sehingga sangat mungkin bagi Pemerintah kiranya untuk mencapai target Pertumbuhan Ekonomi yang sudah di patok sebesar 5,4 % tersebut dan tentu kita sebagai rakyat benar-benar merasakan output dari ekonomi tumbuh tersebut di tahun politik 2018 ini.

“ Semoga “
(Bagian 3-Selesai)

Oleh : Yosi Afianto, S.Si
Direktur Eksekutif INDO SYIRKAH INSTITUTE
&
Praktisi Lembaga Keuangan

===============

Lisda Hendrajoni (Ketua TP-PKK Pasisir Selatan, Sumbar)

==============

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *