“GIRIANG GIRIANG PERAK” (Oleh; Makmur Hendrik) Bag 29…
.
.
Bagi anda yang belum baca Bag 1 s.d. Bag 28 klik dibawah ini;
Sabungan dari Bag 28…
PILARBANGSANEWS. COM.–
“Ampounnn Pak… ampounn. Bapak kentut… eh… maaf….”
“Beruk. Waang beruk. Waang katakan saya kentut he!?”
“Ya, Pak… eh bukan Pak… bukan! Bapak bukan kentut, tapi kentutlah Bapak…!”
Malang lelaki gagap ini. Makin ditanya, makin tak menentu jawabnya. Dan akhirnya teman temannya yang lain tak pula dapat menahan gelak. Mereka ada yang menangkup di meja karena takut kelihatan gelak. Ada yang merukuk dalam dalam. Dan akhirnya, lelaki besar itu mencampakkan tubuh si gagap ke meja.
Suasana lepau itu jadi kacau. Si gagap bercarut carut tak menentu. Suasana heboh tak terhindarkan. Heboh karena gelak. Si tinggi besar akhirnya ikut gelak ketika dia duduk di dekat teman temannya. Dia terhenti ketika melihat anak muda di sisinya.
Anak muda itu menunduk. Menghirup kopi perlahan, memakan ketan dan duriannya perlahan. Anak muda itu agak kurus. Si lelaki besar menepuk punggungnya.
“Hei buyung, waang tak ikut gelak he?” tanyanya.
Anak muda itu lambat lambat menoleh padanya. Kemudian tersenyum tipis. Lalu kembali menunduk dan memakan ketannya perlahan. Lelaki tinggi itu merasa dianggap enteng.
Padahal sebentar ini dia telah membikin gacar enam lelaki yang tak boleh disebut kecil dalam lepau itu. Karenanya dia menepuk lagi bahu anak muda itu, dan terdengar ia bersuara.
“Hei buyung! Saya bertanya, apakah waang tak ikut tertawa??”
Tepukan di punggungnya itu menimbulkan bunyi. Karena memang sengaja dikuatkan si tinggi besar. Kembali anak muda itu memutar kepala. Kali ini tak tersenyum. Dia menatap lelaki itu dengan tatapan matanya yang lembut. Lalu terdengar ia berkata perlahan.
Apakah pernah mendengar suara giring giring perak??
Pertanyaan ini membuat ketiga lelaki itu tertegun. Suatu pertanyaan yang mereka anggap tak berkelincitan. Yang tak ada sangkut pautnya dengan pertanyaan si tinggi barusan.
“Saya bertanya pada waang buyung, apakah waang tak ikut gelak mendengar kentut si gagap itu meletup letup seperti bunyi karaben Ulando?”
Anak muda itu seperti tak mengacuhkan pertanyaan lelaki tersebut. Justru dia kembali melontarkan tanya.
Apakah kalian pernah mendengar ada orang kehilangan anak lelaki, yang memakai giring giring perak di kakinya?
Ketiga lelaki itu kembali saling pandang. Gilakah anak muda ini? Atau dia adalah seorang pekak? Hingga lain yang ditanya lain yang dijawab? Namun, lelaki ini merasa tersinggung. Karena anak muda itu jelas tadi menyebut mereka dengan kalimat kalian. Tidak menyebut Bapak.
Dia ingin menampar anak muda ini. Tapi anak muda itu terlalu lemah lembut kelihatannya. Dia yakin sekali tampar, anak muda itu tidak hanya kentutnya yang akan terpancar seperti lelaki dari Lima Kaum tadi, tapi ciritnya juga akan ikut terbudur. Mengingat ini, lelaki besar itu tertawa sendiri.
Pernah mendengar ada yang kehilangan anak? anak muda itu bertanya kembali.
“Tidak buyung. Belum ada yang kehilangan anak di sini. Tapi akan kehilangan ayah, sebentar lagi mungkin akan banyak. Di Silaiang ada beberapa lelaki yang baru datang dari Pariaman. Beberapa hari yang lalu mereka telah membunuh empat orang teman kami.
Tapi sebentar lagi mereka juga akan mengalami nasib yang sama. Dan isteri mereka, kabarnya perempuan perempuan itu cantik cantik, ada pula seorang gadis jolong mekar, akan kami bawa ke Gunung Rajo. Menjadi teman tidur… he… he… he…”
Si Giring Giring Perak tertegun mendengar cerita lelaki besar di sisinya ini. Kalau begitu, Datuk Sipasan dalam keadaan bahaya besar. Tapi dia ingin mendengar sedikit lagi tentang keadaan datuk itu.
“Tapi saya dengar, datuk itu tinggi ilmu silatnya. Begitu pula teman temannya dari Pariaman. Tak mungkin mereka bisa dikalahkan….”
Si tinggi besar melotot pada anak muda ini. Tapi kemudian dia menggerendeng.
“Tak ada yang bisa melawan Pandeka Sangek, buyung. Sudah lama dia tak pernah turun gunung. Kali ini dia benar yang memimpin. Waang tau siapa dia? Tak sia sia dia berguru pada Harimau Tambuntulang. Kami adalah pengikutnya. Dan Pandeka Sangek tak sendirian, dia datang bersama tiga puluh temannya….”
Si Giring Giring Perak merasa cukup mendapat informasi. Dia membasuh tangan. Tegak, kemudian melangkah menemui orang yang punya lepau.
Bersambung ke Bag 30….
Catatan Redaksi: Foto Lisda Hendrajoni, dipakai sebagai Ilustrasi tak ada kaitannya dengan cerbung ini.