“GIRIANG GIRIANG PERAK” (Oleh: Makmur Hendrik) Bag 30…
.
Bagi anda yang belum baca Bag 1 s.d Bag 29, klik disini;
Sambungan dari Bag 29…
“Hei, ketan waang belum habis. Kemana waang, buyung…?” si pendek teman si tinggi bertanya.
“Saya mau tidur….”
“Ya. Lebih baik waang cepat tidur. Hari sudah larut. Nanti waang masuk angin. Besok waang sekolah bukan? He… he… he….” si tinggi berkata sambil menyumpalkan sekepal ketan dan empat buah isi durian ke mulutnya.
Terdengar bunyi gemertak gemertak tatkala giginya mengunyah biji durian bersama ketan itu. Lelaki ini memakan durian bersama biji bijinya sekaligus. Si Giring Giring Perak memberikan sebuah mata uang terbuat dari perak. Kemudian dia berjalan.
“Hei, ini terlalu banyak anak muda…” orang lepau berseru.
“Ambil saja. Dan semua yang makan dan minum di lepau ini malam saya bayarkan…” katanya sambil menoleh pada ketiga orang di mejanya tadi.
Ketiga orang itu berhenti menyuap. Mereka memandang pada anak muda itu.
“Hei buyung, waang membayarkan kami…?” anak muda itu mengangguk.
“Kaya waang ya? Apakah waang ulang tahun, makanya teragak membayar kami malam ini…?”
“Tidak, duit itu kalian yang punya….” sehabis berkata begini, anak muda itu melangkah keluar, menutupkan pintu dan berjalan ke dalam gelapnya malam.
Ketiga lelaki itu termangu. Saling pandang. Tiba tiba si tinggi besar yang tadi duduk dekat anak muda itu merogoh puro di pinggangnya. Dia menyimpan uang rampokan di puro itu. Puronya masih ada. Dan masih penuh. Dia ambil puro itu, kelihatan masih gembung.
“He… he… masih penuh. Anak muda itu bergarah. Dia pandai melawak….” kata si tinggi.
Tapi teman temannya tak tertawa. Mereka melihat ada yang ganjil di puro itu. Si tinggi sadar akan tatapan teman temannya. Dia memperhatikan puronya baik baik. Tiba tiba dia membuka puro itu, menunggangkan isinya ke meja. Dari dalam puro itu berjatuhan biji biji durian.
“Beruk! Anjing! Anjing beruk! Anak itu anak anjing dan anak beruk sekaligus!! Dia cilok duit saya. Pancilok dia….!!”
Berkata begini, lelaki tinggi besar itu melompat berdiri memburu anak muda itu ke pintu. Namun teman temannya jadi tertawa tatkala lelaki itu terhenti. Celananya melorot jatuh ke bawah.
Dia balik celana gelembongnya itu lelaki tersebut tak memakai apa apa. Tangannya segera bergerak menutup anunya. Muka lelaki ini jadi pucat karena berang. Rupanya anak muda tadi benar benar mengerjai lelaki ini dengan sempurna.
Puro tempat menyimpan uang itu dia simpan di balik ikat pinggangnya. Ternyata ikat pinggangnya dari kulit itu diputus oleh si Giring Giring Perak tanpa dia ketahui. Lelaki itu menunduk memungut celananya. Karena dia menungging pantatnya menghadap pada keenam lelaki yang datang dari Lima Kaum.
Kelima lelaki itu, yang tadi ikut tertawa, kecuali si gagap yang masih merasakan linu tulang belulangnya, tiba tiba jadi terdiam melihat pantat yang tersonggeng tak tertutup itu.
Mereka terdiam karena pantat lelaki itu bopeng dan berkudis. Dan kudis yang banyak itu jelas terlihat dalam cahaya lampu di kedai tersebut. Dua orang yang sedang makan ketan durian merasa perut mereka mual, lalu muntah.
Si tinggi besar memakai celananya. Dia menyumpah panjang pendek. Berjalan ke pintu, menerjang pintu kedai itu hingga somprak. Lalu menghambur keluar. Dia berharap masih bisa melihat anak muda itu.
Dia akan menjambak rambutnya. Akan dia hempaskan tubuhnya sampai patah patah ke dalam kedai. Namun di luar dia hanya disambut oleh terpaan angin dan gerimis.
“Kaleraaa…!! Awas waang kalera! Kalau waang kutemui suatu saat kelak, saya lulur waang dengan seluruh bulu bulu waang…!!”
Lelaki itu berteriak dalam gelapnya malam. Teriakannya yang mengguntur membuat kerbau pedati pedati yang tertambat di luar kedai jadi menggadogah terkejut. Lelaki itu melompat kaget mendengar suara kerbau pada melenguh itu. Tapi dia jadi malu sendiri ketika sadar bahwa suara lenguh itu adalah suara kerbau.
Dia masuk lagi ke kedai, menyumpah panjang pendek. Lalu duduk di dekat teman temannya yang masih tertawa.
“Tumbuang! Apa yang kalian gelakkan…!!” hardik lelaki itu.
Temannya pada terdiam. Lelaki itu meraup ketan dan durian di piring kemudian sambil tetap menyumpah nyumpah, ketan dan durian itu dia sumbatkan ke mulutnya. Matanya terbulalang bulalang menelan makanan itu. Dan ketika dia
Bersambung ke Bag 31…
Catatan Redaksi: Foto ilustrasi Lisda Hendrajoni Ketua IPEMI SUMBAR, tidak ada kaitannya dengan cerbung ini