.

D.Manurung: Kepanikan SBY Dapat Memecah Belah Masyarakat

JAKARTA, Pilarbangsanews.com,–Ketum Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono menuding BIN-Polri-TNI tidak netral. Ia juga kemudian mengungkit kekalahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Pilgub DKI saat membahas ketidaknetralan aparat.

Menyikapi pernyataan yang dilansir di media detik.com diatas, Pengamat Muda D.Manurung angkat bicara dengan statement SBY yang menuding ketidaknetralan pemerintah menjelang pelaksanaan Pilkada.

Manurung beranggapan dimana pernyataan seorang mantan Presiden RI tidak seharusnya memperkeruh suasana Politik yang ada di negeri ini, dia (SBY) adalah Politisi yang tidak pernah percaya atas ucapannya sendiri. Mereka justru terkejut bila rakyat memercayainya, imbuh D.Manurung kepada media ini, Sabtu (23/06/2018)

SBY menyampaikan hal tersebut sebelum kampanye pasangan yang diusung PD di Pilgub Jabar, Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi. Dia meminta aparat netral menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 pada 27 Juni mendatang.

Manurung mengira Rasa marah, panik, cemas, bisa diubah menjadi kekuatan besar. Tapi itu bukan sumber motivasi yang baik. Kita tidak berharap kamu terdesak oleh sesuatu baru berhasil mengeluarkan kekuatan itu, bukan? Sumber kekuatan terbaik bagi manusia adalah yang kalian sebut dengan tekad, kehendak, tegas Manurung.

Apakah orang jahat memang diciptakan untuk bisa menguasai panik dan tetap tenang? tanya Manurung menanggapi kepanikan PD. Dan tetap “Harus selalu tenang”, karena Terbukti ketika tenang, bisa berpikir jernih dan mencari jalan keluar. Ketika panik, semua yang ada di pikiran jadi buyar berantakan. Akibatnya, tak bisa mengingat sesuatu yang diperlukan untuk mengatasi keadaan. Bahkan sesuatu yang sangat penting dan sangat kecil sekalipun akan luput jika panik.

Apapun itu, lanjut Manurung kita harus tetap percaya dan mendukung langkah pemerintah yang sudah baik demi keutuhan NKRI dengan menjunjung tinggi Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, Saya tidak tahu mengapa, tapi mereka tampaknya memiliki kecenderungan memecah belah kita, memisahkan kita satu sama lain, dan Kampanye politik yang dirancang PD hanya untuk pesta pora emosional yang berusaha menarik perhatian/sensaional dari isu-isu riil, dimana netralitas TNI dan Polri sudah ditegaskan seperti yang telah diberitakan tetap menjunjung tinggi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, imbuh Manurung.

Terkait tantangan dan tudingan PD (Partai Demokrat), Manurung tetap mengajak agar kita tetap menemukan jalan dalam merayakan keberagaman kita dan memperdebatkan perbedaan kita tanpa memecah belah masyarakat, dan menurut dia disini ada kesan sebuah tantangan bagaimana berpolitik sebagai suatu seni merealisasikan apa yang tak mungkin menjadi mungkin, pungkasnya.

Menyikapi kasus yang menimpa Ibu Sylviana Juru bicara Polri, Kombes Martinus Sitompul kan sudah mengatakan “Dalam hal ini Ibu Sylviana Murni sebagai ketua Kwarda Pramuka yang mendapat dana hibah bantuan sosial dari pemerintah provinsi DKI Jakarta. Dana sebesar Rp6,8 milyar masih perlu dilihat apakah yang bersangkutan melakukan tindak pidana korupsi dari pertanggungjawaban yang dibuat,” kata Manurung menirukan pernyataan Martinus.

Apabila mendapatkan bukti yang cukup, Sylviana dapat dijadikan tersangka. Pilkada DKI Jakarta AHY yang kalah karena pelanggaran hukum, dan tetaplah dalam Negara Demokrasi kita harus berlandaskan kedaulatan hukum dan persamaan setiap warga negara tanpa mebedakan latar belakang ras, suku agama dan asal muasal, di muka-undang-undang, papar Manurung.

Terkait dengan kasus yang menimpa PD kita percayakan Penegak hukum di Indonesia dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertanggung jawab atas penegakan hukum dan tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia di bidang keamanan dan ketertiban umum, penegakan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan pada masyarakat di Indonesia dan untuk Unsur pelaksana tugas pokok Polri sudah ada kesatuan terpusat yang mempunyai tanggung jawab mulai dari pengawasan lalu lintas, investigasi kriminal, intelijen dan penanggulangan terorisme, beber Manurung.

Terakhir Manurung juga menjelasakan dimana TNI Polri sudah menegaskan Netralitasnya dalam pilkada dimana Dalam negara demokrasi, anggota TNI dan Polri tidak boleh berpolitik. Tugas TNI dan Polri di dalam negara demokrasi adalah untuk menjaga pertahanan dan keamanan negara dan tidak difungsikan untuk berpolitik. Penegasan tentang larangan anggota TNI dan Polri aktif tidak boleh berpolitik diatur secara jelas dalam UU No 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan UU No 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 39 Ayat 2 UU TNI menyebutkan bahwa “Prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis.” Sedangkan dalam UU Polri Pasal 28 Ayat 1 menyebutkan bahwa “Kepolisian negara republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.”

Penegasan tentang larangan untuk berpolitik di dalam UU Polri dan UU TNI sesungguhnya mensyaratkan kepada para anggota TNI dan anggota Polri untuk tidak melakukan langkah-langkah politik dalam ruang publik sebelum mereka mengundurkan diri. Dengan kata lain, sepanjang mereka masih aktif menjadi anggota TNI dan Polri maka seharusnya mereka tidak boleh melakukan kampanye politik, deklarasi politik, pemasangan atribut politik seperti baliho dan langkah-langkah politik lainnya, tutur Manurung.

(Prmn/M-B)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *