Netralitas Aparat Hukum Dalam Pesta Demokrasi Di Kampung Saya
BATANG KAPEH, PILARBANGSANEWS.COM,–
Dua orang Walinagari (jabatan setingkat Kepala desa-red) di Kampung saya saat ini sedang kampanye, yang satu namanya A dan yang satu lagi namanya B. Tim sukses dan relawan resmi maupun relawan lepas kini berpacu menarik simpati warga agar memilih jagoan masing masing.
Beberapa waktu yang lalu, beberapa orang relawan lepas calon B, ditangkap hansip karena kampanye hoax….
Relawan kubu B mengatakan, jika nanti A terpilih jadi walinagari, maka dikampung saya, sapi tidak boleh dikawinkan dengan sapi, sapi harus kawin dengan kambing.
Kalau sapi dikawinkan dengan kambing pasti populasi akan musnah dikampung saya, begitu juga kambing tak akan beranak pinak lagi karena dikawinkan dengan kromosom yang berbeda.
Itu berita hoax, tak pernah A membuat rancangan peraturan nagari terkait dengan perkawinan kambing dan sapi itu.
Akibat mengkampanyekan berita hoax itu tim relawan lepas ditangkap hansip.
Hansip tak bisa disalahkan sebagai penegak undang undang dan petaturan nagari, lembaga Hansip wajib memproses sesuai dengan dengan Hukum yang berlaku.
Para pakar hukum pun berkomentar yang kampanye berita hoax sapi dikawinkan dengan kambing harus dihukum..
Para pendukung kubu B tak dapat protes malah tim sukses nagari kubu B mengatakan itu salah yang mengkampanyekan. Kita harus taat proses hukum yang akan dimainkan pemegang tampuk penjaga supremasi hukum itu.
Tak lama setelah kubu B kampanye hoax, ada lagi berita hoax kedua. Kini muncul dari kubu calon A..
Oh…., Mungkin yang bikin kabar hoax ini bukan tim sukses tapi para guru silat….
Ketika memberikan nasehat kepada murid muridnya, guru silat mengatakan, tahukah kalian jika A tidak terpilih lagi jadi walinagari , tidak akan didengar lagi suara orang berzikir tidak ada lagi orang yang melaksanakan doa untuk almarhum orang tuanya.
Betulkah demikian, kalau A tidak terpilih jadi walinagari, tidak terdengar lagi orang berzikir?
Tidak.., tidak… Itu berita bohong, saya tak pernah mengatakan begitu kalau saya jadi walinagari akan dilarang berzikir. Kata pak B saat ditanya seorang tukang canang di nagari itu..
Diksi dan narasi kampanye memang berbeda tapi dapat dinilai mengandung makna yang sama apabila kita ingin memaknai sesuai keinginan kita sendiri.
Jika A tidak terpilih maka tidak akan ada lagi orang.., bla.., bla..
Apakah tidak sama artinya jika A tidak terpilih, tentu si B yang terpilih, apakah dengan terpilihnya si B tidak akan ada lagi ..,
Kata Hansip, kubu A tidak megatakan kalimat seperti itu.
Kelompok B atau yang simpati kepada walinagari B, ribut dan menyumpah serapah.
Kata mereka hansip tidak adil, kalau simpatisan B bikin hoax cepat ditangkap tapi jika kelompok A yang bikin hoax dibiarkan saja. Hansip berpihak.
Kepala Hansip ketika ditanya, membantah dirinya berat sebelah. Kami netral kata kepala hansip.
Apabila dipihak kubu B ada yang salah cepat anda proses, tiba kalau si A bikin ulah anda tidak proses dengan baik, kenapa?
Coba anda lihat cara mereka kampanye .. Kubu B jelas jelas mengatakan jika A terpilih, akan ada…bla…bla..bla.
Beda dengan kubu A kempanye… Simpatisan kubu A tidak menyebut nama calon kubu lawan yang disebut hanya nama jagoannya.
Kita ulang lagi pernyataan diatas kubu A, jika A tidak terpilih jadi wali nagari, maka tidak akan ada lagi…, bla…, bla…
Simpatisan kubu A tidak bilang kubu lawan kan?
Silahkan anda teliti kalimatnya, sangat berbeda, bukan??
Makanya anda jangan tuduh tuduh hansip tidak netral di helat pemilihan walinagari ini…..” kami aparat hukum netralitas kami bisa dipertanggungjawabkan,” ucap pak hansip.
(Yuharzi Yunus)
Isi artikel ini tanggung jawab penulisnya