Entri Data Salah, Cakepung 01 Selalu Diuntungkan. Itu “YumanError”, Kata Buya Bahar
HIKAYAT
DODON TEA dan UMAR GALIE
Oleh Ermanto Tolantang (Komunitas Sansai Film, Padang, Indonesia)
Baca disini episode 1 s.d espisode 16;
Bini DODON Tea Pecahkan Televisi, Hasil “KuikKon” Pilpung Tak Sesuai Fakta
Episode (17)
“Salah Entri Data”
Pagi ini sebagaimana lazimnya, setelah salat Subuh, Buya Bahar kembali hadir di lepau Emak Iyai. Entah apalah gerangan, Dodon Tea sudah tiba di lepau Emak Iyai sedangkan Umar Galie belum tampak batang hidungnya. Ini sungguh tidak sebagaimana lazimnya. Jarang sekali kedua berkarib ini berbeda ketibaannya di lepau Emak Iyai. Sepertinya ada perkara besar antara Umar Galie dengan Dodon Tea atau mungkin ada perkara pribadi yang dihadapi Umar Galie berkaitan dengan hasil pemilihan Kepala Kampung.
“Assalamualaikum,” salam Umar Galie dengan suara parau dan agak meninggi. Matanya sedikit memerah dan liar. Buya Bahar, Dodon Tea, dan Emak Iyai segera memaklumi keadaan Umar Galie yang sedang dalam suasana panas hati.
“Alaikumsalam,” jawab seisi lepau Emak Iyai.
“Umar Galie, Buya lihat ada perkara berat yang sedang menghimpit hati dan pikiranmu. Coba tenangkan dulu hati dan pikiranmu. Emosi yang terus-menerus tentulah tidak akan menyelesaikan perkara hidup ini,” ujar Buya Bahar sembari mendekat dan memegang bahu Umar Galie. Dodon Tea dan Emak Iyai menyaksikan saja dalam diam.
“Buya, tidak tahan hati ini sejak tadi malam. Agaknya kejujuran sudah dikuburkan oleh panitia pemilihan kampung kita, sedangkan kecurangan sengaja ditumbuhsuburkan di depan mata kita,” suara Umar Galie serak-serak berair dengan emosi yang masih meletup-letup. Jantungnya berdebar. Dadanya naik turun. Kedua daun telinganya berdiri tegak dan memerah.
“Apa maksudnya, Umar?” tanya Buya Bahar.
“Buya, kini aku sangat malu selalu disindir oleh Mamak Suryadi yang sedang merantau di negeri Belanda itu bahwa kejujuran itu sudah pudar di kampung kita ini. Mamak Yadi juga kini malu di Negeri Belanda karena disindir oleh rakyat sana perihal kejujuran yang sudah babak belur dan terkubur,” jelas Umar Galie yang masih mengebu-gebu.
“Alah…, siapa saja orBuktinya, apa Umar Galie? Belum terang benar bagi Buya maksudmu itu,” ujar Buya Bahar lagi.
“Buya, kenapa para pengentri data perolehan jumlah suara Cakepung (calon kepala kampung) seringkali salah pada aplikasi jaringan itu? Buya, bagiku kalau cakepung 02 kalah tanpa kecurangan, aku menerima dengan lapang dada. Akan tetapi, kalau kalah karena banyak salah entri data jumlah perolehan suara, itu berarti kalah karena perbuatan curang. Itulah yang membuat panas hati ini Buya,” jelas Umar Galie lagi.
“Maaf Umar. Mungkin saja itu kesalahan biasa. Manusia bersifat kilaf. Yumanerror kata generasi milenial sekarang,” alasan Buya Bahar.
“Buya. Aku tidak setuju dengan pandangan Buya itu. Kesalahan entri itu seringkali teratur. Kesalahan itu selalu digelembungkan suara calon kepala kampung 01 dan digemboskan suara calon kepala kampung 02 pada pengentrian itu Buya. Buya bisa melihat pada media sosial di hape Emak Iyai itu!” jelas Umar Galie lagi.
“Benar Buya. Kalau salah terus entri data, ada baiknya Emak-emak kampung ini saja disuruh untuk mengentri data perolehan suara calon Kepala Kampung itu karena Emak-emak biasanya lebih teliti,” pinta Emak Iyai.
Buya Bahar mengangguk dan Dodon Tea sejak tadi tak mau ikut serta berpendapat dalam perkara kesalahan entri data perolehan jumlah suara itu.
Sejurus kemudian, tiba-tiba saja Umar Galie ‘menggeretak’ sembari berdiri tegak dengan suara lantang, “Buya biarlah aku menyelesaikan perkara ini ke kantor pemilihan Kepala Kampung dengan caraku sendiri pagi ini.” Suara Umar Galie menggelegar memecahkan lepau Emak Iyai.
Dengan gerakan refleks, Buya Bahar segera memegang pundak Umar Galie dan meminta Umar Galie duduk kembali untuk bersabar.
“Umar, ingatlah. Dalam hidup ini, kejujuran pasti akan menemui jalannya dan kecurangan pasti akan menampakkan diri,” bujuk Buya Bahar.
Bersambung ke espisode 18 klik dibawah ini;