SOEMPAH PEMOEDA 1928, KEMENANGAN SEKULERISME ATAS AGAMA
Oleh : Anton Permana.
Hari ini bertepatan dengan hari sumpah pemuda 28 Oktober 2019. Dimana telah terjadi dalam sejarah bangsa kita (ketika itu sebelumnya belum bernama Indonesia), 91 tahun lalu para pemuda mewakili masing-masing pulau di nusantara berkumpul untuk menyatakan tekad akan satu nasib, satu tanah air, satu cita-cita, satu bahasa (identitas) bernama Indonesia. Cita-cita disini yang dimaksudkan adalah cita-cita untuk merdeka dari penjajahan kolonial Belanda yang sangat menyengsarakan rakyat dan semena-mena terhadap rakyat kita.
Terbentuknya sumpah pemuda ini tentu tidak semudah yang kita bayangkan seperti hari ini dimana teknologi sudah dapat memangkas jarak dan waktu. Baik dalam berkomunikasi (HP), maupun dalam transportasi (pesawat/kapal/kendaraan).
Dulu belum ada HP, belum ada pesawat, belum ada kendaraan mobil. Bahkan belum ada jalan, jembatan dan kapal laut seperti sekarang ini. Bayangkan bagaimana cara para pada zaman dulu itu berkomunikasi, berbagi semangat, dan menggalang kekuatan kebersamaan sampai pelosok nusantara ? Cara yang mereka lakukan semua dengan cara manual. Paling canggih menggunakan telegram dan memanfaatkan jalur perdagangan atau supplay logistik Belanda yang berhasil disusupi.
Ada tiga fase krusial sampai terbentuknya negara Indonesia ini secara utuh yang tidak dapat kita pisahkan dalam sejarah. Yaitu, fase 1908 dimana terbentuknya Boedi Oetomo dimana dalam catatan sejarah formal negara, dijadikan sebagai titik awal sebuah perjuangan untuk lepas dari penjajah menggunakan gerakan politik modern tanpa senjata.
Setelah perjuangan secara parsial kedaerahan selalu gagal melawan penjajah Belanda yang dengan licik menggunakan ‘blondo ireng’ (tentara Belanda dari pribumi). Dari gerakan Boedi Oetomo inilah nama Indonesia mulai disebutkan sebagai pemersatu nusantara. Selanjutnya barulah pada tahun 1928 apa yang digodok dan di siapkan pada gerakan Boedi Oetomo 1908 dapat terealisasi. Yaitu bagaimana para pemuda di Nusantara bersatu, bertekad, untuk berbangsa satu bangsa Indonesia.
Artinya, ada masa 20 tahun para pemuda kita waktu itu (bahkan satu generasi) untuk menyebar luaskan semangat ini keseluruh nusantara. Ada yg melalui surat. Ada yang secara manual melakukan perjalanan langsung menggunakan kendaraan apa adanya. Baik kapal, berjalan kaki, bahkan ada juga yang meninggal dalam perjalanan karena sakit, kena rampok, atau di makan buaya. Sangat luar biasa perjuangan para leluhur kita.
Barulah akhirnya pada tahun 1945 tepatnya 17 Agustus negara Indonesia diproklamirkan sampai kepada kita hari ini. Artinya, betapa begitu berat perjuangan para leluhur kita untuk membangun dan mendirikan sebuah negara bernama Indonesia. Tak terhitung berapa nyawa, harta, air mata, peluh keringat, yang mereka korbankan agar anak cucunya (kita hari ini) menikmati alam kemerdekaan.
Lalu apa korelasinya dengan konsep keagamaan seperti judul di atas ? Ini adalah sebuah catatan penting yang perlu penulis sampaikan kepada kita semua. Dimana hal ini akan sangat jarang ditemukan di tempat lainnya. Tapi tentu, penjelasan berikut ini diperuntukkan agar kita semua paham dan bijaksana, bagaimana perseteruan dua kutub pemikiran negara bangsa Vs negara agama itu sudah terjadi sejak lama. Namanya saja yang berbeda-beda. Berikut penjelasannya.
1. Kalau kita pernah membaca buku Samuel P Huntington yang berjudul “The Clash of Civilization” (perang peradaban) setidaknya akan memahami apa yang penulis maksudkan dengan judul di atas. Bahwasanya ada pertarungan kutub besar ideologi di dunia yang secara garis besar itu ada tiga yaitu ; kutub liberalisme-sekuler, kutub komunisme-sosialis, dan kutub peradaban Islam.
Tiga kutub ini kalau dikerucutkan lagi akan menjadi dua kutub besar yaitu ; kutub liberalisme-sekuler (sebuah ideologi pemikiran yang berasal dari pemikiran manusia dan menjauhkan agama dari kehidupan) Vs kutub ideologi konservatif (yaitu kutub ideologi yang masih percaya akan Tuhan serta nilai/nilai kebaikan yang bersumber dari agama. Contohnya Islam bersumberkan pada Alquran dan Hadist Nabi).
Benturan dua kutub ideologi ini juga masuk ke Indonesia yang ketika dulunya masih berupa kerajaan-kerajaan nusantara yang mayoritas beragama Islam. Namun sebagian besar dibawah jajahan Belanda.
2. Setelah berjibaku melalui perjuangan senjata yang selalu kalah melawan Belanda. Para pendahulu kita menyadari salah satu kekalahan itu penyebabnya adalah karena perlawanan masih bersifat kedaerahan yang terpisah-pisah sehingga mudah di patahkan Belanda. Ditambah lagi segala potensi ekonomi dan sumber daya dikuasai Belanda ketika itu. Untuk itulah muncul pemikiran untuk melahirkan sebuah gerakan bersama di Nusantara. Karena mayoritas penduduk Nusantara adalah muslim, maka dibuatlah sebuah organisasi pertama bernama Syarikat Islam pada tahun 1904 dan terealisasi pada tahun 1906 oleh beberapa tokoh Islam di nusantara.
Kenapa bernama Syarikat Islam? Karena ketika itu belum ada Indonesia, instrumen yang paling bisa untuk dijadikan ruh ikatan gerakan bersama ini adalah agama atau keimanan. Ditambah lagi, ketika itu secara geo politik global, nusantara ketika itu masih di bawah naungan panji kekhalifahan Turki Utsmani. Jadi semangat kebersamaan berbasis keimanan Islam masih kuat dan sudah menjadi kultur budaya.
3. Melihat kemunculan Syarikat Islam yang berkembang begitu pesat. Para kaum orientalis dan kolonial Belanda menganggap hal ini adalah sebuah ancaman besar. Tidak saja ancaman secara fisik terhadap daerah jajahannya. Tetapi adalagi ancaman yang lebih besar yaitu, ancaman ideologis dimana pemikiran barat (sekuler) ketika itu sedang giat giatnya menyebarkan pengaruh bernama konsep “nation state”. Yaitu negara yang dibangun berdasarkan kebangsaan, suku, ras, dan geografis kedaerahan. Tujuannya adalah untuk memutus jalur konsep kekhalifahan yaitu sebuah konsep kepemimpinan dalam Islam yang bersatu padu dalam sebuah panji keagamaan Islam tanpa membeda bedakan suku, bangsa, daerah, dan ras.
4. Melihat ancaman Syarikat Islam yang diprediksi kalau meluas bisa berbahaya bagi kepentingan ideologis dan kolonialisme Belanda. Maka kaum orientalis atau para pelajar yang otaknya sudah dipengaruhi, dicuci oleh pemikiran sekulerisme barat membuat gerakan tandingan yang di labeli dengan istilah modern bernama Boedi Oetomo. Dimana gerakan ini untuk menafikkan, mengeleminir gerakan Syarikat Islam yang menjadi pelopor gerakan perjuangan berbasis geo politik nusantara.
5. Setelah Boedi Oetomo terbentuk, corak gerakan politik kemerdekaan yang awalnya didominasi gerakan bernafaskan Islam mulai digerus. Ditambah gerakan Boedi Oetomo ini mendapat dukungan dari pemerintahan kolonial Belanda. Karena dianggap mempunyai musuh dan ancaman yang sama yaitu ; bangkitnya Islam dalam sebuah gerakan bersama untuk mendirikan negara berdasarkan konsep Islam (kepemimpinan khilafah)
6. Runtuhnya ke khalifahan Utsmani pada tahun 1924 adalah mimpi buruk bagi seluruh gerakan perlawanan dan pergerakan Islam di seluruh dunia. Karena tidak ada lagi kepemimpinan kolektif yang memayungi ummat Islam di dunia saat itu. Dan kondisi ini sangat menguntungkan kelompok orientalis dan sekuler di tanah air. Yang akhirnya 4 tahun dari runtuhnya ke khalifahan Utsmani tepatnya pada tahun 1928 di deklarasikanlah Sumpah Pemuda di nusantara dan lahirnya nama bangsa bernama Indonesia.
7. Kita bisa melihat dan membaca sendiri di dalam text Sumpah Pemuda tak ada kata “agama” disebutkan. Yang ada hanya satu bahasa, satu bangsa, satu tanah air. Artinya ; disinilah puncak kemenangan dari kubu sekuler mengalahkan kubu konservatif Islam.
8. Tidak hanya sampai pada Sumpah Pemuda 1928. Perseteruan dua kubu sekuler dan konservatif Islam ini juga berlanjut pada proklamasi 17 Agustus tahun 1945 yaitu tentang di hapusnya 7 kata pada piagam Jakarta. Kubu Islam konservatif, demi sebuah kebersamaan atau memang terpaksa demi bisa merdeka, maka diterimalah UUD 1945 dan Pancasila sampai hari ini sebagai dasar dan rumusan bernegara. Dimana sebagai “bargainning” nya, kalimat tahuid dalam Islam dijadikan sila pertama Pancasila sebagai dasar negara yaitu ; KeTuhanan Yang Maha Esa. Yang dilanjutkan dengan pasal 29 (ayat) 2 yang mengatakan bahwa “ Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk menjalankan agama dan kepercayaannya sesuai dengan agama kepercayaannya masing-masing “.
Untuk jaminan dalam tataran operasionalnya, maka dibentuklah Kementrian Agama (departemen Agama) satu-satunya ada di dunia dalam negara berbentuk republik. Sebagai bentuk jaminan negara agar ummat Islam yang mayoritas terjamin, tenang dalam menjalankan ibadahnya dan negara yang akan mengurus dan memfasilitasinya.
Dari paparan diatas sengaja penulis paparkan kembali agar kita semua dapat memahami bijaksana. Bagaimana permasalahan antara benturan pemikiran kubu sekulerisme dan konservatif Islam ini sudah selesai melalui Pancasila. Jadi tak usah dicongkel-congkel lagi yang kemudian dapat membuka luka lama ummat Islam di Indonesia. Apalagi dengan tuduhan dan fitnah mau mendirikan negara khilafah, radikalisme, terorisme yang semua seolah dikaitkan dengan Islam. Hal ini pasti akan menyakitkan hati ummat Islam.
Padahal apalagi kurang baik dan mengalahnya ummat Islam di Indonesia kepada bangsa ini. Walaupun mayoritas tetapi hari liburnya hari minggu bukan jumaat. Semua agama yg ada di Indonesia punya hari besar. Konghucu cuma 0,7 persen populasinya juga punya hari besar. Semua hidup damai di tengah muslim yang mayoritas.
Jadi penulis mengajak dan menghimbau kita semua, untuk tidak lagi semena-mena terhadap Islam. Hentikan politisasi radikalisme sebagai komoditas politik untuk cari muka agar dapat jabatan dan uang. Tak ada satu agamapun di dunia ini yang mengajarkan keburukan.
Semoga semangat sumpah pemuda ini, memberikan kita kembali spirit kebersamaan, spirit persatuan dan spirit cita-cita bersama untuk Indonesia yang lebih baik. Hidup dalam harmonisasi kebaikan dan kedamaian dibawah naungan Pancasila dan UUD 1945. Merdeka !!!
Jakarta, 28 oktober 2019.
(Penulis adalah Alumni PPRA Lemhannas RI Angkatan 58 Tahun 2018).
Catatan Redaksi: Isi menjadi tanggungjawab penulisnya
Baca juga;