Sangat Memuaskan, Nilma Suryani Raih Doktor Hukum Pidana
Padang, PilarbangsaNews
Nilma Suryani, SH.,MH. berhasil lulus dengan yudisium Sangat Memuaskan dan berhak menyandang gelar Doktor Ilmu Hukum dalam Ujian Terbuka Sabtu (29/2) di Aula Gedung A Kampus Fakultas Hukum Universitas Andalas, Jl. Pancasila No.10, Padang. Ini adalah doktor ke-57 sejak program S.3 ini dibuka.
Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unand ini mempertahankan disertasinya yang berjudul “Penerapan Sanksi Pidana Adat dalam Putusan Hakim terhadap Tindak Pidana Penghinaan Sebagai Suatu Delik Adat (Studi Terhadap Hukum Pidana Adat Minangkabau)”.
Tim Penguji yang berjumlah 12 orang dengan Ketua Prof. DR. Yuliandri, SH.,MH bersama Prof. DR. Zainul Daulay, SH.,MH., DR. Nani Mulyati, SH.,MCL., Prof. DR. Ismansyah, SH.,MH., Prof. DR. Yaswirman, MA. (Co Promotor), DR. Aria Zurneti, SH.,M.Hum., (Co Promotor), Prof. DR. Edi Warman, SH.,M.Hum. (Penguji Eksternal), Prof. DR. Elwi Danil, SH.,MH., DR. Sukanda Husin, SH.,LLM., DR. Kurnia Warman, SH.,M.Hum., DR. Fadillah Sabri, SH.,MH., dan DR. Ferdi, SH.,MH.
Menurut DR. Nilma Suryani, SH.,MH., hukum merupakan sebuah sistem yang sangat kompleks mengharuskan saling keterkaitan hukum dan kaidah-kaidah sosial dengan hubungan yang erat. Hukum sebagai kaidah sosial sesuai dengan hukum yang hidup (the living law). Seterusnya, nilai-nilai yang hidup meningkat menjadi adat.
Dalam hal terjadi pelanggaran hukum adat maka petugas hukum (kepala adat dan sebagainya) mengambil tindakan konkrit (adat reactie). Terhadap pelaku pelanggaran hukum pidana adat akan dijatuhkan sanksi pidana adat. “Penerapan sanksi pidana adat ini sangat diperlukan terutama terhadap perkara tindak pidana penghinaan yang ditujukan kepada mamak yang perkaranya sampai ke pengadilan,” kata Nilma Suryani.
Ditambahkan Nilma Suryani, masyarakat Minangkabau mengenal tiga macam aturan hidup yaitu adat istiadat, norma agama dan undang-undang. Terhadap tindak pidana penghinaan yang ditujukan terhadap mamak/KAN yang diajukan ke pengadilan, hakim dapat menerapkan sanksi pidana adat berupa permintaan maaf dari terdakwa kepada korban tidak hanya dalam pertimbangan hakim, tetapi juga dalam amar putusan walaupun jenis pidana tersebut belum diatur dalam KUHP tetapi dengan menggunakan UU Darurat No.1/1951 dan Pasal 18 (b) ayat (2) UUD 1945 dan UU Kekuasaan Kehakiman, dimana hakim wajib menggali nilai–nilai yang hidup dalam masyarakat.
Di samping itu dalam RKUHP juga sudah memuat sanksi berupa pemenuhan kewajiban adat. Sanksi itu bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan kosmis yang tercemar. Dengan penerapan sanksi adat diharapkan memberikan efek jera kepada pelaku dan masyarakat lainnnya.
“Jenis-jenis sanksi pidana adat menurut Adat Minangkabau adalah berupa minta maaf, baabu bajantiak, dibuang sepanjang adat, dibuang di nagari menurut sepanjang adat,” kata Nilma Suryani, yang berharap DPR secepatnya mengesahkan RKUHP Nasional.
DR. Nilma Suryani, SH.,MH lahir di Padang 24 Juli 1974, berasal dari Padusunan, Kota Pariaman. Dari perkawinannya dengan Maifil Eka Putra (Dompet Dhuafa Pusat), Nilma Suryani dikaruniai dua orang anak; Alya Raudhatul Makna (Fakultas Kedokteran Unand) dan Khiyara Hidayatul Makna (SMA 3 Padang).
(gk)