WASPADA PEMBONCENG GELAP WABAH COVID19
Oleh : Anton Permana.
Akhirnya mesti sangat terlambat status bencana nasional dikeluarkan juga melalui Keppres nomor 12 tahun 2020. Namun meskipun yang kita alami sekarang ini adalah musibah dan wabah pandemik yang menelan korban ratusan jiwa, masih juga banyak kita temukan dan lihat kelakuan anak manusia yang tak sepantasnya dilakukan.
Wabah virus ini adalah ancaman nyata yang menimbulkan kepanikan dan kerusakan dahsyat di seluruh dunia. Namun tidak bagi sekelompok manusia yang justru mengambil keuntungan berlipat ganda dari kondisi ini. Ketika yang lain takut, sedih menangis karena kehilangan, mereka justru tanpa hati tertawa gembira mengeruk keuntungan.
Ketika diantara kita berjuang bersama dengan segala upaya bagaimana berpikir, bertindak agar jauh dari wabah, mereka justru sibuk berpikir dan bertindak dapat keuntungan apa dari kondisi ini. Ketika semua orang bagaimana berjuang bertahan hidup mencari jalan cara apapun minimal bertahan hidup buat makan anak istri, mereka ini justru bagaimana mencari celah kesempatan untuk mengambil manfaat dan peluang untuk dapatkan uang berlimpah ruah dan memperkaya diri. Tak peduli norma hukum, kedaulatan, dan kemanusiaan yang akan menyengsarakan orang lain.
Mereka inilah yang penulis perhatikan manusia manusia tanpa perasaan, sambil menyelam minum air dan menari -nari di atas penderitaan orang lain. Mereka inilah yang bisa kita sebut sebagai “pembonceng gelap” wabah covid19 itu. Yang memanfaatkan situasi kondisi musibah untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Tak peduli itu apakah perbuatan melawan hukum ? Perbuatan dosa dan hina. Harta, tahta, dan keagungan nama adalah tujuan utamanya. Siapakah mereka, berikut kita bahas satu-persatau :
1. Pejabat pengkhianat : Yaitu pejabat yang dengan jabatannya sengaja mengambil kesempatan dalam kesempitan. Pejabat yang dengan wewenang dan kekuasaannya memanfaatkan celah untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Baik untuk merampok uang sebanyak-banyaknya maupun untuk menjilat para atasan dan cukong dibelakangnya atau mendulang dukungan dari masyarakat tanpa memikirkan nasib bawahannya yang harus mendampinginya road show kemana-mana.
Modus pejabat pengkhianat ini banyak. Mulai dari menjual produk hukum dan aturan, agar menjadi alat tukar guling pasal dengan uang. Mengeluarkan peraturan untuk menguntungkan sekelompok orang saja tak peduli merugikan orang lain. Bisa berupa monopoli dan perlakuan khusus bagi para cukong yang membayarnya. Meskipun judulnya tetap penanggulangan wabah.
Modus selanjutnya juga bisa memanfaatkan aturan yang sudah ada, mempersulit bagi yang tidak bayar (setor) dan mempermudah semudah-mudahnya bagi mereka yang mau setor uang.
Pejabat tipe pengkhianat ini bisa ada di semua level dan bidang. Tak peduli itu eksekutif, legislatif dan juga yudikatif. Yang demi jabatan mau melakukan apa saja, berkolaborasi menjual harga diri dan bangsa nya.
2. Pebisnis rakus : Yaitu para mafia dan cukong yang memanfaatkan koneksi dan uangnya untuk membeli aturan, regulasi dan membeli pejabat untuk memuluskan semua urusan bisnisnya.
Modus para cukong ini bisa terjadi pada bisnis supply dan produksi alat kesehatan. Mulai dari spekulan yang menimbun alat kesehatan seperti APD, masker dan kebutuhan penanggulangan virus lainnya. Lalu menjualnya dengan sangat mahal. Bahkan dengan memonopoli bahan atau meterial untuk alat kesehatan. Bahkan, mungkinkah saat ini BBM juga ditimbun dengan membeli BBM murah di harga internasional kemudian melepasnya saat sudah mahal nanti?
Modus para cukong ini bisa juga membeli aturan dengan menyogok atau menggunakan pengaruh pejabat ‘peliharaannya’ untuk mengeluarkan aturan yang menyulitkan orang lain selain dirinya untuk menjual produk kesehatan. Akhirnya kelompok merekalah yang monopoli harga, distribusi, dan mengendalikan pasar.
Para cukong inilah yang berpesta pora di saat rakyat kelaparan. Para cukong inilah yang menari-nari ketika yang lain resesi dan banyak yang mati.
Permasalahan ini jangan dianggap remeh. Ratusan trilyun uang bisa dihasilkan dari perselingkuhan ini. Uang begitu besar hanya dinikmati kelompok kecil mereka.
3. Koruptor : Yaitu mereka yang tak mau tahu dengan status darurat, mau orang mati, dan sengsara. Yang penting bagi manusia koruptor ini adalah ; setiap ada kebijakan, setiap ada kewenangan, setiap ada kegiatan pemerintahan, itu semua adalah pintu uang.
Mental koruptor ini juga tak pandang bulu. Besar kecil yang penting uang. Ada barang ada uang. Ada anggaran, ada proyek kegiatan, itu adalah peluang.
4. Penjahat intelektual : Yaitu mereka dari kalangan ilmuan, para ahli dan akademisi yang mau menjual harga dirinya mengeluarkan pemikiran untuk mendukung, menggiring sebuah opini yang menguntungkan kekuasaan.
Para penjahat intelektual ini sebenarnya tahu dengan konsekuensi hasil pikirannya. Tapi uang, harta, atau juga pujian dan intimidasi membutakan mata hati mereka. Sehingga lahirlah sebuah produk hukum, analisa, yang jauh dari manfaat. Dan semua itu hanya menguntungkan penguasa yang membayar atau pesanan.
Para penjahat intelektual ini bisa juga berupa tokoh berpengaruh, influencer, dikalangan masyarakat. Menggunakan pengaruh dan ketokohannya untuk membangun opini sesat membohongi publik untuk keuntungan tertentu.
5. Buzzer dunia akhirat : Yaitu para netizen yang memang mencari hidup dari membully, mencaci maki, dan menebar hoax sebagai alat propaganda. Kondisi sulit seperti saat sekarang ini justru menjadi ladang subur bagi para buzzer. Sampai Harvard University pun melakukan studi penelitian terkait peta buzzer ini di negara kita. Para buzzer yang dipelihara, dirawat, dan dididik oleh penguasa.
Para buzzer ini adalah dari kalangan borjuis tapi miskin. Pengkhayal tingkat tinggi tapi pemalas. Punya bakat nyinyir dan kepo luar biasa. Punya gaya hidup ala Don Juan tapi tak ada skill dan pengangguran. Kelompok seperti inilah yang dididik menjadi buzzer.
Dan para buzzer ini jumlahnya ratusan ribu dengan akun abal-abal jutaan. Disanalah mereka cari hidup dan makan. Fitnah orang, membolak balik kan fakta. Membangun ‘post truth’ dengan strategi logical fallacy yang sudah diajarkan para tutor.
Para buzzer yang ahli adu domba, menebar kebencian, dan memanipulasi kebohongan menjadi sebuah kebenaran. Menyulap tahi bulat kambing jadi pil bulat obat. Atau pil bulat dijadikan seolah tahu kambing.
Ada pejabat yang bekerja dengan baik mereka caci maki dan bully setiap detik dan menit. Yang tak tahu kerja apa-apa alias “planga-plongo” mereka puja-puja bak dewa. Kebijakan ngawur disulap seolah bagus. Kebijakan yang bagus distigmakan seolah buruk dan negatif. Semua tergantung orderan. Tak ada nilai, tak ada norma, tak ada logika. Semua membabi buta bahkan lebih buta daripada babi sekalipun.
Yang buat hoax dan adu domba dilindungi kebal hukum. Yang peduli dan kritis dipenjara dan intimidasi. Disaat negara lain sibuk bersatu padu melawan corona. Dinegeri ini penguasa sibuk tebar ancaman penjara. Disaat negara lain tutup penerbangan dari China, disini justru buat aturan khusus buat TKA China. Si pejabat pasang badan pula walaupun sudah jadi tua bangka.
Disaat semua masyarakat disuruh dirumah saja. Ehh ada menteri buat aturan untuk para narapidana dibebaskan dari penjara. Ketika terjadi huru hara, yang disalahkan masyarakat miskin yang tidak tahu apa-apa. Begitulah para durjana.
Mereka inilah yang kita sebut pembonceng gelap wabah covid19. Yang tidak peduli bahasa kemanusiaan. Yang tak peduli rasa empati dan norma kewajaran.
Secara normatif, namanya pebisnis, namanya pejabat, atau siapa saja pasti butuh uang. Selagi itu jumlahnya wajar dalam kapasitas biaya operasional dan keuntungan dagang itu biasa. Tapi itu akan menjadi luar biasa kalau serba kelewatan. Serba berlebihan. Dan mereka inilah tipikal parasit alias duri dalam daging di negeri ini.
Selagi tipikal manusia seperti ini masih berkeliaran bebas, jangan harap akan ada perbaikan terhadap negeri ini. Semua akan menjadi seremonial semata. Tidak tepat sasaran dan tidak menyelesaikan masalah.
Inilah saatnya bagi kita semua, yang masih punya nurani, yang masih punya hati untuk mengawasi, mengamati, dan bersama berjuang meminimalisir agar para pembonceng gelap ini tidak berkutik dan leluasa. Manfaatkan kontrol sosial melalui kritikan dan kalau perlu tindakan hukum.
Kasihan saat melihat masyarakat yang saat ini terimbas wabah covid19. Beban negara ini sudah begitu berat. Jangan ditambah lagi oleh kelakuan jahat para pembonceng gelap ini. Bagaimana caranya ? Mari kita berkreasi dan bergerak bersama melakukan kontrol sosial dan hukuman sosial bagi pelaku pembonceng gelap ini. Kalau tidak kita siapa lagi ? Kalau tidak sekarang kapan lagi ? Untuk Indonesia kedepan yang lebih baik. Wallahu’alam.
Batam, 17 April 2020
*) Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis