Hukum

Dakwaan KPK “Suap Bupati Solsel” Dinilai Kabur, PH Pemilik Dempo: Harus Dibatalkam Demi Hukum

Padang – Didakwa menyuap Muzni Zakaria selaku Bupati Solok Selatan (Solsel), Penasehat Hukum (PH) Terdakwa Muhammad Yamin Kahar alias Yamin, Pemilik Group Dempo menyatakan, dakwaan Penuntut Umum (PU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus dibatalkan demi hukum, karena kabur, tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap.

Demikian disampaikan H. Halius Hosen, SH, Wilson Saputra, SH, MH, Meri Anggraini Z, SHI, Erpina, SH, dan Tiswal, SH selaku PH Terdakwa Yamin dalam Eksepsi (nota keberatan) nya yang dibacakan pada sidang kedua perkara dugaan korupsi proyek pembangunan Masjid Agung dan Jembatan Ambayan di Kabupaten Solok Selatan, Rabu (22/4-2020) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Padang.

Dikatakan Halius Hosen, pada surat dakwaan Nomor: 30/TUT.01.04/24/03/2020 tanggal 31 Maret 2020 yang dibacakan pada sidang pertama hari Rabu tanggal 15 April 2020, baik dakwaan kesatu maupun dakwaan kedua, PU KPK menghilangkan Pasal 55 ayat (1) ke 1e KUHP, dan menggantinya dengan Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dijelaskan, pada berkas perkara Nomor: 19/Pid.sus-TPK/2020/PN.PDG, Terdakwa Yamin sebagai hasil penyidikan, seluruh dokumen surat-surat, surat perintah, BAP Saksi dan BAP Tersangka, analisa hukum, dan kesimpulan penyidik, mencantumkan Terdakwa Yamin telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHP, atau Pasal 13 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHP.

Dalam Eksepsi yang dibacakan secara bergantian dengan Wilson Saputra tersebut dijelaskan, dengan menghilangkan Pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHP dalam dakwaan, dan menggantinya dengan Pasal 64 ayat (1) KUHP, maka JPU telah menghilangkan seluruh materi pokok yang merupakan hasil penyidikan sesuai dengan berkas perkara Nomor 19/Pid.sus-TPK/2020/PN.PDG.

Bila merujuk ketentuan Pasal 64 ayat (1) KUHP, berbunyi; “Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya dengan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana ; jika berbeda-beda yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.”

“Dengan demikian, kami penasehat hukum berpendapat, seolah-olah saudara M. Yamin Kahar alias Yamin melakukan kejahatan tindak pidana korupsi bersendirian,” ujar Halius Hosen. “Padahal, bilamana kami cermati uraian perbuatan saudara M. Yamin Kahar alias Yamin dalam surat dakwaan Nomor 30/TUT.01.04/03/2020, terdapat peran serta yang sangat jelas dari beberapa orang, seperti Muzni Zakaria, Suhandana alias Wanda, David Melko, Abdul Hidayat Syaf, Fadhlu Rahmab alias Salu selaku Direktur PT Zhulaikha, Hazwinen Gusri selaku Ketua Kelompok Kerja ULP Barang/Jasa Kabupaten Solok Selatan dan Desriyanto selaku Ketua Kelompok Kerja ULP Barang/Jasa Kabupaten Solok Selatan,” tegasnya.

Ditegaskannya, dengan menghilangkan Pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHP oleh PU, dan menggantinya dengan Pasal 64 ayat (1) KUHP, maka JPU tidak konsisten dalam membuat rumusan dakwaan, dengan perkataan lain, Penuntut Umum tidak cermat, terang dan jelas dalam menyusun sebuah surat dakwaan.

Juga dipertanyakan, dimasukannya perbuatan amal jariah yang dilakukan Yamin dengan memberikan sedekah infak, membeli sajadah/tikar sembahyang untuk beberapa masjid di Solok Selatan seharga Rp50 juta sebagai suatu perbuatan tindak pidana korupsi.

Begitu juga yang berkaitan dengan perjanjian pinjaman uang oleh isteri Muzni Zakaria bernama Suryati sebanyak Rp3,2 miliar yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang diatur dalam undang-undang keperdataan menjadi perbuatan tindak pidana korupsi.

“Berdasarkan uraian di atas, kami selaku Tim Penasehat Hukum Terdakwa menyatakan bahwa dakwaan yang didakwakan oleh Penuntut Umum KPK, kabur, tidak cermat, jelas dan lengkap, sehingga tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, yaitu Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan,” tegas Halius Hosen.

Dalam Eksepsinya, Halius Hosen Cs menegaskan, atas fakta-fakta hukum tersebut, Surat Dakwaan PU KPK Nomor 30/TUT.01.04/24/03/2020 tanggal 31 Maret 2020, demi hukum haruslah dibatalkan dalam Putusan Sela.

Halius Hosen Cs memohon Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara Terdakwa Yamin menerima dalil-dalil Eksepsinya untuk keseluruhannya, serta menjatuhkan Putusan Sela sebagai berikut:
1. Menerima dan mengabulkan Eksepsi/keberatan dari Tim PH Terdakwa untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Surat Dakwaan PU KPK Nomor 30/TUT.01.04/24/03/2020 tanggal 31 Maret 2020, batal demi hukum (Nietig), atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (Niet on Vankelijke Verklaard);
3. Memerintahkan kepada PU agar membebaskan Terdakwa Muhammad Yamin Kahar alias Yamin dari Tahanan.
4. Membebankan biaya perkara kepada negara.

Di awal Halius Hosen mengatakan, pengajuan Eksepsi sama sekali tidak mengurangi rasa hormat kepada PU KPK, tidak bermaksud mencari-cari kesalahan dakwaan PU. “Namun ada hal yang sangat pundamental, yang menurut kami bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang dijadikan dasar oleh Penuntut Umum untuk mendakwa saudara M. Yamin Kahar alias Yamin,” tegasnya.

Penuntut Umum KPK Ajukan Tanggapan

Atas Eksepsi PH Terdakwa Yamin tersebut, Penuntut Umum KPK mengajukan Tanggapan. “Atas Eksepsi Penasehat Hukum Terdakwa, kami akan mengajukan Tanggapan Yang Mulia,” ujar Rikhi B. Maghaz, salah seorang PU KPK. Dan, Ketua Majelis Hakim Yose Rizal yang didampingi hakim anggota Zaleka dan Mhd Takdir menjadwal sidang berikutnya pada hari Rabu tanggal 29 April 2020, dengan agenda mendengarkan Tanggapan Penuntut Umum KPK.

Yamin Didakwa Suap Bupati Solsel

Sebelumnya, Rabu (15/4-2020) lalu, perkara dugaan korupsi pada proyek pembangunan Masjid Agung dan Jembatan Ambayan di Solok Selatan mulai disidangkan. Yose Rizal dan hakim anggota Zaleka dan Mhd Takdir menjadi majelis hakim yang menyidangkan Terdakwa Muhamad Yamin Kahar alias Yamin di Pengadilan Tipikor Padang.

Dalam sidang itu, Yamin yang merupakan pemilik Grup Dempo itu didampingi Penasihat Hukum (PH) H. Halius Hosen, Wilson Saputra, Meri Anggraini Z, Erpina dan Tiswal.

Menurut Jaksa KPK Dormian, Rikhi B Maghaz dan Januar Dwi Nugroho, terdakwa Yamin selaku pemilik Group Dempo antara April 2018 hingga 2018 telah melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi sesuatu yaitu berupa uang sebesar Rp 25 juta, Rp 100 juta dan berupa karpet masjid senilai Rp 50 juta kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yakni Muzni Zakaria selaku Bupati Solok Selatan periode 2016-2021.

Selanjutnya, uang sebesar Rp250 juta kepada Hazwinen Gusri selaku Ketua Kelompok Kerja (Pokja) ULP Barang/Jasa Kabupaten Solok Selatan 2018 untuk paket Pembangunan Masjid Agung Solok Selatan, dan uang sebesar Rp50 juta kepada Desriyanto selaku Ketua Pokja paket pembangunan Jembatan Ambayan, sehingga seluruhnya berjumlah Rp475 juta karena atau berhubungan dengan sesuatu bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya yaitu pemberian tersebut terkait dengan penunjukan Terdakwa untuk mengerjakan pembangunan Masjid Agung dan Pembangunan Jembatan Ambayan yang bertentangan dengan kewajiban Muzni Zakaria selaku Bupati Solok Selatan.

Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaima diatur dan diancam dalam Pasal 5 ayat 1 huruf b UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP, atau kedua, perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 13 UU Nomor 31 Tahiun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Dalam dakwaan tersebut dijelaskan, sekitar bulan Januari 2018, Muzni Zakari selaku Bupati Solok Selatan mendatangi rumah Terdakwa Yamin di Padang, dan menawarkan paket pembangunan Masjid Agung Solok Selatan dengan pagu anggaran Rp55 miliar. Atas tawaran tersebut Terdakwa menyanggupinya dengan mengatakan, “Bisa gak saya bangun dulu, ntar kalau sudah selesai, baru bayar dalam beberapa tahun, tanya dulu regulasinya dengan DPRD dan pihak yang berwenang lainnya.” Selanjutnya Muzni Zakaria menanggapinya dengan mengatakan, “Tidak bisa Pak Yamin, silahkan ikut lelang.”

Selanjutnya dalam pertemuan tersebut, Terdakwa memperkenalkan Muzni Zakaria kepada Suhanddana Peribadi alias Wanda selaku Direktur PT Dempo Bangun Bersama sambil mengatakan kepada Muzni Zakaria, “Nah, ini Wanda, direktur saya yang biasa ikut proyek-proyek pemerintah.” Lalu Muzni Zakaria menjawab, “Kalau pak Direktur berminat silahkan hubungi pak Hanif Kadis PU.” Selanjutnya Terdakwa memerintahkan Wanda mencari perusahaan yang akan dipergunakan untuk mengerjakan paket pembangunan Masjid Agung Solok Selatan.

Selanjutnya Wanda bersama David Melko mencari perusahaan untuk mengerjakan proyek tersebut. Wanda menghubungi Abdul Hidayat Syaf selaku pegawai site engineer PT Zulaikha menawarkan paket proyek tersebut. Atas tawaran tersebut Abdul Hidayat Syaf menyampaikan kepada Fadzlu Rahman alias Salu selaku Direktur PT Zulaikha, kemudian Salu menyetujuinya dengan menyepakati akan memberi komitmen fee 12 % dari nilai kontrak.

Beberapa hari setelah Terdakwa melakukan pertemuan dengan Muzni Zakaria tersebut, bertempat di kantor Bupati Solok Selatan, Muzni Zakaria memanggil Hanif Rasimon selaku Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang dan Perumahan (PUTRP) Solok Selatan, Martin Edi selaku Kepala Pengadaan Barang dan Jasa, serta Hazwinen Gusri alias Azri selaku Ketua Pokja Pelelangan proyek pekerjaan pembangunan Masjid Agung Solok Selatan serta beberapa anggota Pokja lainnya untuk memberi arahan agar paket pembangunan Masjid Agung Solok Selatan dapat dimenangkan oleh perusahaan yang digunakan Terdakwa. Di dalam pertemuan tersebut, Muzni Zakaria juga meminta kepada Hanif Rasimon agar memberikan paket pembangunan Jembatan Ambayan kepada Terdakwa.

Selanjutnya dalam proses mendapatkan kedua proyek tersebut, baik pra lelang, lelang dan pasca lelang, Wanda dan David Melko berhubungan dengan Hanif Rasimon selaku Plt Kepala Dinas PUTRP, Yance Bastian selaku PPK proyek Masjid Agung, Mutia Farina selaku PPTK, Abdul Hidayat Syaf selaku pegawai site engineer PT Zulaikha, Adwisd Patris Bimbe selaku PPK proyek pembangunan Jembatan Ambayan Solok Selatan, Eryanto selaku pemilik PT Yaek Ifda Cont yang mengerjakan proyek Jembatan Ambayan Solok Selatan, Desriyanto selaku Ketua Pokja ULP proyek Jembatan Ambayan Solok Selatan, dan Hazwinen Gusri selaku Ketua Pokja ULP proyek Masjid Agung Solok Selatan.

Pada tanggal 17 April 2018, Muzni Zakaria menghubungi Hanif Rasimon dan menyampaikan butuh uang Rp25 juta. Hanif Rasimon menghubungi Wanda. Kemudian Terdakwa melalui Wanda memenuhi permintaan tersebut, karena Terdakwa sudah ditunjuk Muzni Zakaria mengerjakan kedua proyek tersebut. Uang Rp25 juta diserahkan Wanda kepada Hanif Rasimon di Hotel Grand Inna Muara Padang, dan uang tersebut diserahkan Hanif Rasimon kepada Endriani alias Ayi selaku Pembantu Rumah Tangga di rumah Muzni Zakaria di Padang.

Bulan Mei 2018, di salah satu Barbershop di jalan A Yani Padang, Terdakwa melalui Wanda dan David Melko memberikan uang Rp100 juta kepada Ketua Pokja Hazriwen Gusri, dan oleh Hazriwen Gusri dibagi-bagi kepada tim Pokja lainnya.

15 Mei 2018, Terdakwa melalui David Melko di rumahnya di Padang memberikan uang Rp150 juta kepada tim Pokja yang diterima oleh Hazriwen Gusri selaku Ketua Pokja.

16 Mei 2018, Terdakwa dihubungi Muzni Zakaria agar membelikan karpet sajadah untuk diberikan ke masjid-masjid di Solok Selatan. Selanjutnya Muzni Zakaria mendatangi Toko Karpet Bahagia di Padang dan memilih karpet sajadah yang diinginkan. Terdakwa melakukan pembayaran melalui transfer ke toko karpet tersebut senilai Rp50 juta.

6 Juni 2018, Terdakwa melalui Wanda kembali memberikan uang kepada Muzni Zakaria melalui Hanif Rasimon melalui transfer ke rekening Nasrijal Rp100 juta. Kemudian uang dicairkan Nasrijal dan diberikan kepada Hanif Rasimon. Atas perintah Muzni Zakaria, Hanif Rasimon memberikan uang tersebut Rp25 juta kepada Riri Thyson’s Nur selaku Kabag Protokoler Pemkab Solok Selatan untuk THR pegawai di lingkungan Pemkab Solok Selatan, Rp60 juta kepada Suriati isteri Muzni Zakaria. Sisanya Rp10 juta digunakan Muzni Zakaria untuk Turnamen Golf dan Rp5 juta untuk kegiatan MoU.

Bulan Juli 2018, bertempat di GOR H. Agus Salim Padang, Terdakwa melalui Wanda memberikan uang Rp50 juta kepada Desriyanto selaku PPK paket pembangunan Jembatan Ambayan.

Selain telah memberikan uang (seluruhnya) Rp475 juta kepada Muzni Zakaria dan Pokja ULP proyek Masjid Agung dan Jembatan Ambayan, Terdakwa juga memberikan fasilitas pinjaman pribadi Rp3,2 miliar secara bertahap bulan Oktober-November 2018 kepada Muzni Zakaria yang digunakan untuk membeli rumah di Rawamangun Jakarta.

Menanggapi dakwaan jaksa KPK tersebut, Penasehat Hukum (PH) Terdakwa Yamin mengajukan Eksepsi. “Kami akan melakukan Eksepsi (keberatan) sehubungan dengan dakwaan yang dibacakan Penuntut Umum hari ini,” kata PH Terdakwa Yamin, Halius Hosen, mantan Kajati Sumbar dan Jabar serta mantan Ketua Komisi Kejaksaan itu.

Akhirnya Ketua Majelis Hakim Yose Rizal menunda sidang hingga Rabu (22/4) dengan agenda pembacaan Eksepsi PH Terdakwa. (Tim)

Catatan: Berita ini sudah diterbitkan oleh Jurnalsumbar.com tanggal 23 April 2020 dengan judul “Didakwa Suap Bupati Solsel, PH Pemilik Dempo: Dakwaan KPK Kabur, Harus Dibatalkan Demi Hukum”. (Enye)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *