.

In Memoriam: “Bang Najib” Nazif Basir yang Saya Kenali

Catatan kecil: Widiat B. Arta *)

Awal berita duka ini saya dapatkan ketika membaca status Facebook rekan Eko Endrie Yance Jumat (1/5) malam, yang mengatakan telah berpulang kerahmatullah Bang Nazif Basir di RS Pertamina Jakarta. Saya hanya bisa bicara pelan, Innalillahi wainnailaihi rojiun.

Bang Nazif Basir atau “Bang Najib” panggilan akrabnya, bagi yang telah lama mengenali beliau, merupakan sosok dan figur yang sulit dilupakan. Saya mengenali salah seorang pendiri koran Harian Singgalang itu pada tahun 1984 ketika saya mulai menjadi Pembantu Lepas di kantor Perwakilan Harian Singgalang Jakarta.

Saat itu, beliau mampir ke kantor perwakilan yang beralamat di jalan Cisadane No.4-A Cikini. Ketika itu beliau mengomandoi latihan-latihan drama tari klosal Hari-hari “Terakhir Dt Katemangungan” yang dipersiapkan untuk tampil pada acara pembukaan Pekan Budaya Sumbar di Padang. Saya kian sering bertemu dengannya di tempat latihan yang mengambil tempat sebuah aula di kantor pusat Pertamina di kawasan Gambir.

Suatu sore, ketika kantor perwakilan harian Singgalang sudah pindah ke komplek perkantoran Maya Indah Building Jalan Kramat Raya No.3G Senen, kami makin sering dan makin asik bercerita. Salah satu cerita Bang Najib adalah pengalamannya ketika kuliah di Asdrafi (Akademi seni drama dan film) Yogyakarta. Beliau satu angkatan dengan sutradara Sukarno M. Noor dan penyair WS Rendra. Dengan nama terakhir ini, putra Nagari Balingka, Agam ini malah sekamar kost.

Suatu malam, kata Bang Najib, di kamar kost ada dia dan Rendra mencoba bermain jelangkung. Ketika sedang bermain jelangkung itu, tiba-tiba saja dari atas loteng kamar kost jatuh sebuah paku. Entah dari mana asal paku itu, padahal tidak ada sebuahpun paku yang tertancap di loteng kamar kost. Saya ketika itu antara tertawa dan kecut mendengar kisah ceritanya, sekitar tahun 1986. Cerita Bang Najib itu saya tulis di kolom Siapo Mangapo di Singgalang Edisi Minggu.

Bang Najib yang juga pendiri sanggar tari nasional Bunda (Sangrina Bunda) tahun 1978 bersama istrinya Uni Elly Kasim, kian sering mampir ke kantor perwakilan Singgalang. Dalam seminggu ada dua hingga tiga kali. Mungkin saja karena rumah kediamannya dekat. Beliau tinggal di Jalan Kembang Pacar No 29 Kramat Pulo, tetangganya Kramat Sentiong.

Kesan dan kenangan saya lainnya dengan almarhum adalah, beliau setiap kali berbicara selalu dengan ekspresi riang dan setiap melapaskan kalimat selalu mengekspresikan pula dengan gestur tangan dan tubuh. Bahasanya jelas dan runtut.

Begitupun, beliau selalu memanggil kita dengan panggilan Bung. Lalu setiap latihan drama, beliau lebih suka memakai baju kaos oblong putih non motif.

Bang Najib yang lahir tahun 1934 itu wafat dalam usia 86 tahun. Minangkabau telah kehilangan salah seorang putra terbaiknya; wartawan, seniman dan sastrawan penulis cerbung terkenal Panglimo Alang Bangkeh dan Pandeka Sigalapuang.

Al Fatihah buat Almarhum Bang Najib!

*) Penulis adalah Wartawan PilarbangsaNews di Payakumbuh/50 Kota

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *