.

Jangan Pancing Emosi Sumbar, PLTA Koto Panjang Sudah Merendam Beberapa Nagari

Bukittinggi, PilarbangsaNews

PLTA Koto Panjang punya historis yang tidak bisa dilepaskan dari kedewasaan bersikap orang Tanjung Balik Pangkalan Kapur IX. “Walau harus melewati simbahan air mata masyarakat, sebelas nagari direndam menjadi danau buatan untuk memutar turbin PLTA Koto Panjang, dikatakan itu milik Riau, salah besar,” ujar HM Nurnas.

HM Nurnas minta Pemprov Sumbar melakukan protes kapan perlu perlawanan secara aturan yang berlaku pasca Pajak Air Permukaan (PAP) PLTA Koto Panjang yang dikuasai 100 persen, padahal selama ini berbagi dua dengan Sumbar.

“Ambo (saya) jangan dilihat Nurnas politisi di DPRD Sumbar, tapi ambo (saya) pelaku sejarah adanya PLTA Kota Panjang itu, mulai dari perencanaan sampai pembangunan dan saya merasakan sampai saat ini bagaimana pengorbanan masyarakat melepaskan kampung dan pandam kuburannya serta ulayatnya dijadikan waduk Koto Panjang,” ujar HM Nurnas, Selasa 28 Juli 2020 di Bukittinggi.

Pendapatan atau retribusi air permukaan waduk Koto Panjang yang menjadikan listrik nyala di PLTA Koto Panjang, itu tidak dilihat sama sekali oleh HM Nurnas. “Mau berapa miliar rupiah pajak permukaan air di sana tidak akan sebanding dengan pengorbanan rakyat di Tanjuang Balik Pangkalan Luak Limopuluah. Sekarang diklaim pajak air permukaan itu semua milik Riau,” ujar Nurnas.

Gundah bercampur kesal itu diungkapkan Nurnas membaca pemberitaan media online, dimana pimpinan DPRD Riau yang mengatakan dalam sidang paripurna bahwa sukses Komisi III DPRD Riau menghentikan pitih sanang (duit enak, Red) ke Sumbar dari pajak air permukaan PLTA Koto Panjang. Pajak itu sepenuhnya kini dikuasai Riau. Selama ini dana sebesar Rp3,4 miliar rupiah setahun itu berbagi dua Riau dan Sumbar.

“Kalau betul begitu, saya minta jangan membaca sepotong UU 28 tahun 2009. Gubernur Sumbar harus menyampaikan nota protes keras terkait itu,” ujar HM Nurnas.

Kata Nurnas, pernyataan pimpinan DPRD Riau di sebuah sidang resmi yang dihadiri Gubernur Riau, yang mengatakan selama ini Sumbar dapat pitih sanang, sama dengan membangunkan harimau tidur. “Jangan lupakan sejarah panjang Koto Panjang itu, masih ada tulang belulang dunsanak kami di pandam kuburan ulayat di Tanjung Balik Pangkalan Kapua IX yang diredam air jadi danau buatan itu,” ujarnya.

Menurut Nurnas, itu sama saja Sumbar sudah tidak dianggap dan Gubernur Sumbar harus protes. DPRD Sumbar juga harus melakukan pembahasan terkait pitih sanang PAP Koto Panjang Sumbar, yang jelas-jelas lokasinya berada di wilayah Sumbar. “PLN kalau menyetujui pajak air permukaan itu sepenuhnya untuk Riau, maka Gubernur Sumbar harus protes dan sanggah sesuatu yang tidak benar ini. Jika benar ada persetujuan Kemendagri maka gubenur harus melakukan lobi pelurusan ke Kemendagri,” ujar Nurnas. (ayh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *