Solok Kabupaten

Hujan Interupsi Hingga Angkat Asbak, Pemicu Kericuhan di DPRD Kabupaten Solok

Kab Solok, PilarbangsaNews, —

Sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Solok pada hari Rabu (18/8/2021), berlangsung cukup menegangkan. Berkali-kali muncul interupsi dari kalangan anggota dewan. Tak puas dengan interupsi, asbakpun melayang dan nyaris baku hantam.

Sidang paripurna hari ini sejatinya akan mengesahkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Daerah (RPJMD). Tapi sejak awal sidang dimulai situasi sidang sudah nampak memanas.

Bupati Solok Epyardi Asda dan Wakilnya serta seluruh unsur pimpinan hadir pada sidang tersebut. Sidang sempat diskors beberapa saat karena menimbang suasana yang tak kondusif. Ruang Paripurna DPRD tersebut.

Setelah habis masa skorsing, suasana sidang ternyata lebih gaduh dan bahkan saling lempar asbak rokok dan gelas yang berserakan dilantai ruangan sidang. Suasana bertambah kacau disaat salah seorang anggota dewan mengangkat asbak, sembari mengancam akan melemparkan ke arah pimpinan.

Sontak aksi tersebut memicu emosi anggota dewan lainnya. Aksi kejar-kejaran pun tak terelakan. Dan perkelahian sesama anggota dewan pun nyaris terjadi, jika beberapa aparat Pol PP yang disiagakan tidak bergerak cepat untuk memisahkan mereka.

Rapat tersebut awalnya dibuka oleh Ketua DPRD Kabupaten Solok yang berasal dari partai Gerindra pada Rabu (18/8). Namun, ditolak oleh sejumlah anggota dewan lainnya, dikarenakan sikap mosi tak percaya kepada Dodi Hendra masih berjalan dan belum dicabut. Berdasarkan penolakan dan interupsi yang silih berganti, akhirnya sidang paripurna tersebut diskors selama 30 menit.

Menurut salah seorang anggota dewan dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), aksi kericuhan dan nyaris baku hantam tersebut terjadi dipicu adanya salah satu anggota yang terlihat akan melemparkan asbak ke arah depan atau kearah unsur pimpinan dan kepala daerah duduk.

Kondisi ini tentu terlihat sangat tidak beretika dan cendrung, tidak menunjukkan sikap seorang wakil rakyat yang terhormat. Pasca itulah , anggota dewan lainnya meradang dan saling lempar asbak terjadi, hingga nyaris adu jotos dengan anggota dewan tersebut yang merupakan politisi dari fraksi partai PPP.

Ketua Fraksi PAN, Aurizal mengatakan, aksi preman seorang anggota dewan yang mengancam melempar asbak tersebut memicu terjadinya kericuhan.
“Ia sengaja berdiri mengangkat asbak dan mengeluarkan nada ancaman. Sehingga memancing emosi anggota dewan lainnya,”sebut Aurizal.

Tak hanya dirinya, anggota dewan dari fraksi partai Hanura, Muhammad Sutan Bahri pun terlihat tak mampu menahan amarah dan sejumlah anggota dewan lainnya pun turut mengecam perbuatan anggota dewan pengangkat asbak tersebut

Kondisi ini tentu menuai beragam komentar di tengah masyarakat, hingga di dunia maya. Dari rekaman video yang beredar di media sosial, para netizen pun menyayangkan aksi kericuhan yang terjadi di internal anggota DPRD, yang notabene mereka adalah pembawa aspirasi dari masyarakat.

Ada yang mendukung ini demi menyampaikan aspirasi, namun banyak juga yang mencibir bahwa hal ini sama sekali tak patut terjadi pada jabatan mereka sebagai anggota dewan yang terhormat.

Tak hanya menimbulkan kehebohan di masyarakat, sikap arogansi dari salah seorang anggota dewan, yang akhirnya memicu kericuhan tersebut turut menjadi perhatian dari beberapa pengamat dan kalangan profesional.

Pengamat Politik dari UNP, Eka Vidya menyebutkan, seharusnya anggota dewan tersebut menggunakan nalarnya dalam berargumentasi. Memiliki etika dan estetika dalam menyampaikan pendapat.

“Parle dalam kata Parlemen adalah berbicara. Jadi berbicaralah dengan baik dan gunakan argumentasi dengan gara-gara yang beradab. Mereka seharusnya lebih kepada komunikasi yang baik dalam menyampaikan aspirasi,” katanya.

Ia mengatakan perlunya bagi anggota dewan seperti itu, untuk belajar bagaimana tentang berargumentasi. Dan mampu untuk mengagregasi kepentingan, baik kepentingan dirinya apalagi untuk kepentingan masyarakat banyak.

“Ini tidak, jangankan mengagregasi kepentingan masyarakat yang komplek, untuk agregasi perbedaannya sendiri tidak mampu. Artinya apa ia lalukan tidak hanya beretika tapi juga menunjukkan ia tidak punya kapasitas dalam melakukan fungsi agregasi kepentingan masyarakat luas,” ucap Eka Widya. (ad)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *