.

Fraksi Gerindra Desak Mahyeldi Beberkan Kisruh Surat Sumbangan

Padang, PilarbangsaNews

Fraksi Gerindra DPRD Sumbar ultimatum Gubernur Mahyeldi agar segera memberikan penjelasan dan keterangan resmi kepada masyarakat, terkait terungkapnya dua surat yang diteken Gubernur Mahyeldi yang tersirat dari surat itu meminta sumbangan atau partisipasi dari pihak ketiga.

“Kedua surat ini diduga telah dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk mendapatkan keuntungan material. Gubernur mesti segera menjelaskan secara terbuka,” kata Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sumbar Hidayat, Sabtu (4/9).

Awalnya, Fraksi Gerindra menganggap surat pertama dengan nomor surat Bappeda sebagai keteledoran yang tidak disengaja dilakukan Gubernur Mahyeldi. Namun, terakhir terungkap lagi surat yang ditandatangani Gubernur Mahyeldi dengan nomor surat dari Dinas PMPTSP dengan modus lebih kurang sama.

“Jangan jangan masih ada Dinas lain yang sudah menerbitkan surat serupa. Namun, proses penerbitan surat dari Dinas PMPTSP ini terindikasi adanya intervensi dan tekanan dari pihak di luar kepemerintahan. Ini sudah gawat,” kata Hidayat, mantan wartawan ini.

“Baru kali ini saya mendengar pengakuan adanya unsur paksaan dan intervensi dari pihak di luar pemerintahan daerah kepada pejabat Pemrov sehingga lahirlah surat yang langsung ditandatangani Saudara Gubernur. Ini benar benar tidak masuk akal dan tidak bisa dibiarkan karena telah mencederai semangat pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik, benar dan bebas KKN sesuai peraturan perundang undangan,” tambah Hidayat yang juga Ketua Alumni Fakultas Ilmu Budaya Unand ini.

Maka atas dasar itu, lanjut Hidayat, Fraksi Gerindra meminta dengan sangat dalam waktu sesingkat singkatnya agar Gubernur memberikan penjelasan dan keterangan resmi kepada masyarakat duduk perkara sesungguhnya agar publik tidak berasumsi dan memiliki penilaian yang berpotensi meruntuhkan wibawa dan kepercayaan masyarakat terhadap Pemrov Sumbar.

“Kita meminta Saudara Gubernur benar benar memberikan contoh menerapkan nilai nilai kejujuran dan kebenaran serta tanggungjawab dengan melakukan penjelasan dan klarifikasi secara resmi,” pintanya.

Bila terus mengelak dan melemparkan permasalahan ini kepada pihak lain, tegas Hidayat, maka Fraksi Gerindra berpandangan sudah patut dan pantas bilamana DPRD menggunakan haknya untuk mengurai dan menjernihkan persoalan yang sudah menimbulkan kegaduhan publik sehingga beberapa lembaga dan tokoh nasional pun ikut memberikan perhatian dan komentar pedas terkait kasus ini.

Dikatakan, bila Gubernur terus mengelak dan diam seratus bahasa serta tidak minta maaf ke publik terkait persoalan ini, maka potensi dugaan pelanggaran terhadap peraturan perundangan undangan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah patut dan memiliki alasan kuat untuk diuji melalui mekanisme Hak Angket yang dimiliki DPRD sebagaimana digulirkan Fraksi Demokrat.

“Saya rasa, Hak Angket sudah sepatutnya digulirkan. Fraksi Gerindra akan mendukung Fraksi Demokrat yang sudah menginisiasi pembentukan Hak Angket ini agar persoalan ini jelas dan terang benderang serta segera berakhir. Urusan apakah nanti disetujui tidaknya oleh sebagian besar Anggota DPRD, itu persoalan lain,” kata Hidayat.

Diuraikannya, penggunaan Hak Angket DPRD merupakan upaya konstitusional dan diatur undang undang dalam rangka mengurai dan menjernihkan persoalan terkait kebijakan Kepala Daerah yang menimbulkan terganggunya kenyamanan dan ketertiban umum dalam pengelolaan pemerintah daerah yang pada gilirannya berpotensi meruntuhkan harga diri, wibawa dan menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah Daerah dan Kepala Daerah.

“Fraksi Gerindra berkeinginan terciptanya iklim politik yang kondusif di tengah masyarakat dengan adanya kepastian hukum dan politik terhadap kasus ini. Kemudian, kita berharap roda penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat berjalan secara baik dan tertib serta bebas dari intervensi pihak pihak luar,” ungkapnya.

Selanjutnya, Fraksi Gerindra berharap kebijakan kebijakan dilahirkan Kepala Daerah tidak meresahkan masyarakat dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang undangan sehingga wibawa dan kepercayaan masyarakat kepada Kepala Daerah dan Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera Barat tetap terjaga. Caranya, kasus ini tidak bisa didiamkan begitu saja.
“Jika kita diam dan tutup mata, maka bisa saja masyarakat menuding DPRD ikut bersekongkol dalam melakukan kebijakan yang berpotensi melanggar auturan dan ketentuan,” terang Hidayat.

Sebelumnya, surat pertama dari Bappeda tertanggal 12 Mei 2021 bernomor 005/3800/V/Bappeda-2021 perihal Penerbitan Profil dan Potensi Provinsi Sumatera Barat dengan dugaan permintaan partisipasi dan kontribusi penerbitan buku profil “Sumatera Barat Provinsi Madani, Unggul dan Berkelanjutan” berlogo resmi Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat. Surat berkop Gubernur Sumatera Barat berlogo burung Garuda, bersetempel dan diteken  Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi.

Kasus surat pertama ini sedang diproses oleh Polresta Padang dan polisi sudah menyita berkas berkas surat sumbangan dan uang ratusan juta yang masuk ke rekening pribadi pihak tertentu tersebut.

Sedangkan surat kedua bernomor 570/417/DPM-PTSP/2021 tertanggal 29 Juni 2021 dari Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu prihal partisipasi penerbitan buku informasi daerah yang dilaksanakan PT Oasis Mitra Utama. Kedua surat belambang burung Garuda berkop Gubernur Sumatera Barat yang juga diteken dan cap stempel Gubernur Sumatera Barat.

“Untuk kasus surat kedua dari Dinas PMPTSP ini, saya sudah konfirmasi awal dengan pejabat Dinasnya saat rapat pembahasan KUA PPAS Perubahan APBD tahun 2021 beberapa hari lalu, diperoleh informasi awal bahwa surat itu benar dan sudah beredar. Bahkan, dalam proses penerbitan surat tersebut, saya rasa Dinas mendapatkan tekanan dan intervensi dari pihak pihak tertentu agar surat tersebut segera didisposisi untuk selanjutnya disampaikan ke Gubernur, bahkan kabarnya sudah terkumpul dana belasan juta gara gara surat sakti tersebut,” aku Hidayat.

Hidayat mengaku kasihan melihat pejabat Dinas tersebut karena adanya tekanan dan intervensi pihak luar yang mengalahkan nalar logikanya sebagai abdi negara yang harusnya taat kepada aturan dan ketentuan sebagaimana dimanatkan oleh UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Ditanya potensi pelanggarannya, Hidayat menjelaskan bahwa pikiran awal atas potensi pelanggaran bisa menggunakan acuan UU Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan Perda nomor 1 tahun 2013 tentang Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Daerah.

Pertama, sesuai pasal 61 ayat (2) UU 23 tahun 2014 tentang Sumpah/janji kepala daerah yang berbunyi; “Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa”.

Kemudian pasal  65 ayat (1) huruf b bahwa; Kepala Daerah mempunyai tugas memelihara ketentraman dan ketertiban umum. Lalu pasal 67 tentang kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah diantaranya meliputi; menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. angka (4) menyebutkan bahwa Kepala Daerah  menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik

Selanjutnya, norma pasal 76 tentang larangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilarang diantaranya, membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Lalu, dilarang membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan sekelompok masyarakat atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 

Kemudian pada angka (3) Kepala Daerah dilarang menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya.
Selanjutnya Pasal 9 Perda tentang Sumbangan Pihak Ketiga menyebutkan bahwa sumbangan pihak ketiga berupa uang  disetorkan secara keseluruhan ke rekening kas daerah dan menjadi pendapatan asli daerah.

“Saya rasa, untuk menjawab apakah Kepala Daerah  melanggar atau tidak, maka mekanisme pembuktiannya adalah melalui Hak Angket di DPRD. Melalui angket, Pansus dapat meminta penjelasan dan dokumen serta penjelasan berbagai pihak terkait agar duduk perkara masalah secara objektif dan komprehensif dapat terkuak. Jika Hak Interpelasi hanya keterangan kepala daerah saja,” jelasnya  

Kemudian, DPRD bisa saja meminta Kemendagri turun tangan dengan membentuk Tim Pencari Fakta dan memberikan pendapat soal kasus ini apakah telah terjadi pelanggaran peraturan perundang undangan atau tidak.

Soal apakah Hak Angket akan didukung fraksi fraksi lain nantinya. Hidayat mengaku tidak ambil pusing. “Apakah  Fraksi fraksi lain sepemikiran dengan Fraksi Gerindra, kami tidak ambil pusing dan kami sangat menghargai sikap masing masing Fraksi baik yang sepemikiran maupun tidak,” tegas Hidayat.

Namun bagi Fraksi Gerindra, usulan Hak Angket ini bukan dimaksudkan untuk mencari cari kesalahan, apalagi bila ada tudingan untuk menjatuhkan Gubernur, itu sama sekali tidak benar. “Secara politik, tidak ada keuntungan bagi Gerindra. Toh, kita bukan partai pengusung saat Pilgub yang lalu. Ini semua karena Fraksi Gerindra merekam dan merasakan serta menangkap kegundahan publik soal surat surat ini. Kita ingin kasus ini cepat selesai agar tidak liar kemana mana,” kata Hidayat.

“Agar Gubernur dapat berkonsentrasi penuh dalam menjalankan program program yang ditunggu masyarakat sesuai misi dan visi yang disampaikannya saat kampanye lalu terutama dalam penanganan dampak pandemi Covid-19 dan sekali lagi penggunaan Hak Angket adalah konstitusional dan haknya DPRD sesuai peraturan perundang undangan,” tutup Hidayat. (cok)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *