Sumbar Dukung SMSI Pusat, Agar Presiden Tinjau Statuta Dewan Pers
Padang, PilarbangsaNews
Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumatera Barat dengan Ketua Zulnadi,SH dan Sekretaris Gusfen Khairul mendukung penuh langkah SMSI Pusat yang terus berjuang agar Statuta Dewan Pers yang ada sekarang ditinjau ulang, karena tidak mencerminkan keterwakilan, jauh dari rasa keadilan. “Ya kita dukung penuh langkah dan upaya pengurus pusat SMSI,” ujar Zulnadi dalam relisnya hari ini, Jumat (4/02/2022).
Apa yang diperjuangkan pengurus SMSI pusat bukanlah obsesi yang berlebihan, akan tetapi itu semua fakta bahwa Statuta Dewan Pers yang ada sekarang belum adil terhadap konstituen yang juga telah disahkan Dewan Pers.
Ada 11 konstituen dan salah satunya adalah organisasi SMSI. Namun SMSI tidak memiliki wakil di lembaga Dewan Pers tersebut yang hanya beranggotakan 9 orang yang terdiri dari tokoh masyarakat dan konstituen itu sendiri. “Mestinya jika ingin adil, setiap konstituen punya wakil di Dewan Pers,” tegas Zulnadi yang diamini Gusfen Khairul.
Seperti diketahui SMSI Pusat tanggal 3 Februari 2022 melayangkan surat kepada Presiden RI yang berharap adanya peninjauan statuta Dewan Pers. Surat yang ditandatangani Ketua Umum SMSI Pusat Firdaus dan Wakil Sekjen Yono Hartono, adalah menindaklanjuti surat SMSI kepada Ketua Dewan Pers: Surat SMSI Nomor: 0135/SMSI-Pusat/XII/2021 Tentang Permohonan Peninjauan Statuta kepada Ketua Dewan Pers tertangal 12 Desember 2021 serta Surat SMSI No: 01/SMSI-Pusat/I/2022 Tentang Permohonan Penangguhan Penetapan Anggota Dewan Pers.
Kedua surat tersebut tidak direspon sama sekali oleh Dewan Pers, sehingga dengan adanya sengkarut tersebut, SMSI bersurat kepada Presiden untuk dapat menangguhkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang pengangkatan Anggota Dewan Pers periode 2022 – 2025.
Adapun pertimbangannya bahwa Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) sebagai salah satu organisasi media Siber terbesar yang benggota 1.716 (seribu tujuh ratus enam belas) perusahaan media siber yang tersebar di 34 provinsi dan merupakan salah satu konstituen Dewan Pers, tidak mempunyai wakil di Dewan Pers. Ini tidak mencerminkan keterwakilan dari tiap-tiap organisasi konstituen yang berdampak hilangnya kesetaraan, kesamaan hak dan keadilan bagi SMSI.
“Bahkan anggota Dewan Pers saat ini merupakan hasil proses diskriminasi yang dibangun secara sistematis dalam bentuk peraturan Dewan Pers,” sebut Firdaus dalan suratnya.
Diduga bahwa Dewan Pers menetapkan Peraturan tentang Standar Organisasi Perusahaan Pers yang diatur dalam Peraturan Dewan Pers tentang Standar Organisasi Perusahaan Pers, khususnya aturan tentang batas minimal jumlah anggota organisasi perusahaan pers menggunakan standar ganda yang diskriminatif. Sejak awal peraturan tersebut telah memberi ruang seluas-luasnya untuk terjadi monopoli kebijakan oleh media kelompok tertentu.
Sebagai contoh, bagi organisasi tertentu berlaku syarat untuk menjadi konstituen (members) Dewan Pers diberi hak istimewa (privilese) dengan hanya cukup 8 (delapan) perusahaan tanpa harus ada perwakilan kepengurusan di berbagai provinsi. Sehingga pada gilirannya mereka dapat membentuk organisasi lebih dari satu organisasi. “Sementara organisasi perusahaan lain wajib memenuhi syarat ada ratusan anggota, dengan kepengurusan minimal ada di 15 provinsi. Ini kan tidak adil,” tukas Zulnadi.
Kemudian, Peraturan Dewan Pers yang lain tentang Statuta Dewan Pers, menetapkan setiap organisasi yang telah memenuhi standar (konstituen) mendapat seorang perwakilan di Badan Pekerja Pemilihan Anggota (BPPA) Dewan Pers. Dari kedua peraturan tersebut organisasi yang telah mendapat previlese tersebut leluasa mengusulkan anggotanya untuk menjadi anggota di Badan Pekerja Pemilihan Anggota (BPPA) Dewan Pers lebih dari satu dan kemudian dapat pula menempatkan anggotanya juga lebih dari satu.
Dan dalam Peraturan Dewan Pers tentang Statuta Dewan Pers, BPPA dapat memilih dan menetapkan anggota Dewan Pers berjumlah hanya 9 (sembilan) orang. Sehingga anggota BPPA yang terdiri dari utusan organisasi konstituen Dewan Pers hasil peraturan yang diskriminatif tersebut, dapat leluasa menetapkan anggota Dewan Pers yang dikehendaki.
Sementara SMSI dengan anggota lebih dari 1. 716 perusahaan tidak ada satu orang wakilpun yang duduk menjadi anggota Dewan Pers.
Inilah bentuk dari hasil peraturan yang diskriminastif dan secara material dan immaterial merugikan pengurus, anggota dan organisasi SMSI.
Dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers, anggota Dewan Pers hanya 3 orang, yang terdiri dari unsur Wartawan, Perusahaan Pers dan tokoh masyarakat. Artinya untuk keadilan dan kesetaraan maka tidak tabu anggota Dewan Pers ditambah atau dikembalikan kepada amanat UU hanya 3 orang dari 3 unsur.
“Kami berpendapat anggota Dewan Pers periode 2022-2025 yang dihasilkan dari peraturan yang diskriminatif tidak akan memenuhi rasa keadilan. Sebab prosesnya berpotensi terjadi pelanggaran hak azazi dan pembatasan hak masyarakat pers dalam berserikat. Hal ini bisa bermuara pada terbelenggunya kemerdekaan pers dan berlawanan dengan semangat reformasi dan UUD serta UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers,” tegas Firdaus dalam suratnya kepada Presiden RI yang ditembuskan juga kepada Pimpinan DPR RI, Menteri Kominfo, Komisi 1 DPR RI dan instansi terkait lainnya.
Tegas Firdaus, SMSI pusat maupun di daerah seluruh Indonesia berharap agar Presiden menunda menerbitkan Keputusan Presiden (KEPPRES) Anggota Dewan Pers periode 2022 – 2025. Hal ini dimaksudkan agar sengkarut peraturan Dewan Pers yang berstandar ganda (diskriminatif) dapat ditinjau ulang agar sesuai dengan semangat reformasi, memenuhi keterwakilan para konstituen. (yah)