O p i n i

Menjadi Bangsa Pintar (Oleh: Heppy Trenggono)

“BENAR-benar bodoh!” ucap Presiden pada forum “Afirmasi Bangga Buatan Indonesia” di Bali, beliau mendapati anggaran belanja pemerintah sebagian besar lari kepada produk asing, sementara bangsa kita sendiri mampu membuat produk tersebut.

Tentang bangga pada produk anak bangsa, ini bukan pernyataan pertama, juga bukan Presiden pertama yang menyatakan pentingnya mendukung produk bangsa sendiri. Ada ACI “Aku Cinta Indonesia” di jaman Presiden Soeharto, ada kampanye “100% Cinta Indonesia” jaman Presiden SBY, hari ini ada kampanye “Bangga Buatan Indonesia”.

Pesannya jelas, kita harus harus bangga dengan produk anak bangsa!

Masalahnya, bangga itu apa? Bangga itu bagaimana? Itu yg mungkin tidak jelas bagi para Menteri, Para Gubernur, Bupati, hingga masyarakat luas.

Karena selama ini para menteri, para Gubernur, para Bupati juga sudah merasa bangga. Buktinya senang berkunjung ke UKM, banyak memberikan penghargaan, sering pidato.

Tapi sudah, sampai disitu!

Mereka lupa membeli!

Lupa ketika mau beli sepatu, sepatu yg mereka cari adalah yang bermerk luar negeri, ketika beli tas, beli jam tangan, bahkan beli makanan untuk tamu tamunya di kantor mereka lupa membeli produk anak bangsanya.

Lebih lupa lagi ketika membelanjakan anggaran pemerintah, ketika mereka harus beli traktor, beli senjata, semuanya, hingga beli Kapal Selam. Lupa dengan bangsanya sendiri.

Pernah seorang pengusaha bercerita ke saya, tender pengadaan kapal selam di Kementrian yang dia menangkan dibatalkan oleh Panitia, diganti vendornya dari Korea. Apakah menterinya tidak bangga produk anak bangsa? Jangan jangan menterinya kalau ditanya akan jawab bangga produk Indonesia juga.

Juga ketika BUMN Merpati membeli pesawat terbang, lebih memilih membeli MA60 dari China, padahal kita punya IPTN, Padahal ada CN235, padahal pesawat China itu kualitasnya jauh di bawah produksi IPTN, padahal tahun 80an China belajar Industri pesawat dari Indonesia.

Saat itu, menterinya malah tanya ke wartawan “Apa salahnya beli dari China?”, nampaknya pertanyaan itu baru terjawab oleh Presiden Jokowi di Bali kemarin.

Pun akhirnya pesawat MA60 yang dibeli dari China kita saksikan berjatuhan satu per satu, dan Merpati ikut jatuh membersamai MA60 yang dibeli.

Pertanyaannya sekarang, dimana pentingnya kita membeli produk saudara sendiri?

Ada tiga hal fundamental yang harus menjadi kesadaran kita semua.

Pertama, setiap pembelian seseorang adalah pendapatan bagi orang lain.

Intinya setiap kali kita membeli sesuatu sesungguhnya kita sedang memutuskan siapa yang akan kita pilih untuk menerima pendapatan, apakah saudara sendiri, apakah bangsa sendiri, atau bangsa lain?

Kedua, pada setiap produk yang kita beli ada jam kerja

Membuat produk melibatkan tenaga kerja, ketika kita beli produknya maka tenaga kerja akan terbayar, jika kita tidak pernah mau membeli maka pekerjaan itu akhirnya akan hilang, lari kepada pekerja di perusahaan asing kalau itu produk asing yang kita beli.

Barack Obama pada Nopember 2011, dari Bali dia sampaikan bahwa dia baru saja menciptakan lebih dari 300rb tenaga kerja dan menyelamatkan lebih dari 40 Perusahaan besar di US yang terjadi atas pembelian Lion Air secara besar besaran kepada Boeing yg baru saja ditanda tangani.

Maka apa yang kita lihat sekarang? Boeing semakin berjaya karena produknya kita beli, dan ada 24.000 anak anak berbakat di Indonesia yang kehilangan pekerjaan dimana IPTN harus memberhentikan pegawainya karena kita memilih produk asing daripada produk IPTN.

Ketiga, pada produk yang kita beli ada pertumbuhan yang akan terjadi.

Ongkos membuat barang 70 perak, harga jual 100 perak, yang 30 perak keuntungan itulah potensi pertumbuhan. Dengan keuntungan itu pengusaha bertumbuh. Dulu produknya hanya satu, bertumbuh jadi banyak produk, dulu pabriknya satu, bertumbuh jadi banyak pabrik. Dulu pengusahanya hanya sedikit, bertumbuh jadi banyak pengusaha di Indonesia. Begitulah pertumbuhan ekonomi terjadi.

Tetapi, siapa yang kita inginkan untuk bertumbuh? Bangsa sendiri atau bangsa lain? Saudara sendiri atau orang lain?

Kalau kita ingin pertumbuhan itu terjadi pada saudara sendiri, kenapa belinya produk orang lain?

Oleh karenanya spirit yang harus dibangun adalah membela saudara sendiri, membeli produk saudara sendiri.

Kita perlu membangun kesadaran ini dari lingkungan terkecil yang kita kuasai. Pemda melakukannya, ormas melakukannya, pesantren melakukannya, kampus melakukannya, hingga komunitas komunitas kecil yang ada.

Katakanlah, jika Muhammadiyah melakukan gerakan ini di lingkungannya, banyak pengusaha Muhammadiyah yang akan lahir, banyak produk Muhammadiyah yang akan muncul, maka ekonomi Muhammadiyah yang akan tumbuh.

Contoh Muhammadiyah tadi, dengan 40 juta orang anggota, ini lebih dari 1.5x penduduk benua Australia. Jika rata rata Rp 1 juta transaksi per kapita per bulan yang bisa dikapitalisasi, maka Rp 480 Triliun per tahun memutar roda ekonomi Muhammadiyah, dan ada Rp 144 Triliun potensi pertumbuhan per tahun yang bisa terjadi di Muhammadiyah.

Strategi ini bisa menjadi jalan keluar bagi semua Ormas, Pemda, Kampus, dan komunitas lain di Indonesia dalam membangun ekonominya, terlebih dalam mengatasi kesulitan ekonomi saat ini.

Membangun sebuah closed loop ekonomi, dengan konsep “jualan kemana saja, membeli kepada saudara sendiri”.

Gerakan Beli Indonesia bersama Bupati Kulonprogo saat itu DR (HC) Hasto Wardoyo tahun 2012 melakukan gerakan ini secara massive, kita sebut Gerakan Bela dan Beli Kulonprogo, hasilnya kemiskinan di Kulonprogo turun 8% dalam 3 tahun kemudian.

Terakhir pak Bupati yang saat ini menjabat Kepala BKKBN tersebut memberikan update ke saya bahwa di tengah pandemi 60% ekonomi masyarakat tidak terganggu. Karena masyarakat yang telah terbiasa mengkonsumsi produk dan jasa dari Kulonprogo sendiri.

Indonesia memiliki modal ekonomi yang sangat hebat, sumber daya alam dan jumlah penduduk yang sangat besar.

Cara tercepat untuk mengatasi kesulitan ekonomi saat ini adalah dengan mengandalkan konsumsi penduduknya, dengan sebuah spirit pembelaan kepada bangsa sendiri, membeli produk bangsa sendiri.

Catatan: Heppy Trenggono memimpin Gerakan Beli Indonesia sejak 2011. Gerakan Beli Indonesia dijalankan oleh lebih dari 60 Bupati/Walikota/Gubernur 20 Ormas, 17 Kampus, dan ratusan pesantren di Indonesia

Artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulisnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *