O p i n i

Mahasiswa Pesisir Selatan Keren dan Cadas

Oleh: Irwandi
Sangat salut saya dengan penyampaian unek-unek yang diutarakan kawan-kawan mahasiswa Pesisir Selatan kemaren (11/4 ). Walau hanya melihat dari chanel youtube Minangkabau TV saya rasa sangat jelas. Bahkan diawalnya saja menurut saya “anggota dewan” harus belajar pada kawan-kawan mahasiswa. Entah karna tidak biasa, entah karna tergesa-gesa, entah karena grogi menghadapi mahasiswa pilihan, kedengarannya tukang bicara pertama dari dewan tidak membaca salawat pada Nabi SAW saat pembukaan.

Dimulai dengan salam, penghormatan, pujian pada Allah dan langsung mempersilahkan pada pihak mahasiswa menyampaikan tujuan dan maksudnya. Jika seandainya mereka tahu keharusan membaca salawat pada Rasul SAW disuatu majlis mungkin hal itu tidak akan terjadi. Sebagai insan yang nasionalis relegius kita sangat seharusnya memperhatikan aturan-aturan agama dalam menjalani sesuatu, termasuk dalam tatacara menyampaikan pendapat. Hal ini guna memelihara hasil yang akan dikeluarkan saat pendapat itu dicurahkan.

Barulah saat mikrofon di tangan mahasiswa ucapan salawat dan salam dilontarkan, saya sangat faham memang begitulah mahasiswa, bicaranya selalu terstruktur dan sistematis. Mereka selalu dituntut belajar dari kesalahan dan kekurangan bila ingin mencapai prestasi yang membanggakan. Di lingkungan mahasiswa baguskan akhlak tajamkan pisau akademis kita akan terkenal. Tidak perlu mengkampanyekan diri, persaudaraan akan terjalin sendirinya. Di atas semua itu kita harus bersyukur rupanya Pesisir Selatan masih mempunyai kaum cadiak pandai dimasa datang. Karena lima dan sepuluh tahun kedepan daerah sejuta pesona ini menjamur juga bibit-bibit keren dan cadas, seperti yang tergambar dari para mahasiswanya. Mereka keren karena mengikuti kemajuan zaman, mereka cadas karena ilmu pengetahuan menggumpal di dada. Malawan tuanku jo kabanaran malawan mamak jo undangnyo.

Kalangan mahasiswa merupakan garda terdepan pemelihara demokrasi, mereka belajar dan tumbuh dalam tempaan persaingan intelektual. Bila dirunut kebelakang kemerdekaan negara inipun tidak terlepas dari kaum terpelajar. Saat pejuang bersimbah darah menghadapi penjajah, gerakan kaum terpelajar membantu dengan curahan ilmunya. Ambilah contoh salah seorang bapak proklamator Indonesia yaitu M. Hatta, beliau merupakan penuntut ilmu sejati, bahkan sampai keluar negeri. Tidak beliau hiraukan bahaya yang selalu memata-matai dirinya, demi negara dan kejayaan generasi penerus.

Dan yang paling membuat kita “angkat topi”, kalau boleh meminjam istilah Rusli Amran di bukunya Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang, semua yang dikerjakan M. Hatta tidak mengharap imbalan. Masih terngiang di telinga penuturan Prof. Taufik Abdullah disuatu perkuliahan, seorang mantan Wakil Presiden rumahnya menunggak tagihan listrik. Allahu akbar, masih adakah jiwa seperti ini sekarang. Kiranya harapan itu dimunculkan ulang dari kalangan mahasiswa dan kau terpelajar lainnya, mereka berorasi karena batin melihat ada sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang dipelajari selama ini.

Kelakuan yang membuat ketakutan adalah serupa pancang dirawangnya beberapa penyambung lidah. Agak-agaknya jauh dari janji-janji waktu mencari suara dahulu. Hal-hal inilah yang perlu disuarakan ulang, jika ada diantara mereka yang “tertidur” supaya bisa terbangun, jika ada yang “terlupa” mudah-mudahan segera ingat. Disinilah peran penting mahasiswa dan kaum terpelajar lainnya, mereka yang tahu kapan penyampung lidah tertidur dan kapan mereka terlupa.

Mudah-mudahan mahasiswa dan kaum terpelajar lainnya selalu mengawal jalannya hari-hari di negara ini. Mereka pemuda-pemudi dalam masa penyempurnaan, penyempurnaan ilmu dan penyempurnaan akhlak. Merekalah parik paga dalam kampuang, nan capek kaki ringan tangan, capek kaki indak panaruang, ringan tangan indak pamacah, palawan onjak urang di nagari. Dengarkan keluhannya, rangkul mereka, sebab di tangan merekalah tongkat estafet itu akan dilarikan ke garis finis tempat kejayaan. Jika ada terjadi kesalahan tuntunlah dengan hikmah, semangat yang bergelora di dada mereka murni dan belum tercampur dengan kepentingan-kepentingan kelompok dan golongan.

Mudah-mudahan suara mahasiswa dan kaum terpelajar lainnya merupakan langkah dalam menentukan jati diri bangsa yang sedikit demi sedikit digores oleh oknum-onum yang mempunyai kepentingan. Wallahu ‘alam bishawab.

Catatan Redaksi: Isi artikel sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulisnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *