Ikut Tim Kemanusian ke Turki. Untung Ada Mahasiswa Indonesia sebagai Penterjemah (8)
Foto mahasiswa Indonesia Di Turki yang ikut sebagai penterjemah di RSLI
Laporan; Dr Budhi Mulyadi, S.Kp. M.Kep.Ns.Sp.Kep.Kom. Dt Bandaro Sati.
Sebaiknya baca dulu laporan (7) dengan cara klik link dibawah ini;
Ikut Tim Kemanusiaan ke Turki, 17 Dokter Kembali ke Tanah Air (7)
Untung ada mahasiswa asal Indonesia di Turki ikut membantu kami sebagai penterjemah ketika kru RSLI (Rumah Sakit Lapangan Indonesia) memberikan pelayanan kesehatan kepada warga Turki. Kalau mereka tidak ada mungkin tim kesehatan di RSLI akan kesulitan memberikan pelayanan medis. Sebab bagaimana mungkin seorang dokter bisa melakukan diagnose terkait penyakit pasiennya, jika si pasien tidak menyampaikan keluhan kepada dokter.
Memang bisa dengan menggunakan bahasa Tarzan, tapi tentu tidak bisa sedetil atau serinci ketika disampaikan degan bahasa verbal. Kadang kadang bagi seorang pasien datang berobat ke dokter, dia merasa mendapat sugesti untuk penyembuhan penyakitnya, karena dengan bisa mengungkapkan apa yang sedang dia derita kepada dokter dan itu merupakan awal dari penyembuhan penyakit.
Jadi setiap dokter atau nurse (perawat) yang melayani pasien harus ada penterjemah yang mendampingi satu orang.
Mayoriras Orang Turki tidak bisa bahasa Inggris, sangat sedikit bisa berbahasa Arab.
Mereka yang bisa berbahasa Arab karena banyak warga negara Suriah yang mengunssi ke Turki.
Pengunsi dari Suriah ini datang sejak perang saudara di Suriah mulai berkecamuk tahun 2011 lalu. Seperti yang dilansir kompas.com, jumlah pengunsi Suriah di Turki kini telah mencapai 3,7 jiwa, mereka tersebar di beberapa kota termasuk di Provinsi Hatay. Sejak terjadi gempa bumi dahsyat pada 6 Februari lalu, diantara mereka yang datang sebagai pengunsi gelap kembali ke Nagara asal mereka.
Dengan banyaknya pengunsi yang datang ke negara Turki, mereka bersosialisasi dengan warga setempat, akhirnya diantara warga Turki (pribumi) ada yang pandai berbahasa Arab. Namun demikian penduduk Turki yang bisa berbahasa Arab itu tidak banyak.
Kembali cerita tentang Mahasiswa Indonesia di Turki yang telah membantu kami sebagai juru penterjemah. Awalnya jumlah mereka hanya 15 orang. Jumlah ini tidak cukup, akhirnya ditambah 10 orang lagi. Sekarang jumlah mereka 25 orang.
Mereka adalah yang tinggal dan kuliah di daerah yang tidak terdampak gempa. Kebetulan kegaitan proses perkuliahan diliburkan oleh Perguruan Tinggi masing masing sampai dengan bulan April mendatang.
Dinil salah seorang mahasiswa Indonesia yang datang sebagai relawan ke tenda RSLI menyebutkan, diri baru datang ke Turki. Mengaku berasal dari Payakumbuh Sumatera Barat. Dinil mengambil program S3, Fakultas Tarbiyah pada Marmara University Turki.
Dinil difoto ini sebelah kanan, saya sebelah kiri
Di tanah air dulu Dinil kuliah S1 jurusan tarbiyah Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, S2 Tarbiyah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dinil merasa senang dapat ikut bergabung dan membantu tim EMT dalam bersosialisasi warga di Hassa saat memberikan pelayanan medis.
Menurut Dinil, biaya perjalanan dari tempat tinggal mereka ke tenda RSLI di Distrik Hassa atas bantuan dari Lazis Muhammadiyah. Mereka tinggal bersama tim relawan di lokasi RSLI. Sedangkan biaya konsumsi selama berada di tenda dibantu oleh BNPB.
Mereka datang atas permintaan KBRI melalui Muhammadiyah cabang Turki.
Semangat mereka luar biasa. Termasuk saat terapi healing pada anak anak anak. Mahasiswa yang menjadi jurubicara kami memberikan trauma healing….
Bersambung ke laporan (9). Silahkan klik link dibawah ini;
Ikut Tim Kemanusian ke Turki, Anak-anak Turki Belum Kenal Dengan Latto Latto? (9)