.

Kriminolog UI Teliti Praktik Gratifikasi pada Media di Indonesia

Depok, PilarbangsaNews

Praktik jual beli berita atau news trading di Indonesia tidak saja terjadi di tingkat reporter, tetapi telah menjelma menjadi perilaku korporasi media. Hal ini menarik minat Nuruddin Lazuardi untuk diteliti dan diangkat sebagai topik dalam disertasinya yang berjudul “Abuse of Media Power dalam Praktik News Trading Pada Media Arus Utama di Indonesia”.

Pada sidang terbuka promosi doktor yang diadakan oleh Program Pascasarjana Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), Nuruddin berhasil mendapat gelar doktor dengan predikat cumlaude.

Sidang promosinya diketuai oleh Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto, Dekan FISIP UI. Bertindak sebagai promotornya adalah Prof. Drs. Adrianus Eliasta Meliala, M.Si., M.Sc., Ph.D., dan kopromotor Dr. Iqrak Sulhin, S.Sos., M.Si. Dewan penguji terdiri dari Prof. Dr. Drs. Muhammad Mustofa, M.A.; Dr. Ninik Rahayu, S.H., M.S.; Dr. Bagus Sudarmanto, M.Si.; Dr. Eriyanto, M.Si.; dan Dr. Dra. Ni Made Martini Puteri, M.Si.

Menurut Nuruddin, fenomena news trading dilatari kepentingan internal maupun eksternal media melalui pendekatan hegemoni dan oligarki. Akibatnya, konten yang diproduksi cenderung mengabaikan norma media dan mengorbankan hak publik atas informasi yang benar.

Nuruddin menjelaskan, dengan metode kualitatif disertai pengolahan data menggunakan software NVivo, penelitian mendapati adanya motif, pola, modus, tujuan, dan keuntungan dalam praktik news trading pada media korporasi di Indonesia.

“Temuan ini menunjukkan adanya tindakan abuse of media power di dalam struktur organisasi media korporasi di Indonesia yang merupakan perilaku corporate misconduct. Dalam perspektif criminology media merujuk konsep criminogenic media, konstruksi konten news trading yang dikategorikan sebagai suap itu berpotensi mengakibatkan social harms,” ujar Nuruddin, saat sidang terbuka promosi doktornya yang dilaksanakan pada Senin (17/7/2023).

Criminogenic media dimaknai bahwa media cenderung menyebabkan terjadinya keadaan bahaya, menstimulasi keinginan material, peniruan kejahatan, maupun gairah penggunaan citra kekerasan. Perilaku corporate misconduct media dapat membuat masyarakat –langsung maupun tidak langsung— berada dalam posisi berpotensi manjadi korban moral panic, segregation, dan berujung social harms.

Dari penelitian yang dilakukan Nuruddin, terdapat tiga permasalahan sebagai kesimpulan, pertama, praktik news trading adalah praktik suap atau gratifikasi. Praktik news trading terjadi karena adanya campur tangan kepentingan individu dan kelompok, baik internal maupun eksternal, yang dengan sengaja mengabaikan nilai-nilai etik dan norma media.

Kedua, sebagai sebuah lembaga korporasi yang diberi kepercayaan oleh negara dan masyarakat, media yang melakukan praktik news trading membuktikan tidak hanya telah melakukan penyimpangan atas kewajibannya dalam menjaga harmonisasi masyarakat, tetapi juga merupakan bentuk abuse of media power. Penyalahgunaan kekuasaan oleh media korporasi ini dapat dikategorikan sebagai corporate misconduct.

Ketiga, media yang mengonstruksi konten news trading yang merupakan abuse of media power, dalam sudut pandang criminogenic media berpotensi mengakibatkan terjadinya moral panic, segregation, dan berujung social harms. Maka dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perilaku corporate misconduct oleh media dalam konteks penelitian ini adalah sebuah kejahatan.

“Pada akhirnya saya menyarankan perlunya aktualisasi kebijakan etik dan hukum media, serta mendorong pengawasan media korporasi oleh publik, agar dapat menjawab dinamika perubahan pada lanskap media menuju keadaan yang lebih baik,” kata Nuruddin. (Rel/vib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *