“GIRIANG GIRIANG PERAK” (Oleh; Makmur Hendrik) Bag 6
Gambar ilustrasi Gambar Mewarna Blogspot.
Klik disini jika anda belum baca bag 5
Sambuangan dari bag 5….
Penyamun yang melemparkan tombak itu terheran heran. Lemparannya tak pernah luput. Tapi kali ini kenapa anak muda itu tak kena? Suara bansi yang ditiup anak muda itu terdengar bergema perlahan.
Bukan main! Dia seperti tak acuh akan nyawanya!
Penyamun itu merampas tombak sebuah lagi dari temannya. Kemudian kembali melemparkannya dengan bidikan yang cermat.
Namun semua penyamun yang belasan orang jumlahnya itu kembali terngaga. Tombak itu lewat dalam kecepatan kilat dua jari dari tengkuk anak muda itu. Dia sendiri tak bergerak sedikit pun.
Kepalanya masih tunduk dan suara bansinya mendayu lembut dan lemah.
Sikat dia…!! ujar pimpinan penyamun itu dengan suara mengguntur.
Enam orang pemegang tombak segera berlarian ke depan. Dalam jarak lima depa dari anak muda itu mereka tegak berbaris.
Datuk Sipasan yang sejak tadi tertegak heran menyaksikan kejadian itu, kali ini tak sampai hati melihat anak muda itu jadi tusukan tombak.
Larilah anak muda…!! serunya.
Namun anak muda itu tak bergerak. Dia tetap meniup bansinya perlahan. Tak menoleh sedikit pun ke samping, dimana penyamun penyamun itu siap melemparkan tombaknya.
Lalu saat tombak itu dilempar ke arahnya, terdengar suara bersuitan.
Namun kali ini semua mereka yang ada di Bukit Tambuntulang itu pada terngaga. Tombak tombak itu tak satu pun yang menyentuh kulit anak muda tersebut. Tak satu pun! Keenam tombak itu melenceng ke kiri, ke kanan atau ke atas kepalanya.
Anak muda itu perlahan menoleh pada mereka. Tatapan matanya lembut. Dia lebih mirip seorang seniman. Tubuhnya semampai dengan kulit halus. Rambutnya yang berombak tergerai sedikit di atas bahu meskipun kepalanya diikat selembar kain putih seperti selendang.
Saat itu pimpinan penyamun yang tadi tegak di atas batu dimana dia kini tegak, maju meraih dua batang tombak dari anak buahnya. Dia melangkah empat depa ke depan.
Kemudian dengan suara parau terdengar dia bicara.
Kau boleh berlagak di rumahmu, buyung. Tapi di depanku, di depan Gampo Bumi, kau jangan banyak lagak….
Begitu ucapannya habis, begitu orang yang memperkenalkan dirinya sebagai Gampo Bumi ini melemparkan kedua tombak di tangannya sekaligus pada anak muda itu. Lemparannya menimbulkan suara mendengung saking kuat dan cepatnya.
Siapa pun yang hadir di sana maklum, bahwa dengung suara tombak yang melaju itu disebabkan tenaga dalam Gampo Bumi yang luar biasa. Tombak itu tak kelihatan saking cepatnya. Namun kembali terjadi keajaiban.
Anak muda itu menggerakkan tangan kanannya yang memegang bansi yang panjangnya lebih sejengkal itu. Pletak …!! Trak …! Kedua tombak yang melesat laju itu dia hantam dengan bansinya. Kedua tombak itu patah empat!
Kemudian hal yang luar biasa ialah keempat potong patahan tombak itu melesat lagi ke arah tuannya dengan kecepatan dua kali lipat!
Terdengar seruan kaget penyamun penyamun itu, termasuk Gampo Bumi meloncat empat depa ke belakang. Hampir saja dia kalah cepat. Peluh dingin membersit di keningnya.
Dengan ragu dia menatap pada anak muda yang masih duduk dengan tenang di batu sana. Anak muda tersebut tegak perlahan. Tubuhnya yang semampai kelihatan kurang meyakinkan atas hal yang baru saja terjadi. Apakah itu memang karena ilmunya yang tinggi atau hanya suatu kebetulan?
Anak muda tersebut melangkah di atas batu besar itu. Dia melangkah empat langkah ke depan. Semua orang jadi tambah heran, pada saat dia melangkah, terdengar suara giring giring berbunyi.
Semua mata kini menoleh ke kakinya. Namun tak seorang pun yang bersuara, hanya anak muda itu yang kemudian terdengar angkat bicara.
Adakah di antara kalian yang pernah mengenal atau merasa memiliki giring giring yang saya pakai ini…? suaranya bergema perlahan di hutan dalam bukit itu.
Tak ada yang menyahut. Dia menanti beberapa saat. Wajahnya kelihatan kecewa ketika tak seorang pun yang menyahut.
Adakah di antara kalian yang pernah mendengar bahwa ada anak laki laki yang lenyap dengan giring giring di kaki kanannya…?
Datuk Sipasan dapat menangkap nada haru dalam ucapan anak muda ini. Tapi kembali tak seorang pun yang menjawab.
Tak seorang pun yang tahu… desah anak muda itu.
Kepalanya tertunduk. Tangannya bergerak kembali ke pinggang, menyimpan bansinya. Dan dia melangkah turun ke sebalik sana. Ketika dia hampir lenyap dari pandangan, Datuk Sipasan terdengar berseru.
Anak muda, tunggu dulu…!
Anak muda itu berhenti.
Apakah Bapak mengenal giring giring ini…? tanyanya penuh harap.
Datuk Sipasan menggeleng, dia memanggil anak muda itu dengan harapan agar bisa menolong melepaskan rombongannya dari kekejaman penyamun Bukit Tambuntulang ini.
Tidak… katanya perlahan.
Anak muda itu melanjutkan langkahnya lagi. Kepalanya lenyap di balik batu besar itu. Datuk Sipasan tahu, bantuan dari orang lain tak mungkin dia harapkan. Kini dia punya kesempatan lagi untuk melawan.
Meskipun tangan kanannya patah, tapi dengan cepat dia merampas sebuah kelewang dari tangan penyamun di dekatnya. Kemudian dengan kelewang itu juga dia menyabet leher penyamun itu. Terdengar pekik kesakitan, dan penyamun yang tak menyangka diserang itu melosoh turun tanpa nyawa.
Bukan main berangnya Gampo Bumi melihat hal itu.
Beruk haram jadah! Kucincang tubuh…
Bersambung…., ke Bag 7