.

Pakai Baju Putih Ke TPS, Nyoblosnya Gambar Pasangan No 02. Aduh…., Mati Aku..!!

Kulihat isi lemariku, ternyata aku tak punya baju putih. Memang sudah lama aku tak mengenakan baju putih itu, sejak para kader PKS memakai baju putih sebagai salah satu ciri identitas partainya, semua baju putih termasuk baju Koko, saya berikan kepada para tetangga. Hanya beberapa helai saja baju putih Koko yang saya koleksi untuk dikenakan ketika menunaikan sholat Jum’at.

Namun kini tidak, saya ingin mengenakan baju putih pakai krah dileher (bukan baju Koko). Pasalnya ada imbauan dari pak Jokowi, datang beramai ramai ke TPS jangan golput
pakai baju putih dan putih adalah kita.

Kemaren sore, saya ajak Induak Bareh ( Induak Bareh sebutan lain untuk istri bagi orang Minang-Red) membeli satu helai baju putih dasar kain tetoron, disebuah toko di pasar tradional yang ada di kampung saya.

Saya tidak tahu kenapa pasangan idola yang bakal saya pilih nanti Jokowi-Maaruf mengajurkan para pendukung beliau agar “adalah kita” memakai baju putih.

Bukankah baju putih itu selama ini menjadi warna identitasnya PKS?

Kenapa pak Jokowi tidak suruh pakai baju warna warni, sebab beliau diusung Golkar, Nasdem, PKB, PPP, PDIP yang dikenal dengan warna kuning (Golkar), biru dibalut warna jingga (Nasdem), Hijau (PKB), hijau (PPP). Metal = merah total untuk PDI-P.

Ya disinilah letaknya kepintaran pak Jokowi, pintar menyatukan warna menjadi sangat serasi bila dikombinasikan dengan warna lainnya. Warna putih cocok bila dikombinasikan dengan semua warna. Bila selembar warna putih dikombinasikan dengan warna merah, gabungan dua warna ini akan manjadi merah putih dan ini adalah warna Bendera Indonesia.

Namun imbauan capres 01 menurut pandangan sosiolog Dosen UI, Prof Dr Tamrin Tomagola, seperti dilansir Media Online Tribunnews.com, berpotensi memecah belah.

“Imbauan ini berpotensi memecah-belah dan meng-hadap-hadap-kan pemilih berbaju-putih dengan pemilih berbaju non-putih,” tulis Tamrin Tomagola di akun twitternya, Rabu (27/3/2019).

Tamrin Tomagola justru mempertanyakan apakah Presiden Jokowi sadar bahwa ajakan tersebut juga bisa berujung terjadi konflik kekerasan.

Kalau memang imbauan pakai baju putih itu berujung pada konflik. Pasti lah pak Jokowi akan menyesal. Karena tanpa disadari himbauan itu jadi malapetaka sepanjang sejarah di Tanah Air.

Tapi kita yakin, sebagai petahana Jokowi tidak punya niat sedikitpun bahwa imbauan pakai baju putih itu sengaja dilontarkannya saat berkampanye bukanlah untuk menciptakan konflik horizontal.

Meskipun Jokowi menyebutkan “akan melawan” karena selama ini dia sabar disebut PKI, sabar disebut presiden yang akan melarang azan di masjid, sabar dituduh melegalkan LGBT. Kita yakin bahwa imbauan pakai baju putih itu, bukanlah bentuk aksi dari kata “saya akan lawan“.

Kita yakin imbauan pakai baju putih hanya untuk sekedar bergembira ria dihari pesta demokrasi ini.

Sebagai warga negara yang patuh dan taat kepada Ulil Amri (pemimpin-red), dan Jokowi kini masih berstatus presiden pemimpin bangsa ini, faktanya beliau kampanye tidak ambil cuti, saya akan ikut imbauan presiden saya dan akan saya pakai baju putih yang kemaren saya beli.

Saya yakin di TPS saya tidak akan ada konflik, sebab pemilu di tanah Minang adalah Pamilu Badunsanak. Bagi orang Minang berbeda dalam pilihan adalah persolan biasa.

Sebab bisa jadi nanti yang datang ke TPS pakai baju putih tapi nyoblosnya gambar Capres 02 dan begitu juga sebaliknya bisa jadi yang datang ke TPS pakai jas atau baju safari mereka milih capres 01. (Yuharzi Yunus)

Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulisnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *