RUU HIP, JANGAN ADA DUSTA DI ANTARA KITA
Oleh : Anton Permana
(Tanhana Dharma Mangrva Institute)
Sudah tercatat merata di 31 provinsi deklarasi penolakan dan perlawanan terhadap RUU HIP ataupun RUU PIP dari seluruh daerah Indonesia. Dalam catatatan saya hanya Bali, Papua, dan NTT yang belum melakukan deklarasi sikap melawan upaya makar terhadap Pancasila yang dilakukan oleh sekelompok golongan politik di Indonesia.
Upaya makar terhadap Pancasila ini sudah bisa kita kategorikan sebagai “extraordinary crime”. Dan ini tidak main-main.
Namun yang sangat kita sayangkan, dalam hal ini aparat eksekutif, judikatif, dan legislatif hampir sama saja. Seakan menganggap remeh permasalahan ini. Boleh dikatakan tidak ada respon yang positif dilakukan pemerintah hari ini. Padahal, setiap hari dari Sabang sampai Merauke rakyat turun serentak menuntut pembatalan dan tangkap para inisiator pengusul RUU HIP ini.
Sikap “membeku” terhadap tuntutan dari aksi-aksi ini, menimbulkan pertanyaan besar bagi masyarakat. Ibarat lagu hits Peter Pan: ada apa denganmu?
Beruntung rakyat hari ini sudah jenuh dan cerdas. Tak mudah lagi dibodohi dengan manajemen pengalihan isu para buzzer dan media mainstream. Rakyat tetap fokus pada aksi tolak RUU HIP/PIP dan penjarakan inisiatornya.
Rakyat hari ini baru tersadarkan. Bahwa, agenda neo-PKI ingin merubah Indonesia menjadi negara komunis terbukti sudah semuanya secara terang benderang. Bagaikan secerah matahari di siang bolong.
Artinya, ini membuktikan bahwa, segala kerusakan, maraknya penistaan terhadap agama Islam, serta merebaknya ujaran-ujaran kebencian adu domba berbasis SARA, itu semua adalah kerjaannya antek-antek PKI.
Hal ini juga membuktikan, pasca reformasi adanya agenda busuk dan propaganda Neo PKI. Agar Indonesia lemah, terpecah belah berujung kepada kebangkrutan alias “Failed State”.
Rakyat hari ini akhirnya juga sudah tahu dan dapat memetakan, mana kelompok, tokoh, dan organisasi yang memang setia pada Pancasila dan mana yang sudah disusupi serta jadi budak Neo-PKI.
Mereka yang selama ini teriak seolah paling Pancasila, ternyata dari kelompok mereka jugalah yang mau mengganti Pancasila. Mereka yang selama ini teriak seolah paling NKRI, ternyata mereka itulah sebenarnya para antek Neo-PKI. Ini mirip gaya DN Aidit di tahun 1964. Membuat buku “Membela Pancasila”, tetapi setahun berikutnya melakukan kudeta 30/S/PKI/1965.
Begitu juga dengan para oknum pejabat hari ini, yang sebelumnya paling “sok” mengaku Pancasilais, ternyata hari ini bungkam membisu mengkerut macam siput karena takut. Takut lepas jabatan, takut dinon-jobkan.
Tentunya kita berharap dan kita yakini bahwa mestinya para partai politik, hakim, jaksa, TNI/Polri, ASN, serta para pejabat BUMN harus setia pada Pancasila. Tidak sebaliknya.
Ingat. Rakyat melihat dan mencatat setiap tindak-tanduk wahai para oknum pejabat. Rakyat akan melihat, mana yang setia pada Pancasila, dan mana yang jadi pengkhianat NKRI. Ibaratnya, jangan sampai ada dusta diantara kita.
Rakyat Indonesia ingin bukti dan fakta konkrit kesetiaan kepada negara. Pancasila sudah final dan mengikat sebagai falsafah negara. Siapa yang mencoba merubahnya, berarti bertentangan dengan rakyat Indonesia.
Permasalahan upaya makar terhadap Pancasila hari ini jika ada yang mencoba melindungi, membuat rekayasa, mengkriminalisasi masyarakat pembela Pancasila, atau terlibat berkonspirasi di dalamnya, maka ingatlah, rakyat Indonesia juga punya hak membela Pancasila, demi menjaga Indonesia, demi sumpah setia NKRI harga mati.
Sebagai rakyat Indonesia kita hanya menuntut, tangkap dan penjarakan para inisiator RUU HIP ini. Proses secara hukum yang berlaku di negeri ini. Tanpa pandang bulu siapapun dia.
Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat. Negara Indonesia adalah negara hukum. Dan Indonesia adalah negara yang berPancasila.
Salam Indonesia Jaya!
Jakarta, 11 Juli 2020
*) Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis