.

“GIRIANG GIRIANG PERAK” (Oleh; Makmur Hendrik) Bag 40…

.

Bagi yang belum baca Bag 1 s.d 39 klik dibawah ini;

“GIRIANG GIRIANG PERAK” (Oleh; Makmur Hendrik) Bag 39…

Sambungan dari Bag 39…

Dia mengerahkan lagi tenaga batinnya ke sana. Namun rasa sakit yang menyengat itu masih membakar.

Dia meraba rusuknya dan dengan terkejut merasakan betapa rusuknya basah. Ketika melihat tangannya dia jadi kaget. Telapak tangannya merah oleh darah! Rasa sakit makin menyengat. Pukulan dengan siku dan tendangan jadi jelas serangan yang berasal dari silat pangian.

Silat tangguh yang berasal dari Pangian, Tanahdatar. Ternyata Pandeka ini menggabungkan silat starlak dengan pangian dalam jurus jurus yang berbahaya. Dia menarik nafas. Kemudian tegak. Tangannya masih menutup luka di rusuknya.

“Serangan pangian yang luar biasa….” katanya perlahan dengan jujur.

Pandeka itu tak menjawab. Tapi kembali membuka langkah. Seperti tadi, dalam tiga langkah yang panjang dan menyamping kembali dia berada di sisi kiri anak muda itu. Kali ini si Giring Giring Perak berlaku waspada.

Rasa pedih bekas tendangan tadi masih terasa menyengat. Menyengat! Ya, pedihnya menyengat. Anak muda ini segera sadar, nama lelaki yang dia hadapi itu adalah Pandeka Sangek. Gelar yang diberikan bagi pesilat biasanya ada sangkut pautnya dengan kepandaian yang dia andalkan.
Datuk Sipasan misalnya bergelar demikian karena tangannya dicelup dengan bisa ribuan lipan. Dan cara dia menyudahi lawannya persis seperti lipan (sipasan). Yaitu dengan mempergunakan dua jarinya sebagai taring untuk memasukkan bisa.

Pandeka Sangek tentulah punya keistimewaan pula sesuai namanya. Anak muda itu arif Pandeka itu punya ilmu simpanan yang bila pukulan dan tendangannya mengenai orang maka sakit yang ditimbulkannya seperti sengatan binatang berbisa.

Anak muda ini yakin ilmu Pandeka ini mungkin sepuluh kali lebih tinggi dari Datuk Sipasan. Kalau Datuk Sipasan serangannya yang berbahaya hanya dua jari tangannya maka Pandeka Sangek seluruh kaki dan tangannya mengandung bisa yang memautkan. Karena itu dia harus hati hati benar menghadapi lelaki ini.

Pandeka Sangek tiba tiba menyerang dengan sebuah pukulan ke hulu hati. Pukulan itu amat cepat. Si Giring Giring perak menangkisnya dengan telapak tangan. Kemudian membalas dengan tendangan kaki kiri. Pandeka itu mundur selangkah, tiba tiba berputar dan mengirimkan tendangan belakang.

Si Giring Giring Perak menangkis serangan itu dengan menyilangkan kedua tangannya di bawah pusat. Kemudian dengan cepat mengirimkan sebuah tendangan ke tubuh Pandeka Sangek yang tengah berputar untuk menghadapinya. Tendangan itu dielakkan oleh Pandeka dengan membuang langkah ke kanan.

Dan serentak dia juga mengirimkan sebuah pukulan ke hulu hati. Pukulan ini kembali ditangkis dengan telapak tangan oleh si Giring Giring Perak. kemudian dia menyerang pula dengan menghantam kepalan tangannya pada wajah Pandeka Sangek.

Pukulan ini demikian kerasnya. Pandeka itu tak menangkis, dia malah melompat dua langkah ke belakang.

“Hmm… silek tuo….” Pandeka Sangek itu bergumam.

Datuk Sipasan juga dapat mengenal silat yang dipergunakan oleh si Giring giring Perak itu. Silek tuo merupakan silat induk di Minangkabau. Tidak banyak membuat gerak langkah dan bunga silat. Tidak pula pernah membuka serangan. Dalam Silek Tuo Minangkabau dikenal prinsip elak jurus satu, serang jurus dua. Jadi pada awalnya ilmu persilatan di Minangkabau ini mengajarkan pada anak sasiannya (murid) untuk tidak memulai perkelahian.

Elak jurus satu mempunyai makna, bahwa tugas utama setiap anak sasian atau pesilat adalah menghindarkan perkelahian. Sedangkan serang jurus dua mempunyai makna bila musuh datang setelah mengelakkan serangan baru boleh menyerang. Ilmu ini memang diajarkan secara harfiah dalam silek tuo.

Tidak pernah diberi pelajaran bagaimana caranya membuka serangan. Tetapi pelajaran selalu dimulai dari cara manggelek, yaitu menghindarkan perkelahian. Setelah serangan musuh dielakkan barulah terbuka jurus untuk menyerang.

Itulah tadi yang dipergunakan oleh si Giring Giring Perak. setiap serangan dia elakkan atau dia tangkis, kemudian baru balas menyerang. Dan serangannya adalah satu balas satu. Ini adalah silek tuo asli. Yang membalas serangan musuh tak lebih dari jumlah serangan yang dilakukan lawan.

Ilmu silat ini oleh anak sasian yang turun dari Pagaruyung, dimana ilmu itu berasal disebarluaskan. Umumnya silat tuo dianggap lemah karena kurang bervariasi. Makanya di seluruh Minangkabau silat tuo itu dikembangkan menurut langgam masing masing daerah. Adapun silat toboh di Pariaman, pangian di Tanahdatar dan starlak di Sawahlunto, adalah juga berasal dari silek tuo, tetapi telah dikembangkan dan dirobah di sana sini.

Ilmu itulah yang kini dipakai oleh Pandeka Sangek. Silek tuo dianggap lemah karena tidak boleh memulai serangan, dalam perkelahian orang diwajibkan menanti orang lain menyerang.

Kini, kedua mereka kembali saling pandang. Rasa sakit masih tetap menyengat rusuk si Giring Giring Perak. Anak muda ini sadar, kalau saja dia tidak mempunyai tenaga batin yang tinggi, dia yakin dirinya sudah sejak mula pertama kena tendangan tadi sudah mati. Atau paling kurang semua tulang rusuknya kupak.
Pandeka Sangek mengangkat kedua tangan setinggi dada. Sementara matanya menatap mata si Giring Giring Perak. dia mulai membuka bunga silat dalam jurus silat pangian. Dalam tiga langkah dia kini kembali berada di dekat anak muda itu.

Tanpa membuang waktu dia kembali menyerang dengan dua pukulan beruntun ke kepala dan ke dada. Seperti tanpa jarak waktu dua tendangannya menggebu ke selangkangan. Keempat serangan ini dengan mudah sambil mundur selangkah berhasil dielakkan oleh si Giring Giring Perak.

Bersambung ke Bag 41…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *