Laporan Kairul Jasmi Dari Los Angeles (bag: 1)
UNTUK satu trip ekonomi dan budaya, wartawan Singgalang, Khairul Jasmi dan Taufik Effendi bertolak ke Los Angeles dan Honolulu, AS bersama Gubernur Sumbar dan rombongan. Berikut laporannya.
Lelah tak terkira setelah terbang lebih sehari, sesampai di Los Angeles, Gubernur Irwan Prayitno bukannya ke hotel tapi rapat di Konjen RI, Sabtu (11/11) siang. Rapat soal investasi dan UMKM. Mengkordinasikan sejumlah temu bisnis yang dibantu Konjen RI di LA.
Ini siang nan sejuk menyambut kami di Los Angeles (LA), California, Amerika Serikat. Sekarang Sabtu (11/11) pukul 12.00. Terbang 17 jam dari Jakarta, Sabtu, tiba di sini malah masih hari yang sama. Rupanya waktu dikejar tak terkejar, malah berbalik. Matahari takkan bisa mengejar bulan, siang tak mampu menjangkau malam. Tuhan sudah menyatakan hal itu dalam surat Yassin.
Mendarat di Bandara Internasional Los Angeles, LAX namanya, saya ingin bergegas turun dari American Airline. Pemeriksaan imigrasi membayangi saya sebab waktu transit di Bandara Narita Jepang, saya “terpilih” dalam pemeriksaan acak.
Kenyataannya mulus sebab Gubernur Irwan Prayitno dijemput pejabat dari Konjen RI.
Di Los Angeles, kota yang hampir selalu muncul dalam film itu, banyak warga Indonesia. Saya sudah menemukan dan melihat sebagian. Suku bangsa lain juga banyak, Cina, India dan Arab serta Afrika dan lainnya.
Mereka berjejer menunggu tamu yang baru mendarat.
Dengan bus yang lega Gubernur Irwan Prayitno dan rombongan diantar ke kantor konjen Indonesia. Bus melaju tenang di jalan mulus yang lapang. Belum jauh berjalan, ada kilang minyak di tengah kota tapi ketertarikan kami pada kilang itu hanya sekejap sebab jauh di depan terlihat bukit Holywood. “Oh ini dia,” gumam saya.
Gumam pun lenyap sebab seketika mobil Ferary warna merah melaju di sebelah kiri, dua wanita di atasnya, mungkin artis.
Rapat di Konjen
Bergegas dari bandara ke kantor Konjen RI di 3457 Wilshire Blvd untuk sebuah pertemuan. Rapat membahas tentang perdagangan, investasi dan budaya.
Pejabat konjen menyebut, Amerika memerlukan rempah-rempah dan tekstil. Makanan bisa, kalau sesuai standar. Apalagi rendang, tinggal masuk, sebab sudah lama Amerika menunggu rendang lamak tersebut.
Konjen menyarankan agar rendang segara masuk pasar Amerika dan hal itulah yang membuat Walikota Payakumbuh, Riza Palepi menyebut pihaknya justru sedang bekerja untuk itu. Ia sudah berkali-kali mendesak LIPI agar segera mempersiapkan kaleng kedap udara untuk rendang sehingga ekspor dengan tujuan Amerika bisa segera diwujudkan.
Konsul Ekonomi Konjen RI Los Angeles, Julianty Dwieliza menyebut, menjual produk harus dilihat pasarnnya.
Hadir dalam pertemuan itu, Vice Consul, Gina Fadilla, Konsul Muda Ekonomi Gins Fadilla, Kepala IIPC Rahardjo Siswohartono, Kepala Indonesia Trade Promotion Center, Antonius A Budiman dan wakilnya Martina Angelika Purba. Sedang dari Sumbar, Gubernur Irwan Prayitno, didampingi Kapala Litbang, Reti Wafda, Kepala Dinas Kebudayaan Taufik Effendi, Kepala Dinas Perizinan dan Penanaman Modal Maswar Dedi dan Wako Payakumbuh Riza Palepi.
Kayu manis
Dalam pertemuan itu dibahas juga produsen dan konsumen kayu manis terbesar di dunia yaitu Sumbar dan Amerika. Rempah penghangat badan itu dijual ke Amerika melalui Singapura.
Mata rantai tata niaga kayu manis berpuluh tahun itu disarankan agar dipotong seiring dengan peremajaan kebun kayu manis. Memang kebun kayu manis di Sumbar tidak pernah diremajakan. Petani sendiri, mulai melupakan rempah-rempah tersebut karena harga yang mura di tingkat petani.
Diberi info tentang kebutuhan kayu manis Amerika. Sesuatu yang menggiurkan dan selama ini hal itu terkunci.
Rapat koordinasi misi dagang ini ditangkap oleh Walikota Riza Palepi karena ia siap menjual rendang ke Amerika. Produk paling tua dan paling lama dari Indonesi mengisi rak-rak mall di negeri Paman Sam ini, kayu manis menurut Gubernur Irwan, harus segera ditindaklanjuti.
Kenapa? Karena margin kayu manis selama ini tak pernah benar-benar dinikmati petani, seperti juga gambir.
Sore telah tiba di Los Angeles, saya lelah mau rehat di hotel tapi saya harus ke mall dulu berapa harga kayu manis di sini.
Habis itu tidur untuk acara lagi besok. Seharusnya acara di sini bisa lebih cepat dimulai rapi pesawat kami delay di Narita. Narita punya kisah tersendiri pula.
Sekitar 14 jam silam, setelah terbang selama 7 jam dari Jakarta, pesawat Japan Airlines mendarat di Bandara Narita Tokyo. Sudah dua kali saya ke Jepang, tapi di bandara saja, daripada tidak!
Dari Narita kami terbang dengan maskapai American Airlines. Mengisi waktu transit saya mencari kopi panas tapi antrenya panjang. Mau keluar bandara saya jamin tersesat apalagi hanya transit dua jelas tidak memungkinkan.Narita adalah bandara yang sibuk, sekitar 40 juta orang datang dan pergi di sini. Terpaut 70 Km dari Tokyo.
Tadi di Tokyo sekarang sudah Los Angeles, melintasi laut dengan pesawat yang terus bergoyang. Di negeri maju ini saya teringat ladang-ladang kopi, kerambil dan kayu manis di kampung kita, yang hasilnya justru dinikmati Amerika.
Dan saya bersamanTaufik Effendi menikmati kopi di Coffee Bean, terbayar US$3.70 di bawah suhu yang mulai dingin. Nikmatnya tak terbada sembari melihat orang dari berbagai ras yang lalu-lalang. (Bersambung)