“GIRIANG GIRIANG PERAK” (Oleh: Makmur Hendrik) Bag 28…
.
.
Bagi anda yang belum baca Bag 1 s.d Bag 27 klik disini:
Sambungan dari Bag 27…
“Bawa semua kemari….”
Kemudian ketiga lelaki itu menatap keenam lelaki yang duduk dalam kedai itu.
“Apakah orang Pariaman yang kalian temui di Lima Kaum itu adalah pesilat pesilat?” si tinggi besar bertanya dari tempat duduknya.
Lelaki yang tadi mengatakan bertemu dengan orang Pariaman itu menggeleng.
“Tak tahu kami. Kami tak sempat melihat mereka bersilat. Dan tak pula mengajak mereka berkelahi….” jawab lelaki yang mengaku datang dari Lima Kaum itu, teman temannya yang lain tertawa karena merasa lucu akan jawaban temannya itu.
Namun tawa mereka justru mendatangkan penyakit pada mereka sendiri. Mereka tak tahu dengan siapa mereka berhadapan. Ketika mereka masih tertawa bergumam lelaki tinggi besar yang bertanya itu bangkit.
Berjalan mendekati keenam lelaki itu. Dan tiba tiba plak … puk … pak …! Dia menampar lelaki dari Lima Kaum itu. Lelaki itu terjengkang. Namun dia bangkit segera, dan tangannya berkatuyang katuyang seperti orang bersilat. Lelaki tinggi itu jadi mengkal.
Kakinya melayang dan orang dari Lima Kaum itu ternyata tak bisa menangkis tendangan tersebut, meskipun dia telah berlagak seperti orang pandai silat. Tendangan itu mendarat dengan telak di dadanya. Menimbulkan suara berdehek.
Dan malangnya, tanpa dapat dia tahan, kentutnya ikut terbosai dua tiga kali karena tendangan itu. Kelima temannya yang lain yang tadi juga sudah siap bersilat, tiba tiba jadi patah semangat melihat makan tangan dan kaki si tinggi besar itu.
Mereka tetap duduk diam. Tanpa menengok pada si tinggi besar. Bahkan pada temannya yang terkepepe ke bawah meja itu pun mereka tak berani melihat. Takut kalau dianggap sebagai suatu tantangan pula oleh si tinggi besar ini.
“Lihat lihat orang yang akan dipegarahkan sanak….” ujar si tinggi besar.
“Ya… ya… ya!” kata salah seorang yang duduk.
“Apa yang ya?”
“Ya. Apa ya?! Eha.. maap… maap….”
“Apa yang maap!!”
“Anu pak… eh anu, kami mintak maap…!”
“Maap apa!”
“Maap lahir batin…!”
Dan sampai di sini, si tinggi besar tak dapat menahan tawanya melihat lelaki dari Lima Kaum yang tergagap itu. Dia tertawa begitu juga kedua temannya yang duduk semeja dengan si Giring Giring Perak. Kelima lelaki di meja si gagap itu juga ikut tertawa.
Mula mula perlahan, karena takut. Tapi melihat si tinggi besar itu tertawa terbahak bahak, mereka ikut tertawa terbahak bahak.
Apa yang kalian tertawakan, beruk! sergah lelaki tinggi itu membentak.
Tawa kelima lelaki dari Lima Kaum itu terhenti pula tiba tiba. Mereka jadi pucat. Dan, malang yang akan tumbuh, mungkin karena terlalu takut, si gagap tadi terpancar pula kentutnya.
Mula mula sekali. Perlahan tapi agak panjang. Namun karena ketakutan yang sangat, kentut besarnya tak mampu dia tahan. Pouuuuut. Preppepp…
Tak tanggung berangnya si tinggi besar itu. Dia jambak rambut si gagap. Namun kentut si gagap keluar lagi. Teman teman si tinggi yang duduk di sudut tak mampu menahan tawa. Mereka sampai sampai menekan perut karena sakit saking gelinya.
Si gagap terpekik pekik minta ampun. Tapi si tinggi makin berang.
Bersambung ke Bag 29…
Catatan Redaksi: Foto ilustrasi Lisda Hendrajoni Ketua IPEMI SUMBAR, tak ada kaitan dengan cerbung ini.