“GIRIANG GIRIANG PERAK” (Oleh; Makmur Hendrik) Bag 39…
.
Bagi yang belum baca Bag 1 s.d 38 klik disini;
Sambungan dari Bag 38….
dilemparkan oleh Pandeka Sangek. Dia tidak mau mengambil resiko untuk menyambutnya, lalu melemparkan ke arah orang orang yang menjaga suluh itu. Tidak, itu terlalu berbahaya.
Karena itu, begitu pisau itu dia taksir berjarak dua depa dari dirinya, anak muda ini kembali mempergunakan selendang Siti Nilam yang masih berada di tangannya. Dengan menyalurkan tenaga batinnya yang tinggi, selendang itu tiba tiba menggeliat dan bergulung ujungnya.
Kemudian dengan sebuah sentakan keras, gulungan itu lepas dan terdengar suara letusan kecil. Kibasan ujung selendang itu membuat pisau pisau kecil tersebut seperti membentur dinding karet yang liat dan kenyal.
Senjata itu berbalik arah dengan kecepatan lebih tinggi dari saat dia datang tadi. Pandeka Sangek sudah menduga bahwa anak muda ini pasti sanggup menangkis serangannya. Beberapa pisau pisaunya akan dipukul berbalik menyerang dirinya. Dan hal itu ternyata benar.
Pisau pisaunya itu berbalik arah. Malahan dengan kekuatan dan kecepatan yang lebih hebat dari yang dia lemparkan tadi. Dia melambung tinggi sambil berkata, Bagus….!
Dalam melompat itu, dia menghantamkan sebuah pukulan tenaga dalam kepada si Giring Giring Perak. Namun dia segera jadi terkejut dan merasa dikicuh tegak tegak tatkala dia dengar anak buahnya pada memekik!
Dia tak jadi menghantamkan pukulannya. Tetapi turun kembali cepat cepat. Dan dia segera sadar, senjata rahasia yang dilemparkan tadi, dan dipukul berbalik, ternyata bukan diarahkan pada dirinya. Melainkan pada anak buahnya.
Empat orang anak buahnya yang tegak menjaga suluh melosoh jatuh dengan dada dan jidat ditembus pisau beracun milik pimpinannya sendiri! Saat dia turun itu, suluh yang lain pada padam. Tapi yang empat buah itu masih hidup.
Pandeka Sangek ini segera tahu, keempat anak buahnya itu telah pugat oleh pisau beracunnya.
Luar biasa….!!! dia bergumam setelah tegak dengan sempurna di tanah.
Dan pada saat itu keenam batang tombak yang dilemparkan ke arah Datuk Sipasan dan teman temannya juga telah dipukul jatuh ke tanah. Pandeka Sangek jadi maklum, bahwa dengan perkelahian jarak jauh, dia akan banyak mengalami kerugian. Karenanya dia lalu mengatur siasat baru.
“Anak muda, ilmu batinmu ternyata amat tinggi. Saya ingin belajar sedikit ilmu silat dari Gunung Talang….!”
Sehabis berkata begini, dia memberi isyarat lagi. Dan kembali suluh suluh yang tadi dipadamkan hidup kembali. Kemudian, setelah membungkuk sedikit tanda memberi hormat, Pandeka Sangek mulai membuka langkah silat.
Pada langkah kedua, anak muda itu segera tahu, Pandeka ini membuka dengan jurus silat starlak. Dia tetap tegak menanti. Pada langkah ketiga, dengan sebuah langkah panjang menyamping, Pandeka itu telah berada di sisi kirinya.
Anak muda itu masih tegak diam. Pandeka itu pun membuka serangan pertamanya. Dengan masih tetap menyamping, dia mengirimkan tendangan dengan sisi kaki ke rusuk si Giring Giring Perak. Tendangan itu luar biasa cepatnya. Anak muda ini membuang langkah ke sampingnya.
Tapi tendangan itu beruntun sebanyak tiga kali. Mengarah ke rusuk, ke lutut dan ke kepala. Dilakukan dengan cepat dan tanpa kaki kanannya yang menendang itu mencecah tanah. Dia tegak hanya dengan kaki kiri. Dan kaki kirinya membuat loncatan kecil mendekati anak muda itu setiap menendang.
Si Giring Giring Perak bukannya tak sering melihat serangan starlak yang tangguh. Tapi cara bersilat Pandeka Sangek ini cukup aneh dan serangannya berbahaya. Ketika dia terpaksa membuang langkah ke kiri menghindarkan tendangan ke kepala, Pandeka itu tiba tiba menarik kakinya dan kini ujung ujung jari tangannya menghunjam ke dada.
Ujung jari jari yang dirapatkan itu seperti ujung pisau melaju ke arah jantung. Kembali si Giring Giring Perak dibuat kagum dengan kecepatan lelaki ini bergerak. Jurus serangan keempat ini dia hindarkan dengan merendahkan diri.
Tapi serangan berikutnya benar benar membuat anak muda ini tidak hanya sekedar kagum tetapi juga kaget. begitu dia menunduk, dan tikaman dengan ujung ujung jari jari itu lewat di atas kepalanya dengan cepat sekali serangan itu berobah menjadi hantaman dengan siku!
Sikunya menghujam ke bawah, ke arah tengkuk si Giring Giring Perak. Semua orang yang tegak menonton pertarungan itu dengan diam dan tegang, tak melihat apa yang tengah terjadi. Gerakan kedua lelaki itu amat cepat untuk mereka tangkap dengan pandangan.
Hanya Datuk Sipasan yang masih mampu mengikuti pertarungan itu dengan baik dengan tatapan matanya yang cukup awas. Dia jadi berdebar melihat siku tangan Pandeka yang memburu tengkuk anak muda itu. Dia tak mau berteriak meskipun dia ingin sekali berseru memperingati bahaya itu.
Tapi anak muda itu sudah mencium bahaya. Dengan cepat dia menjatuhkan diri ke tanah. Dengan demikian dirinya terhindar dari terkaman siku lawan. Namun sebelum dirinya sempurna jatuh ke tanah kaki kiri Pandeka itu bergerak.
Dia berusaha menangkap namun, sebuah kibasan kaki yang ligat tetap saja menghantam rusuknya. Terdengar suara berdebuk dan tubuh anak muda itu tercampak dua depa!
Anak muda itu bukannya tak merasakan datangnya tendangan, ia telah berusaha menyambutnya dengan tangan. Namun posisinya dalam keadaan tidak menguntungkan. Dia tengah menjatuhkan diri. Betapa pun jua, saat itu dia tak bisa bergerak banyak.
Makanya dia lalu menyalurkan tenaga batinnya ke rusuk. Ke tempat yang dia duga akan diterpa tendangan itu. Dan hal itu pun terjadilah! Si Giring Giring Perak segera merasakan sakit yang menyengat di rusuknya. Dia mengerahkan lagi..
Bersambung ke Bag 40…