.

MEMBEDAH 3 TIGA TYPE PENDUKUNG ‘NGANU’.

(Tulisan in khusus untuk kubu Akal Sehat).

Oleh : Anton Permana

Banyak yang penasaran dan bertanya-tanya kenapa para pendukung nganu, jaenudin, atau apalah namanya, bisa sebegitu bebal, seakan buta mata dan hatinya. Setidaknya hal ini dirasakan oleh para pendukung akal sehat di dalam setiap debat baik di sosmed maupun ketika melihat debat live di televisi.

Sebelum kita membedah kenapa dan faktor apa yang bisa melahirkan ‘gen baru’ seperti itu, izinkan penulis menyajikan pondasi berpikir mereka dgn mengklasifikasikannya ke bebarapa tipikal atau kelompok. Dimana tipikal ini penulis pastikan ada pada diri setiap pendukung nganu tersebut, minimal salah satunya. Mari kita buktikan melalui analisis dibawah ini :

1. TYPE IDEOLOGIS

Tipikal ideologis yang penulis maksudkan adalah, mereka yang berhimpun, bersekutu, berjuang, berdasarkan ideologi keyakinan dan kepentingan yang sama dengan nganu. Seperti para anak anak PKI, kelompok syiah, dan kaum liberalis.

Karena selama kepemimpinan nganu sudah terbukti sangat memberikan privilege khusus kepada para kelompok ideologis ini. Kalau dulu ada sedikit nama PKI langsung diuber dan dikejar, sekarang malah yang memusuhi PKI ditangkap dan dipenjarakan. Kalau dulu syiah haram dan ditolak hidup di Indonesia, sekarang malah diresmikan secara sah dan dilindungi negara.

Begitu juga para kaum liberalis yg menghalalkan LGBT, kalau dulu hal ini tabu sekarang mereka malah berani menuntut hak sampai membuat salah satu menteri berurai air mata.

Kondisi 4,5 tahun ini bagaikan syurga bagi kelompok ideologis ini. Dan mereka sendiri juga membuktikan bagaimana musuh bebuyutan mereka para kelompok Ahlussunnah waljamaah atau yg mereka cap sebagai kelompok Islam Fundamentalis yang berada di kubu akal sehat dihajar habis-habisan oleh penguasa. Ulamanya dipenjara, bahkan ada yg sampai terpaksa mengungsi keluar negeri. Salah sedikit penjara. Tapi kalau yang sama terjadi pada kelompok ideologis ini dijamin aman tentram tak tersentuh hukum.

Keberpihakan penguasa kepada kelompok ini sangat jelas. Dan untuk itu, tipikal kelompok ideologis ini pasti akan berjuang sekuat tenaga agar rezim ini tetap berkuasa.

Ada juga kelompok ideologis pembenci Islam dari kelompok non Islam yg juga termasuk dlm type ideologis ini, termotivasi karena sugesti persaingan hegemoni keyakinan. Persaingan merebut pengaruh pengikut. Maksudnya adalah dengan sugesti angan-angan kedepan akan bisa merubah komposisi masyarakat Indonesia yang sekarang mayoritas Islam bisa berobah terbalik seperti Manila atau Andalusia menjadi Spanyol dulunya. Sugesti ini selalu diserukan oleh para tokoh agama mereka di setiap rumah ibadah, agar para jemaatnya terprovokasi dan ikut memusuhi kelompok Islam fundamental. Belum lagi dengan propaganda isu radikalisme, terorisme, dan intoleransi yang sebenarnya hanya agitasi untuk mendiskreditkan dan mengunci mati gerak kelompok Islam di kubu akal sehat.

2. TYPE OPPORTUNIS

Yaitu mereka yang jadi pendukung karena faktor kepentingan uang, jabatan, dan fasilitas lainnya. Seorang Menteri, direksi BUMN, atau siapa saja yang dilantik oleh seorang Presiden termasuk Kapolri dan Panglima TNI, mereka semua wajib dukung juragannya. Karena kalau tidak mendukung, maka bisa dicabut tali akinya alias dicopot dari jabatannya. Seperi Rizal Ramli dan Sudirman Said yg dicopot saat berseberangan dg keputusan pemerintah.

Bisa kita lihat sendiri dengan mata telanjang. Bagaimana para pejabat, aparat, yang digaji dari uang rakyat, yang secara aturan hukum dilarang berpolitik praktis tetapi mereka terang terangan mendukung rezim. Menggunakan fasilitas kekuasaan, power intimidasi, bahkan uang negara untuk program suksesi rezim.

Bahkan aparat hukum yang seharusnya netral menjadi penegak hukum, sekarang berani terang-terangan buat program seperti festival riding serentak di seluruh Indonesia dgn memajang photo nganu sebagai icon kegiatannya

Para penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu pun tidak ketinggalan. Mereka sekarang bertindak layaknya tim sukses, bukan penyelenggara yang netral.

Ada juga para tokoh nasional yg mendukung diluar kepentingan jabatan, mereka tak lebih karena fasilitas uang, proyek, atau sandera kasus. Jarang orang yang tahan dengan iming-iming ratusan milyar uang agar berpindah haluan kalau tak mempunyai nyali dan idealisme kebangsaan yg tinggi. Bahkan sekelas profesor kondang pun akhirnya takluk bertekuk lutut menjilat air ludahnya sendiri demi uang.

Jadi jangan heran kalau melihat, ada tokoh yang awalnya gembar gembor memusuhi nganu, mencaci nganu, terakhir justru memuja muji nganu bagaikan dewa lah, mirip Umar Bin Khatab lah, dst…

Mereka tak lebih dari gambaran hadist Rasulullah, “ Dua hal yang akan membuat ummatku lemah adalah Cinta dunia dan takut mati..”.

Kalaulah tak karena uang, jabatan, dan fasilitas proyek. Pastilah karena sandera kasus yang akhirnya membuat mereka bertekuk lutut.

3. TYPE DUNGU’IS

Tipikal inilah yang paling tepat kita sebut para cebong. Karena apa ? Contohnya ; Tak punya mobil, tak pernah masuk tol, tapi sok gembira dgn tol yang berbiaya mahal.

Tak punya kerja (nganggur), numpang hidup sama istri dan orang tua, tapi sok merasa hidup tenang tak masalah ketika TKA membanjiri negaranya. Selalu nunggak bayar listrik, biaya sekolah anak macet, tapi sok bahagia dgn kenaikan BBM, TDL naik, import pangan, dst…

Terlalu banyak lagi kalau mau disebutkan tentang type masyarakat seperti ini. Yaitu mereka yang lemah literasi, malas baca, suka mengkhayal, malas bekerja, dan intensitas nya sangat tinggi akan tontonan sinetron-sinetron, liga dangdut, dan kaca mata kuda melahap berita media bayaran dgn berita sampah sebagai refrensi.

Type inilah manusia yang mudah kagum, mudah simpatik, dan mudah marah. Atau para pakar sebut dgn istilah masyarakat melodramatik. Type manusia yang suka dgn kebebasan dari nilai, bebas meluapkan syahwatnya dalam bentuk apa saja.

Perhatikan type dunguis ini cenderung menyukai nganu karena faktor ‘suka’ sosok individualnya seperti kesederhanaan, pakaian sederhana, wajah ndeso, planga-plongo karena kebodohan dianggap natural kepolosan, pokok karena faktor ‘aku suka’. Mereka tidak peduli dgn apakah itu semua settingan pencitraan atau sinematografi sihir politik media. Nalar mereka tak sanggup membedakan mana yg natural mana yg rekayasa karena sudah lebih dulu terhipnotis dan kagum akan sosok pribadinya. Mereka tak peduli dgn hasil kebijakan dan kualitas kepemimpinan apalagi kalau dibahas lebih spesifik dgn teori teori ilmu tata kelola negara yang ilmiah rumit.

Makanya wajar, ciri khas type dunguis ini adalah ngotot, ngeyel, ngeles, ngaco, tapi berlagak borjuis karena mendukung orang yg berkuasa seolah dirinya pun sdh menjadi bahagian dari kekuasaan itu. Itulah yg disebut proletar berlagak borjuis.

Dari pemaparan 3 type pendukung nganu diatas dapat kita simpulkan bahwa :

Kelompok type ideologis berjuang mati matian mendukung nganu karena tuntutan ideologisnya agar tetap hidup dan berkembang. Bagaimana aliran komunis dapat hidup dan berkuasa lagi di Indonesia, berkolaborasi dgn kelompok syiah dan liberalis yang juga mengambil peluang kesempatan ini untuk menghabisi kelompok Islam fundamentalis yang berada dikubu sebelah. Dan yang non muslim berangan-angan akan menjadi mayoritas di bumi Nusantara ini. 350 tahun kolonialisme yang full power menjajah nusantara dgn senjata saja tak mampu merubah itu semua. Artinya kelompok non muslim ini tak sadar kalau mereka juga adalah korban provokasi untuk membenci kelompok Islam akal sehat yang mayoritas.

Kelompok type opportunis punya kepentingan untuk mempertahan jabatan dan jaringan kekuasaannya. Jabatan tentu menghasilkan fasilitas dan uang. Bagi mereka uang dan jabatan adalah segalanya. Begitu juga bagi yang secara khusus tersandera kasus. Mereka lebih baik mengamankan dirinya pribadi dari pada mengambil resiko berurusan dgn hukum.

Kelompok type dunguis. Mereka ini sebenarnya hanyalah korban dari apa yg kita sebut dgn ‘post truth’. Yaitu sesuatu yang seolah benar yang dibuat berdasarkan rekayasa kebohongan yang sistematis dengan menggunakan methode ‘logical fallacy’ atau penyesatan opini, sehingga yang baik menjadi salah, yang jahat menjadi benar. Atau pil obat jadi tahi kambing, atau tahi kambing seolah menjadi obat.

Jadi wajar sering kita mendapatkan ketika berdiskusi dgn para pendukung nganu mereka sudah jelas salah, tapi malah kita yang dianggap salah. Mereka yang bodoh dan sesat tetapi dalam pikiran mereka kita yang dianggap sesat dan bodoh

Kenapa itu bisa terjadi, karena 3 type diatas itu juga mempunyai pondasi pikir dan orientasi yang berbeda dengan manusia normal seharusnya.

Patokan nilai dan orientasinya sudah bergeser untuk kepentingan syahwat pribadi dan kelompoknya. Mimpi-mimpi dan angannya.

Ketiga type ini jangan salah. Mereka juga dibekali dengan program doktrin yang dahsyat dan sistematis. Mereka selalu mendapatkan supply informasi, narasi, yang seakan menjadi supplemen vitamin bagi otak mereka. Apapun berita yang baik dan buruk akan ada kontra isunya. Tak peduli benar dan salah. Yang penting menjadi bahan bakar bagi jiwa fanatisme mereka pada nganu.

Dan yang paling fundamental juga adalah: secara theory penulis coba jelaskan, fanatisme buta itu lahir berawal dari fitrah manusia dgn adanya mimpi dan ‘hope’ (harapan) manusia akan sesuatu, kemudian hope ini yang diterjemahkan oleh seorang ahli political marketing kedalam sebuah bentuk pencitraan kepada sosok figur yang diatraksikan tampil sesuai dengan hope manusia tadi. Kesesuaian antara hope dengan hasil rekayasa pencitraan sosok ini yang akhirnya menghasilkan keyakinan permanen pada otak manusia. Sehingga setelah keyakinan ini tertanam kuat, keyakinan menjadi kecintaan yg luar biasa, maka apapun bentuk fakta kebenaran akan mereka abaikan. Karena dalam otak mereka hope tadi seolah nyata dan terpuaskan dgn munculnya sosok figur hasil rekayasa pencitraan tadi. Kalau sudah begini nalar dan logika manusia akan mati. Seperti layaknya orang jatuh cinta, dan yakin akan sebuah nilai magis supra natural.

Setelah itu, maka akan terbentuklah mental blok pada otak manusia. Apapun informasi yang masuk walaupun itu adalah fakta kebenaran akan tertolak mentah sebelum berkembang. Malah kadang justru akan melahirkan anti pati dan sakit hati kalau junjunganya di sakiti.

Nahh biasanya methode ini hanya digunakan pada dinas ketentaraan atau pasukan khusus, untuk menanamkan korsa dan loyalitas pada atasan. Atau dulu pada zaman nazisme atau sekte sekte tertentu di Eropa, atau juga mafia di Jepang.

Bayangkan methode infiltrasi penanan keyakinan (doktrin) ini disalah gunakan kepada masyarakat yang awam. Yang sangat miskin literasi, iman tak ada pula.

Beruntung mereka yang punya imunitas keimanan, nasionalis kebangsaan, logika IQ yang tinggi, minimal cerdas dalam membaca situasi, maka akan selamat dan jauh dari pengaruh jahat methode post truht ini.

Contohnya saja, bayangkan ada sampai seorang muslim bisa membenci agama dan ulamanya sendiri hanya karena berbeda pilihan. Dan marah ketika nganu di hina, tapi diam acuh ketika agama dan kitab suci nya dilecehkan. Inilah bentuk dahsyatnya pengaruh post truth ini. Inilah type dunguis yang penulis maksud.

Dan tidak sedikit juga yang akhirnya pecah persahabatan, bertengkar antar saudara kandung hanya karena orang itu tak suka pada nganu. Sebegitu parahnya pengaruh infiltrasi doktrin ini.

Untuk itulah pada kesempatan ini penulis mencoba sengaja menguraikan agar kita semua paham sedang berhadapan dengan siapa. Dan tidak ada sebaik tetap fokus pada perjuangan, selalu tingkatkan refrensi dari sumber yang jelas dan tepat, dan upayakan selalu santun dan niat hanya untuk Allah SWT. Untuk kemashalatan ummat dan keselamatan bangsa Indonesia. Wallahualam.

Batam, 23 Februari 2019.

Artikel ini sepenuhnya tanggung jawab penulisnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *