.

BAHAYA PEMILU CURANG (Oleh : Anton Permana)

Sejarah demokrasi diIndonesia tercoreng oleh prilaku para aparatur penyelenggaranya sendiri. Ketika animo dan partisipasi masyarakat meningkat tajam, berbagai macam kejanggalan alias off side justru dilakukan oleh pihak penyelenggara pemilu. Aneh bukan.

Intervensi dan infiltrasi kekuasaan dominan mewarnai tindak prilaku aparat penyelenggara ini. Mulai dari pilihan kotak suara kardus, orang gila bisa memilih, DPT ganda, hingga pengawasan sampai penindakan pelanggaran pemilu yang tebang pilih.

Reformasi seakan mengalami titik balik dan malah melebihi zaman orde baru berkuasa. Kondisi sekarang lebih sistematis, kasar, dan brutal membabi buta.

Perubahan UU pemilu yang terjadi tiap tahun, secara mendasar merobah aturan yg seharusnya jadi rool of law pelaksanaan pemilu yg berkualitas. Sekarang seolah menjadi instrumen pengamanan untuk melanjutkan kekuasaan. Azas dan norma hukum ditabrak. Presiden treshold 20 % adalah musibah demokrasi yg sangat memalukan. Karena memaksakan suara pemilu 2014 yg sudah usang dijadikan dasar treshold. Pilpres serentak bukan malah efisien, tetapi membuat tata kelola amburadul hingga sekarang. Cuti bagi petahana yg ditiadakan, juga menjadikan peluang seluas-luasnya bagi petahana untuk berakrobatik mengexploitasi semua sumber daya negara untuk strategi pemenangannya.

UU pemilu hari ini, seakan menjadi payung hukum (protection system) bagi petahana untuk bisa berbuat apa saja sekehendak hatinya. Ini sebuah perhelatan demokrasi yg rusak dan sangat memalukan.

Reformasi yang diamanahkan rakyat untuk menjadi instrumen pemilihan terbaik kepemimpinan nasional yang substantif dan berkualitas, sekarang telah rusak menjadi ajang brutal terorisme demokrasi. Hampir mirip sebagaimana pelaksanaan pemilu dinegara komunis dan monarki absolute.

Ini terjadi karena politik telah menjadi panglima didalam penyelenggaraan negara. Sangat bertentangan dengan azas dan prinsip negara demokrasi dimana seharusnya hukum yang menjadi panglima. Yaitu law enforcement (penegakan hukum) oleh aparatur yang netral.

Polisi yang seharusnya di dalam UU nomor 2 tahun 2002 netral dalam politik praktis, sekarang ditarik paksa menjadi alat kekuasaan bahkan penggalangan massa dan menekan lawan penguasa. Doktrin sebagai penegak hukum yang bercampur dengan penggalangan massa maka akan rawan terjadi ditengah masyarakat ‘perselingkuhan hukum’. Ini berbahaya.

Begitu juga dengan TNI, ASN, apalagi KPU, Panwas, apabila telah terseret menjadi alat kekuasaan. Karena dengan kewenangannya dapat menjadi pisau bermata dua. Alias bertindak seakan jadi tim sukses pemenangan bagi kandidat petahana yang berkuasa. Dengan imbal balik mendapat jabatan diposisi strategis oleh penguasa.

Ketidak netralan para aparatur negara dan penyelenggara ini sangat kasat mata kita temukan dilapangan. Seperti apa yang dipertontonkan pada pilpres luar negeri yang memalukan itu.

Istilah ‘perang total’ yang diserukan ketua harian TKN Moeldoko seakan menjadi sinyal untuk membolehkan jajaran aparatur dan penyelenggara berbuat apa saja bagi pemenangan petahana.

Curang dalam pemilu tidak saja berupa mencuri, mentilap, menghilangkan suara. Tetapi pemanfaatan fasilitas negara, infrastruktu kekuasaan jajaran ASN, anggaran biaya, intimidasi, penghadangan, juga adalah bentuk kecurangan.

Apabila ini terus dibiarkan akan sangat merusak dan berbahaya bagi keutuhan NKRI kedepan. Pemaksaan brutal dalam pengkondisian pemenangan salah satu kandidat dengan buta.

Karena sekarang masyarakat sudah cerdas. Kemajuan teknologi IT telah melahirkan sebuah rezim kekuatan baru dalam sosial politik masyarakat.

Pemerintah tidak bisa seenaknya lagi untuk bermain-main dalam pelaksanaan pemilu sekarang. Parahnya sekarang yang terjadi dan terbuka dihadapan publik tidak lagi indikasi, tetapi sudah gerakan kecurangan terbuka yang sistematis, masif, dan terorganisir. Kolaborasi antara penguasa dengan penyelenggara pemilu yang sudah disumpah netral. Mereka seakan tutup mata dan tidak peduli dengan bahaya yang akan terjadi nantinya. Berikut beberapa analisa bahaya yang akan terjadi kalau pemilu curang tetap dilaksanakan :

1. Pemilu curang bisa melahirkan perang. Ini sudah banyak terjadi dibeberapa negara didunia. Apalagi sekarang dengan perkembangan teknologi informasi dan masyarakat yang semakin berani terbuka. Sekali penyelenggara berbuat curang dan terbongkar, maka mereka semua yang akan bertanggung jawab apabila terjadi perang saudara. Karena rakyat pasti akan marah dan bangkit melakukan perlawanan.

2. Polarisasi kubu politik nasional yang menjadi dua kubu kekuatan hari ini jangan dianggap remeh. Polarisasi menjadi dua kubu seperti sekarang ini sangat emosional. Karena telah membawa isu SARA dan juga merupakan muara dari benturan dua ideologi dunia. Yaitu konservatif dan liberalis. Dan ingat, Indonesia bisa jadi korban konyol dari pertarungan dua raksasa ideologi dunia ini.

3. Pemilu curang akan merusak tatanan demokrasi yang sudah dibangun susah payah sejak zaman reformasi ini. Pemilu curang berarti reformasi telah gagal. Reformasi gagal, akan memancing gerakan fundamental revolusi bagi semua pihak yang berkepentingan. Baik dari luar maupun dalam negeri.

4. Pemilu curang akan menjadi pintu masuk bagi kekuatan asing global untuk memecah belah bangsa Indonesia sampai sehancur hancurnya dalam perang yang emosional berdarah-darah. Bayangkan nasib anak cucu kita nantinya.

5. Pemilu curang juga akan menghancurkan nama baik bangsa Indonesia dimata dunia. Indonesia akan mudah dikucilkan atau menjadi budak bangsa asing sekalian. Karena ketidak stabilan politik dalam negeri otomatis akan melemahkan negara. Dan juga memiskinkan negara.

6. Pemilu curang akan melahirkan pemimpin curang. Pemimpin curang sudah pasti akan membawa mudharat malapetaka bagi bangsa dan negara. Sumber daya alam yang melimpah akan menjadi bancahan bangsa asing melalui tangan ‘proxy’ boneka asing didalam tubuh pemerintahan.

7. Pemilu curang akan mengoyak ngoyak persatuan bangsa. Sesama anak bangsa akan terus saling benci bermusuhan, saling caci, bahkan juga bisa saling menghabisi. Karena ketidak saling percayaan sudah terbentuk akibat doktrin politik dan provokasi.

Penulis tidak dapat membayangkan apabila pemilu curang ini dilanjutkan dan dipaksakan dalam rangka menenangkan salah satu kandidat. Karena rakyat pasti akan melakukan perlawanan. Akhirnya yg terjadi rakyat pasti akan dibenturkan dengan aparat. Penguasa pasti juga akan membuat massa tandingan dengan uang. Dan yang terjadi akhirnya nanti adalah konflik perang saudara yang tak berkesudahan seperti di Suriah.

Semoga tulisan ini dibaca oleh para pemangku kebijakan. Aparatur negara, dan penyelenggara pemilu. Karena kunci pelaksanaan pemilu ini jurdil dan damai adalah ada pada NETRALITAS mereka. Sekali mereka yang berbuat curang, sekali mereka bermain, sekali mereka tidak amanah, rakyat pasti akan bergerak melawan. Mari kita jaga persatuan bangsa dan negara. Demi keutuhan NKRI serta masa depan anak cucu kita nantinya. Merdeka !

Batam, 16 April 2019.

Isi tanggungjawab penulisnya

Baca juga :

MENGIDENTIFIKASI CIRI PEMIKIRAN TERPAPAR KOMUNIS (PKI) DISEKITAR KITA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *