.

PESAN DARI G20 DAN INSIDEN BAWA ANJING KEDALAM MASJID

Oleh : Anton Permana.

Sekilas dua hal diatas kelihatan tak ada hubungannya. Dua hal diatas adalah dua hal yang terpisah dan terjadi natural apa adanya. Tetapi tidak pada pandangan penulis. Bagi hemat penulis, dua hal diatas antara G20 yaitu pertemuan kelompok 20 negara berpenghasilan diatas satu trilyun dolar di Jepang dengan insiden emak-emak “ non muslim radikal “ bawa anjing kedalam masjid disentul adalah dua hal yang saling berkaitan. Punya makna dalam yg holistik. Walaupun tidak secara langsung.

Apakah ini by design ? Wallahu’alambishawab… Hanya Allah Yang Maha Tahu. Kita sebagai manusia hanya bisa membaca tanda-tanda pesan apa dibalik sebuah setiap fenomena yang terjadi dialam jagad raya ini.

Bak lukisan alam yang telah mengajarkan banyak hal kepada kita semua. Tidak lah burung tempua bersarang rendah kalaulah tidak ada maksud tertentu. Tidaklah satwa gunung berapi seperti harimau, kera, ular, tiba-tiba turun kebawah kalaulah tidak karena tahu gunung berapi itu akan meletus dalam waktu dekat.

Begitu juga dengan kehidupan politik bangsa kita hari ini. Terlalu banyak hal yang dimanipulasi setiap hari. Hingga masyarakat sendiripun jenuh dan bingung tentang arti sebuah nilai kebenaran dan kejujuran. Fenomena seorang sopir ambulan bisa rangkap banyak peran jadi pemilik warung korban rusuh, dengan adegan ‘wong cilik’ pakai sendal ke Istana bisa terjadi hari ini dengan kemasan fulgar tanpa rasa berdosa. Hebatkan ??

Tapi beginilah potret buram kehidupan bangsa kita hari ini. Ketika negara yang pemerintahannya lemah secara prestasi dan literasi peradaban, tapi mabuk ambisi dalam mengelola kontrol kekuasaan, akhirnya tanpa rasa malu berbuat apa saja demi kepentingannya terwujud. Tak peduli dengan nilai kebenaran dan kejujuran. Bagi mereka, kekuasaan negara adalah diatas segalanya. Persis dengan implementasi gaya pemerintahan komunisme di China dan Korea Utara. Kebenaran dibungkam dengan tipu daya dan power kuasa.

Kembali kepada pokok persoalan kita diatas. Makna antara pesan dari pertemuan G20 dan insiden bawa anjing oleh emak non-muslim radikal kedalam masjid. Penulis mempunyai pandangan berbeda dari sudut pandang ilmu komunikasi dan perspektif inteligent. Bahwasanya, dua hal diatas walaupun tidak persis sama terjadi dalam hal waktu dan tempat kejadiannya, tetapi dua isu diatas menjadi begitu viral dan ‘topnews’ didunia maya.

Adapun pesan tersirat, makna tersuruk, sinyal yang bisa kita baca dan tangkap adalah sebagai berikut :

1. Tak peduli siapa yang tukang ambil video dan menyebarkannya didunia maya. Performance presiden dipertemuan G20 telah kita lihat dan saksikan bersama. Sebuah pertemuan bergengsi antar negara-negara yang punya pengaruh 20 besar dunia bukanlah sembarangan. Keikut sertaan Indonesia dalam forum elit dunia ini semestinya jadi kebanggan kita semua. Karena satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masuk dalam forum ini.

Namun, sesama kita lihat dan saksikan sendiri. pertemuan yang seharusnya tempat bertemunya ide-ide besar dari para pemimpin dunia dalam memainkan peran geopolitik dan geostrategi negaranya dikancah internasional. Sejatinya, forum inilah tempat dimana seorang pemimpin negara yang menjadi symbol sebuah bangsa, dapat tampil berwibawa, smart, cakap, komunikatif, dan mencapai titik goal kepentingan negaranya. Sebuah oppurtunity buat negaranya. Baik secara moril dan materil.

Tapi apa nyana. Harapan ini rasanya pupus dan pecah berkeping bersama gugurnya sakura yang terbang berderai bersama angin dingin. Sebaran video ‘planga-plongo’ dan berpidato 48 detik dipodium terhormat itu bagaikan neraka jahanam bagi kehormatan bangsa ini. Sebuah bangsa yang selalu gembar-gembor dengan kebesaran keaneka ragaman budayanya yang luhur. Sebuah bangsa yang lahir dari sebuah rekam jejak semangat patriotik rakyatnya. Sebuah bangsa yang dulu nenek moyangnya pernah berjaya menguasai hampir sepertiga asia ini dibawah panji kerajaan nusantara bernama Majapahit. Sebuah bangsa yang sering disebut sebagai zamrud dikhatulistiwa. Sebuah bangsa yang telah melahirkan orang orang hebat seperti Soekarno yang mendunia pemikirannya. Soeharto yang punya wibawa dan pengaruh tunggal regional bahkan top leader dunia. Sebuah bangsa yang pernah dipimpin seorang genius luar biasa bernama BJ Habibie. Banyak lagi kalau kita mau sebutkan prestasi dan kekayaan bangsa ini. Tapi semua hancur lebur hanya gara-gara penampilan ‘satu manusia’ yang kebetulan jadi pemimpin atas 265 juta rakyatnya.

Na’udzubillahh… Penulis terpaksa mendelete semua video dan photo yang telah memalukan bangsa ini secara telanjang. Menjatuhkan harkat dan martabat bangsa ini dengan hina dina dimata dunia. Karena dalam perspektif hubungan internasional. Seorang pemimpin negara adalah gambaran dari wujud rakyatnya. Pemimpin hebat dan smart, berarti rakyatnya juga hebat dan smart. Pemimpinnya tegas dan dingin, berarti rakyatnya juga begitu. Tetapi bagaimana kalau pemimpinnya tampil ‘planga-plongo’ dicuekin, gagap, tak jelas entah ngapain disana ketika yang lain sibuk bercengkrama saling komunikasi. Ibarat sepi dalam keramaian seperti itu ?? Bagaimana dengan rakyatnya ? Yaitu kita ???????

Timbul pertanyaan. Siapakah yang begitu teganya membagikan video memalukan itu ?? Ini adalah perbuatan kejam terhadap bangsa kita. Apakah ini disengaja atau tidak ? Inilah yang menarik kita bahas sebenarnya. Dimana hal ini menurut penulis adalah sebuah kesengajaan yang terencana dengan maksud tujuan tertentu. Seperti, sengaja mempermalukan bangsa kita dimata dunia, seoalah berkata “ Inilah pemimpin kalian yang setiap detik, menit, secara berbusa-busa disanjung oleh para media itu. Inilah wajah pemimpin kita yang asli sebenarnya, ketika sentuhan polesan dandanan, rekayasa media, pencitraan lepas dari kendalinya ?? “.

Dan apapun itu suka tidak suka, beliau adalah pemimpin kita hari ini secara legal. Hal inilah yang menampar muka kita semua hari ini. Yang akhirnya terjadi adalah ; Wibawa pemimpin jatuh dimata dunia, didalam negeripun dicaci maki. Di bully setiap hari. Dan ini wajar terjadi dialam demokrasi. Karena Indonesia adalah negara demokrasi. Kalau tidak siap dicaci dan dikritisi jangan hidup di Indonesia dan jadi pejabat publik.

Disinilah titik krusial itu menurut penulis yaitu : Secara kehormatan dan wibawa, presiden hancur lebur baik diluar negeri maupun dalam negeri. Akhirnya secara psikologia pemimpin seperti ini sebenarnya sedang terisolasi. Dimana inilah posisi yang sangat di inginkan sebuah kekuatan besar “ Invisible Hand “ dibelakangnya. Agar pemimpin seperti ini ‘utuh’ jadi miliknya. Pemimpin ini secara total milik dan dibawah kendalinya untuk melayani segala kepentingan “ User “ alias Tuan Besar ini.

Jadi jangan anggap remeh dan tidak bermakna apa-apa viralnya video planga-plongo di pertemuan G20 tersebut.

2. Terkait insiden “ Emak non-muslim radikal “, penulis berasumsi bahwa kejadian tersebut juga by design dengan tujuan sbb :
a. Sebagai “ Water test “, terhadap respon masyarakat Indonesia khususnya ummat Islam. Apakah masih “ quick responsive “ pasca Pilpres ini. Apakah ummat Islam masih tanggap dan peduli terhadap ‘penghinaan’ yang dilakukan oleh “emak non-muslim radikal” ini ?? Penguatan dari asumsi ini adalah alasan gila yang kalau kita ‘ngeh’ sudah menjadi alasan klasik dinegeri ini ketika yang jadi korban itu ummat Islam atau kelompok yang bukan pro pada penguasa.
b. Insiden emak non-muslim radikal ini juga sekalian memetakan, siapa saja, kelompok mana saja, daerah wilayah mana saja yang “ quick responsive “ terhadap insiden ini. Untuk mengukur soliditas, penyebaran dan kekuatan jumlah komposisi mana masyarakat yang pro dan kontra. Untuk kemudian ditindak lanjuti dengan operasi-operasi politik khusus untuk mereduksi dan menghancurkan kekuatannya.
c. Insiden ini juga untuk mengukur soliditas para pendukung penguasa khususnya yang muslim, berdiri dimana. Apakah posisi pilihan politik pilpres yang terpolarisasi kepada dua kubu, juga berdampak terhadap pro dan kontra atas isu ini. Konkritnya, Insiden ini akan memberikan gambaran apakah pendukung 01 khususnya berada pada posisi pembela emak non-muslim radikal ini ? Ini penting sebagai alat ukur, seberapa besar pengaruh fundamental agama kepada mereka. Kalau agama didalam dadanya kuat, maka tentu akan marah dan kontra atas kejadian ini. Tetapi kalau agama hanya sebagai ‘status dalam KTP’ semata, tentu insiden ini tidak berpengaruh terhadap mereka. Daya immunitas fundamental agama inilah yang sedang diujur oleh kekuatan ketiga (invisible hand) ini.
c. Penulis dalam skala normatif, juga sepakat kalau ada analisa lain yang menganggap insiden ini adalah sebagai pancingan untuk ummat Islam khususnya pengurus masjid untuk marah emosional dan melakukan tindakan anarkis terhadap emak non-muslim radikal ini. Untuk kemudian kalau ini terjadi, maka mereka akan setting media untuk memviralkan untuk menyudutkan dan membungkam target.

Dari uraian analisa singkat diatas, kita tentu dapat meyimpulkannya secara positif adalah. Untuk selalu tetap waspada, perkuat ukuwah antar sesama, perkuat akidah dan pemahaman keagamaan kita, dan yang terpenting juga perkuat pondasi ekonomi serta literasi pengetahuan kita. Agar tidak mudah lagi untuk diobok-obok, dibodoh-bodohi, diadu domba antar sesama. Mari kita berpikir kritis dan waspada selalu. Bangun kebersamaan sesama kita, baik dikeluarga, lingkungan kerja, dan tempat tinggal kita. Karena sebentar lagi bangsa ini akan mengalami turbulensi badai yang luar biasa. Akan ada sebuah gerakan besar untuk merubah bangsa ini secara radikal. Dari semua aspek dan bidang. Yang intinya, Indonesia yang indah dan berPancasila ini kalau tidak kita jaga dan pertahankan, akan sirna. Masa kegelapan 350 tahun dalam masa kolonialisasi bisa saja terulang lagi bahkan lebih dahsyat. Mungkin secara nama Indonesia akan tetap ada. Tetapi tidak secara bangsa. Singapore, Manila, dan Andalusia adalah contoh terdekat yang nyata.

Hanya dengan persatuan dan kesatuan bangsa, hal ini bisa kita lawan. Dan mari persiapkan diri kita kapan dan dimana saja. NKRI Harga Mati… Indonesia Jaya !

Jakarta, 06 Juli 2019.

Catatan redaksi; Isi menajadi tangung jawab penulisnya

Baca Juga ;

MEMAKNAI NILAI MORALITAS MASA KECIL DAN POLITIK HARI INI (Oleh : Anton Permana)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *